Uang Receh

Saya sering mengumpulkan uang receh dari ongkos kembalian naik angkutan. Awalnya sering saya campur antara lembaran uang kertas dan receh. Lama-lama menganggu juga di kantong. Karena setiap hari selalu ada uang receh, saya masukkan ke dompet kecil khusus uang receh. Dompet itu saya masukkan ke tas kerja. Sedang non receh ada di dompet lain.

Uang receh itu nominalnya mulai Rp 100 sampai Rp 1000. Uang receh Rp 1000 lebih simpel dari keren. Kadang masih saya pisah sendiri di gelas kecil di kamar saya. Menurut saya, uang receh ini sangat bermanfaat. Kadang-kadang saat belanja membutuhkan kekurangan uang Rp 100 sampai Rp 500 cukup ambil dari uang receh.

Berbeda ceritanya ketika tidak ada uang receh saat belanja, Kasir di toko memutuskan sendiri kembalian sesuai pembulatan. Rasanya kesel. Misalkan belanja habis Rp 30. 325. Maka kasir akan cenderung membulatkan Rp 30.500. Alasannya tidak ada uang receh. Nah, berguna kan uang receh.

Namun anak-anak sekarang kurang suka membawa uang receh. Untuk uang jajan sekolah, mereka tidak suka membawa uang receh, meski itu nominalnya Rp 1000. Memang kesannya kurang praktis. Apalagi jika dimasukkan ke saku seragam. Bisa jatuh karena selalu ada aktifitas bergerak.

Ini juga terjadi pada anak saya. "Malu ah bawa uang receh," jawab Rahma, si bungsu. Lho kenapa? Nilainya juga sama dengan uang kertas. Namun ia berkeras hati sehingga saya mengganti dengan lembaran kertas, he...he. "Uang receh ini jangan kamu tolak. Emang bisa kamu mencari uang? Mendapatkan uang receh ini juga harus bekerja dulu," kataku. Dia hanya tersenyum saja.

Uang receh 
Uang receh juga membantu saya ketika membayar ongkos angkutan umum. Terutama ketika di dompet hanya ada uang 'gedhe'. Terus terang, saya agak parno disemprot sopir angkot.

Waktu itu, saya hendak melakukan perjalanan ke Kepanjen, Kabupaten Malang. Uang saya di saku celana ada Rp 50.000 setelah mengambil dari ATM. Ketika membayar ongkos, sopir angkotnya marah-marah.

Hal itu terjadi karena ia tidak bisa memberikan uang kembalian. Sementara yang didapat pagi itu mungkin kurang dari uang yang harus dikembalikan ke saya. Lebih marah lagi, ternyata ada penumpang lain juga membayar dengan uang 'gedhe'. Makin emosi saja. "Eh..Mbak. Mene lek numpak angkot nggowo duit Rp 100.000 yo gae bayar angkot yo," celetoh sopir itu ke saya. Wajahnya nggak ramah.

Sejak saat itu...treng...treng..

Saya berusaha ada uang 'kecil' di kantong saku saya. Kembali ke uang receh, pernah suatu hari uang receh itu saya kembalikan buat membayar angkot. Kebetulan saya duduk dekat sopir. "Pak, saya bayar pakai uang receh ya. Ini banyak recehan Rp 500 dari uang kembalian angkot," kata saya ke sopir. Responsnya simpatik. "Wah...tambah seneng, Mbak. Sekarang sulit mencari kembalian uang receh," jawabnya. Alhamdullilah kalau gitu... (sylvianita widyawati)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini