Kangen Permainan Masa Lalu

Saya mendatangi sebuah acara di Candi Badut Kota Malang, Minggu (19/11/2017) tentang Hari Anak Sedunia. Namun yang menarik justru sajian acaranya berupa kegiatan permainan zaman dulu. Anak-anak bermain bersama teman-temannya dakonan, nekeran atau main kelereng, main jamuran, ular tangga dll.

Pengiatnya adalah berbagai komunitas. Saya ajak anak kedua saya, Jasmine dan suami saya. Tepatnya, saya minta antar dan saya mengajak anak agar dia juga bisa tahu permainan zaman dahulu. Di satu sisi saya meliput, di sisi lain, saya juga ada rasa prihatin pada diri saya. Saya juga tidak punya banyak waktu mengajak anak-anak bermain mainan zaman dulu.

Saya dulu SD karena tinggal di kampung juga beragam mainannya. Seperti tekongan, bektor pakai batu, sprentoan atau main tali dll. Saya juga dulu mainan masak-masakan. Barangnya bukan dari mainan plastik. Namun dari tanah liat. Saya ingat penjualnya bapak tua. Jika jualan, ia berhenti dekat rumah nenek saya.

Perlengkapan rumah tangga mini ada. Seperti kompor-komporan, piring, tempat menanak nasi dll. Asik rasanya main dengan teman-teman atau saudara di sekitar rumah pulang sekolah. Anak-anak saya, mungkin juga yang lain pasti juga masih sedikit melakukan permainan tradisional.

Namun pada siswa SD biasanya masih ada yang merasakan permainan itu di sekolah seperti engklek atau main tali. Karena kadang-kadang saya mengetahui dari cerita anak saya. Beda dengan saat SMP yang sudah "ndekem" di rumah usai pulang sekolah. Badan sudah lelah karena sudah pulang sore dan berangkat sekolah pagi.

Yang jelas, dari kegiatan di Candi Badut itu, saya merasakan ada kegelisahan dan kekangenan pada permainan zaman dahulu. Jika sekarang tidak dikenalkan, mereka bakal tidak tahu. Saya juga melihat semangat ibu-ibu membawa anaknya karena juga ingin mengenalkan buah hatinya pada permainan tradisional dulu. Sylvianita Widyawati