Mengunjungi Museum Gunung Merapi Sleman, Jogjakarta

Baru pada Lebaran 2013, saya berkesempatan mengunjungi Museum Gunung Merapi yang berada di Kabupaten Sleman, Jogjakarta.  Perjalanan pada Senin (12/8/2013) lalu. Setelah kegiatan bersilahturahmi ke rumah keluarga, rombongan dengan dua mobil melaju ke lokasi. Rumah mertua saya di Kecamatan Tempel, Sleman. Untuk menuju kesana, lewat jalan-jalan kampung. Dari Tempel, lewat ke Desa Turi. Sepanjang perjalanan, saya menikmatinya. Begitu juga dengan anak-anak. Hawanya sejuk sekali. Anak saya sendiri sudah akrab dengan nama Gunung Merapi. Apalagi setiap gunung itu bergolak, selalu diekspos media. Bisa juga karena rumah mertua juga relatif dekat dengan Merapi.
Saya berada di halamam museum
Rombongan sampai di museum sekitar jam 15.00 WIB. Masih ada waktu satu jam sebelum museuum itu tutup pukul 16.00 WIB. Tiket masuknya juga murah, yaitu Rp 3000 per pengunjung. Selain itu masih ada teater disana yang memutar film tentang Merapi. Tiketnya Rp 5000. Sayang, saya datang sudah terlambat.
Karena sudah diputar terakhir pukul 15.30 WIB. Museum ini dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman. Berada di Dusun Banteng , Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Dari jalan raya, masuk sekitar setengah kilo. Museum nampak ramai dikunjungi pelancong yang sedang liburan menikmati lebaran. Banyak kendaraan dari luar kota parkir. Setelah membeli tiket masuk, langsung disambut mbak pemandu yang mengarahkan pengunjung untuk memulai perjalanan menikmati museum.
Contoh perlengkapan rumah tangga yang kena dampak Merapi
Di hall depan, ada replika Gunung Merapi. Tempat ini, saya lihat dijadikan pengunjung untuk berfoto. Setelah melihat replika, banyak info-info lain yang bisa diperoleh pengunjung terkait merapi. Secara umum, saya lihat menarik karena disajikan dalam bentuk tulisan dan gambar. Bagi anak-anak, itu lebih menarik. Sehingga mereka mau membaca info itu.
Dampak meletusnya Gunung Merapi juga dittampilkan, termasuk dengan contoh barang-barang, seperti peralatan dapur/rumah tangga yang terbalut debu. Ada juga motor yang gosong. "Luar biasa Merapi, ya, Bu," kata anak-anak saya. Saya juga meminta leaflet kepada ibu satpam yang berjaga di museum untuk anak-anak saya.
Contoh sse[eda motor yang gosong
Sehingga mereka bisa membaca lagi mengenai museum itu.Setelah puas membaca berbagai informasi di museum itu, karena waktu kunjungan sudah terbatas, para pengunjung sudah diingatkan petugas untuk keluar dari gedung itu. Oh ya, bagi yang pingin oleh-oleh, di museum itu juga ada konter. Yang dijual seperti kaus bertulisan Merapi dan Jogjakarta. Harganya relatif murah. Untuk kaos anak-anak sekitar Rp 50.000 yang terdiri dari celana dan kaos atas. Tinggal pilih mana yang disuka. Kalau mau lihat-lihat saja, penjaganya juga welcome saja, Setelah keluar dari museum, kami meneruskan perjalanan ke kawasan Kaliurang. Hawanya tambah dingin, Nggak ada target harus kemana saat di Kalurang. Suami saya hanya bilang ingin makan jadah atau tetel. Akhirnya kami mampur ke warung Mbah Carik. Ramai sekali pengunjung dari luar kota. Warung ini menyiapkan harga paketan untuk tahu tempe bacem dan jadah hangat. Rasanya mantap sekali. Dinikmati dalam hawa dingin. Jika ingin makanan itu, mending mampir di warung itu karena masih kondisi hangat. Bandingkan dengan para penjual di pinggir jalan yang menjual serupa tapi sudah dalam kondisi dingin. Lain kali ingin datang lagi ke warung ini..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini