Akhirnya Naik Bus Kembali, Kagok di Terminal Bungurasih
Pada 10 dan 11 Mei 2025 lalu, saya dan anak-anak ke Sidoarjo. Kebetulan ibu mertua dan ipar-ipar serta anak mereka liburan. Mereka menginap di rumah Paksu. Jumlah rombongan ada 15 orang. Saya dan anak-anak sudah bingung awalnya mau tidur dimana kalau di rumah Paksu. Yang jelas sudah full house dan pasti tidak dapat alat pendingin ruangan. Mau memesan kamar hotel maju mundur karena khawatir dirasani.
Saya dan tiga anak saya sampai berunding terus enaknya bagaimana. Memang tidak saya diskusikan dengan Paksu soal menginap di hotel. Akhirnya kita putuskan menginap di hotel saat tiba di Stasiun Sidoarjo setelah berunding lagi. Kami memutuskan menginap di sebuah hotel yang tidak jauh dari rumah Paksu. Setelah klir reservasi dan membayar lewat online, kami memesan Grab kesana. Hari masih sore. Rombongan keluarga Paksu masih di Madura dan ke makam Sunan Ampel di Surabaya.
Di hotel, kami bisa istirahat dan menikmati Sidoarjo dari kamar. Baru ini saya pribadi merasa rileks. Kaca kamar menghadap jalan raya. Kami duduk santai di lantai kamar hotel yang menghadap jendela. Bagi saya, ini seperti mewujudkan impian anak-anak saat kecil yang ingin menginap di hotel di Sidoarjo. Saya juga menyampaikan ke Paksu jika menginap di hotel agar bisa istirahat. Ternyata tidak masalah bagi dia. Sebelum pertemuan, si sulung iseng-iseng mencari tiket kereta api pulang ke Malang.
Ternyata dapat dua tiket KA Arjuno Ekspres. Mungkin ada yang membatalkan. Saya menyetujui dua anak naik kereta api balik ke Malang duluan karena khawatir dengan kucing kami. Ini yang selalu jadi kendala kami tidak bisa pergi keluar kota lebih lama. Sebab biasanya pagi hari, kandang kucing dibersihkan dan diberi makan pagi. Setelah itu kucing-kucing diberi waktu 15 menit buat bermain di teras sebelum masuk kandang lagi. Akhirnya si sulung dan si bungsu berangkat ke Stasiun Sidoarjo pulang dulu ke Malang.
Legalah hati saya. Tinggal si tengah dan saya yang jadi tim naik bus. Sebenarnya mager banget ke Terminal Bungurasih dan naik bus. Tapi tidak ada pilihan lagi karena tiket kereta api habis. Saya sudah bertahun-tahun tidak pernah naik bus karena lebih suka naik kereta api. Dari hotel ke Bungurasih naik Grab Rp 47 ribu. Tapi sopirnya saya beri Rp 50 ribu. Awalnya pingin tidak masuk terminal. Tapi karena sedang longweek end pada Minggu itu, saya tekadkan naik bus.
Ke terminal itu sebenarnya bukan hal baru. Saya sempat beberapa tahun PP Malang-Surabaya karena tugas saya di Surabaya. Tapi akhirnya 2025 masuk kembali ke terminal. Cuma ya agak kagok berdua ama anak. Saya mengandalkan ingatan dan saling bergandengan tangan. Yang berbeda, ketika naik ke lantai dua, ada penjaga. Akhirnya saya putuskan bertanya saja ke petugas kalau ingin ke bus Malang. Si mbak menawarkan apa mau membeli tiket sekalian.
"Lho, ke Malang harus beli tiket langsung?" tanya saya. Dia menjawab bisa. Jadi di area lobi terminal ada petugas ticketing dimana pembayaran bisa cashless. Kelebihannya adalah jadi tahu bus apa yang sedang ngetem di sana untuk ke Malang. Ada bus ekonomi juga patas. Berhubung anak saya ingin coba Bus Bagong, ternyata yang parkir masih bus ekonomi AC. "Kalau Bagong yang Patas masih agak lama," jawab petugasnya.
Ia menunjukkan chat jadwal bus ke Malang. Akhirnya saya pesan dua orang untuk kelas ekonomi. Harganya Rp 22 ribu/orang. Kalau langsung di bayar di bus Rp 20 ribu/orang. Jadi ada jasa di aplikasinya. Oke, gak masalah. Dalam perjalanan, kru bus menukar struk pembelian tiket itu dengan tiket bus asli. Yang saya pelajari disini adalah menyerap suasana perubahan disana. Maklum sudah bertahun-tahun tak pernah ke Bungurasih.
Oh ya, meski tidak memesan tiket di konter bawah, ada petugas yang akan membukakan sistem masuk ke tangga lantai atas. Ia akan memberitahukan lorong bus nomer berapa ke Malang. Nah, yang paling mendebarkan itu ketika akan keluar lorong tapi disana sudah banyak calo atau kru bus yang menawarkan ke penumpang. Saya semakin menggenggam erat tangan anak saya. Tas ransel sudah saya pindah ke bagian dada. Begitu turun tangga, sudah disambut kru bus tujuan.
Anak saya menunjukkan karcis dan kami naik ke bus mencari tempat duduk. Alhamdullilah dapat tempat duduk. Bus berangkat dengan penumpang penuh. "Kalau nggak sama ibu, aku gak berani ke Bungurasih," kata anak saya. Memang rasanya kagok kalau tidak biasa. Padahal dulu sebelum senang naik kereta api, anak-anak juga sering naik bus karena saya ajak menginap di hotel di Surabaya saat liburan. Paling lama pernah menginap tiga hari dua malam. Itupun sudah terasa puas di Surabaya.
Tapi memang jika posisi kita di Sidoarjo kota, untuk ke Bungurasih itu jauh banget. Tapi untungnya saat perjalanan ke Bungurasih, suasana jalan relatif sepi sejak dari Jl Jenggala. Padahal biasanya Gedangan sampai Waru kerap macet dan padat. "Tumben ya suasananya begini," pikir saya. Jadi perjalanan ke Bungurasih juga cepat. Yang jelas, perjalanan pulang itu saya pakai tidur di bus karena hujan. Sekitar 1 jam kemudian sudah sampai di tol Singosari. Biaya perjalanan pulang ke Malang relatif terjangkau. Sampai rumah total habis Rp 110.000 berdua. Sylvianita Widyawati
Komentar
Posting Komentar