Pelayanan di RSSA Dihentikan, Pasien Gagal Ginjal Bergolak Lagi


MALANG-Pasien Jamkesda Kabupaten Malang, khususnya pasien gagal ginjal kembali tidak jelas. Sebab mereka  tidak bisa mengikuti pelayanan di RSSA Malang mulai Selasa (17/7).  Padahal mereka baru saja mengikuti pelayanan kembali di RS milik Pemprov Jatim itu sejak 6 Juli lalu. Satu pasien gagal ginjal dan enam keluarga pasien kemudian berusaha mengadu ke Bupati Malang pada Selasa siang. Namun menemui jalan buntu karena bupati sedang tidak ada di tempat.  Budiano, staf sekri Bupati Malang yang menemui mereka sempat menelpon Mursyidah, Kadinkes Kabupaten Malang yang kepada Budiono akan mengirimkan stafnya, dr Arbani.
“Biar saya yang koordinasi ke RSSA,” kata Mursyidah kepada Budiono lewat telepon. Namun ditunggu hingga satu jam lebih, dr Arbani juga tidak muncul ke ruang sekpri bupati. Kemudian muncul insiden  Wiwin, anak dari Subandi, pasien Jamkesda asal Kecamatan Bululawang sempat pingsan di ruang sekpri.  Wiwin mengaku kelelahan dan kepikiran soal pengobatan ayahnya setelah tahu tidak ada kepastian soal kelangsungan pengobatan di RSSA.  “Rasanya seperti diombang-ambingkan oleh kebijakan yang tidak jelas,” tutur Wiwin. Penyebab pingsannya Wiwin, setelah diperiksa oleh dokter poli Pemkab Malang  diketahui tensi darahnya naik karena ketegangan dirinya.
Pada Selasa sore, Mursyidah kembali menghubungi telepon seluler Budiono dan selanjutnya diserahkan ke Suryo Mulyono, pasien gagal ginjal dan diloudspeaker agar keluarga pasien yang lain bisa mendengarkannya. Mursyidah dalam telepon itu  menyatakan masih mengusahakan agar mereka tetap bisa ke RSSA.  Ia meminta waktu dalam minggu ini untuk bisa menyelesaikannya. “ Kita akan bantu. Tadi saya sudah telepon ke kementrian kesehatan. Memang sejak kemarin (Senin)  sudah tidak dilayani dan sudah disepakati oleh  Wakil Menteri Kesehatan. Besok  (hari ini) dari RSSA akan meluncur ke kementrian,” jelas Mursyidah dalam telepon.
Menurutnya, ia berusaha melakukan mediasi dengan Direktur  RSSA  dan selanjutnya akan berbicara dengan Bupati Malang. “Insyallah akan berhasil, doakan,” katanya. Alasan Mursyidah tidak mau menemui pasien dan keluarga pasien yang ada di kantor sekpri karena ia harus mengurus itu. “Kalau saya ke sana, saya tidak selesai. Saya akan bantu. Sampai malam saya akan selesaikan dan saya sampaikan hasilnya. Jadi, jangan demo dulu biar tidak memperuwet suasana.,” pintanya. Menurutnya, ia dan DPRD Kabupaten Malang juga akan ke Jakarta menanyakan soal itu ke Kementrian Kesehatan.
Namun Suryo Mulyono mewakili teman-temannya juga berharap sambil ada penyelesaian ini, para pasien tetap boleh berobat ke RSSA.  Mursyidah tidak berani memastikan karena masih akan membicarakan dengan Direktur RSSA. “Ya…ya,,” jawabnya singkat. Ny Liati, ibu dari Yulaichah, pasien Jamkesda dari Lawang mengaku anaknya sudah drop mendengar berita distopnya layanan Jamkesda Kabupaten Malang.  “Besok (hari ini, Rabu) jatahnya cuci darah,” tutur Liati. Ia tidak memiliki biaya untuk pengobatan anaknya yang sejak 2,5 tahun ini tidak bisa kencing. Begitu juga Ny Etik asal Karangploso. Suaminya Nuramin, pasien pemegang SPM juga gelisah. “Masak nembung hutang lagi? Suaminya saya setelah mendengar berita itu, ia sudah meminta untuk dicarikan jalan untuk tetap cuci darah,” Ny Etik.
Padahal sebagai pasien SPM, ia baru selesai diverifikasi ulang. “Kasihan juga teman-teman SPM baru diverifikasi. Ke dinkes saja harus membawa pamong, ternyata ada kebijakan baru ini,” tuturnya sedih.  Wiwin juga sudah bingung memikirkan nasib ayahnya, Subandi.  Suryo, pasien gagal ginjal dan Hadi, asal Sumberpucung juga bingung dengan nasib anaknya, Ilham.  “Kalau sudah begini, kita mengadu kesiapa lagi?,” cetus mereka yang sudah apatis. Makin bingung lagi jika memikirkan uang yang harus dikeluarkan untuk biaya cuci darah di RSSA jika harus membayar sendiri.
Dwi Hari Cahyono, Sekretaris Komisi B DPRD Kabupaten Malang menyatakan jika kendala masalah penyetopan pelayanan di RSSA karena menilai Pemkab Malang tidak ada itikat baik untuk membuat ikatan kerjasama baru, ia mendesak untuk segera dilakukan. “Kalau sudah melakukan verifikasi ke pasien, mestinya kendala teknis seperti ini tidak terjadi lagi,” tutur Dwi. Karena itu, pihaknya hanya bisa menagih komitmen Pemkab Malang untuk menyelesaikan itu agar tidak menimbulkan masalah lagi, terutama dampaknya pada pasien gagal ginjal. “Kalau sudah ada MoU baru, soal menata anggaran Jamkesda kan bisa dibicarakan asal pasien tidak di’cut’. RSSA juga lega karena sudah ada MoU,” tuturnya.
Soal rencana ke Kementrian Kesehatan, tutur Dwi, memang ada agenda pada bulan ini untuk dengar pendapat. “Tapi tidak dalam minggu ini. Materinya tidak melulu soal jamkesda, tapi juga yang lainnya,” urainya.  vie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini