Naik Travel Lagi ke Jogja, Jadi Mengenang Masa Kecil Bocil

Setelah beberapa tahun tidak naik teavel ke Jogja, kami naik lagi. Naik travel ke Jogja mengingatkan saya saat anak-anak kecil selalu naik travel ke Jogja. Biasanya kami pesan empat kursi hingga lima kursi. Setelah ada KA Malioboro dari Malang, kami tak pernah naik travel lagi. Saat itu ada anak kami yang selalu muntah usai lewat jalur Kabupaten Malang yang berkelok-kelok. 

Sebagai ibu, biasanya saya saat itu antisipasi menyiapkan baju ganti karena muntah. Dulu saat transit makan, saya biasanya langsung mengganti pampers dan mencuci botol susu. Makan pun gantian dengan Paksu. Kalau saya pribadi ingin naik kereta api. Tapi harganya mahal kalau dari Malang. Anak saya nomer kedua, Jasmine, akhirnya menemukan travel yang masih bisa dipesan. Tarifnya Rp 200 ribu per orang. 

"Tapi nanti lewat Batu, Bu," terang Jasmine pada saya. Kami berempat berangkat ke Jogja. Saya juga mengabari adik ipar saya tentang perjalanan kesana.
Saya sempat ogah ikut karena habis sakit. Tapi dua anak saya tidak mau ikut ke Jogja jika saya tidak ikut. "Semoga ibu kuat ya. Kan habis sakit," jawab saya. Kami membawa satu koper untuk keperluan bertiga. Paksu membawa tas sendiri. 

Saya tak lupa membawa bantal leher dan memakai jaket hoodie penahan dingin. Perjalanan cukup lama karen menjemput para penumpang. Kurang lebih 2,5 jam. Baru sekitar pukul 21.00 WIB berangkat dari Batu. 
Saya berusaha tidur tapi tidak bisa lelap. Tapi sempat ketiduran lelah. Tiba-tiba travel berhenti di sebuah rumah makan. Sopir membagikan tiket dan kupon makan. 

"Bu, tolong disampaikan ke mbak bule. Ada kupon makannya," kata driver. Sebelahku adalah cewek bule Belanda. Kebetulan dia tamu di hostel tempat anakku bekerja. Saat travel menjemput kami, kita sempat say hello. "Ini ada kupon buat dinner," kata saya pada mbak bule. Aku menjelaskan jika ini free. Ia lalu turun dan menuju area makan penumpang. Menu makan malam itu aneka lauk khas Jawa. 

Saya ambil sayur lodeh terong dan dadar telur. Mbak bule juga makan lahap. Saat perjalanan kembali, kami ngobrol. Kadang pakai google translate. Dia dari bahasa Belanda dan ada terjemahan bahasa Indonesia. Kadang juga bahasa Inggris. Mbak bule ternyata berusia 19 tahun. Saat itu ia sudah tiga pekan di Indonesia. "Saya rencana lima minggu di Indonesia," kata dia. Selain ke Jogja, ia akan ke kota-kota lain di Jawa. 

Ia juga menanyakan ke saya apa pernah ke Bali dan Lombok. Biasanya ia sambil membuka peta. Misalkan saya ke Lombok pernah ke Pantai Senggigi. Ia mencari di peta. "Oh..ini ya? Apa juga ke Pantai Kuta Lombok?," tanyanya. Saya jawab belum. Dijelaskan dia, ia lulus SMA tahun lalu lalu gab year. Tahun ini akan kuliah. Dia juga menanyakan mengapa ramai sekali saat ini? Kok banyak yang libur. Saya terangkan jika ada liburan tiga hari di Indonesia.

"Jadi Ibu sekeluarga ya liburan ya?" tanyanya. Saya jawab iya. Karena sekalian mengunjungi mertua di Jogja. "Oh begitu. Jadi ibu tinggal di Malang ya," kata dia. Saya jawab iya. Dia juga menanyakan ke Jogja seberapa sering. Saya jawab setidaknya setahun sekali. 

Setelah itu kami tertidur. Mbak bule berencana terbang ke Vietnam setelah dari Indonesia. Tahu-tahu driver membangunkan mbak bule karena sudah sampai di penginapan dia di Jogja. Dia lalu pamit dengan menganggukkan kepalanya ke saya sebelum pergi.foto/sylvianita widyawati
Suasana di rumah makan di Caruban, Madiun untuk makan malam.

Saya sekeluarga dijemput adik ipar di luar Terminal Jombor, Sleman memakai mobil sewaan. Mobil ini yang mengantar kami selama dua hari bepergian di Jogja, Sleman dan Magelang. 

Karena merasakan naik travel penat, kami memutuskan naik bus eksekutif Eka ke Surabaya. Lalu aku dan dua anakku ganti bus patas ke Malang. Total perjalanan 10 jam. Di rumah, kita langsung tidur karena kelelahan setelah sholat subuh. Sylvianita Widyawati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Belum Sosialisasi E KTP, Pelaksanaan Molor