Si Jahat Justru Orang Terdekat


Pelaku kekerasan seksual ternyata banyak yang dilakukan oleh pengasuh pengganti seperti ayah tiri atau keluarga dekat. Pemicunya karena situasi rumah yang mendukung dan tidak ada pengawasan sistem kontrol. 

”Sehingga anak atau perempuan sering jadi korban dari pengasuh pengganti,” kata Winny Isnaini dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Divisi Advokasi Provinsi Jawa Timur dalam seminar pendidikan seksual untuk anak usia dini di Pendopo Kabupaten Malang, Rabu (30/11) untuk guru TK/RA se Kabupaten Malang.

Lebih mudah terjadi kondisi itu karena umumnya ibu kandung dari si anak tersebut tidak ada di rumah karena bekerja di luar negeri sebagai TKW. Sementara pengasuh pengganti mungkin tidak melakukan itu ke anak tirinya, tapi bisa juga dilakukan oleh om-nya. Yang menjadi korban sebagian besar merupakan siswa SMP, tapi ada juga yang masih duduk di bangku SD.

Untuk kasus seperti itu, lanjutnya, banyak terjadi di daerah-daerah kantong TKI, termasuk adanya kegiatan seks bebas di kalangan remaja karena orangtua mereka tidak menemani mereka saat usia rawan itu. ”Jadi tidak ada yang mengontrolnya,” ungkapnya.

Hal itu juga dibenarkan oleh Hikmah Bafaqih, Wakil Koordinator/Ketua Harian P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak) Kabupaten Malang terpisah. ”Kekerasan seksual pada anak banyak mendominasi kasus yang dilaporkan ke kita,” kata Hikmah. Korbannya rata-rata berusia 15 tahun-17 tahun. 

Selain keluarga dekat sendiri yang ’memakan’, pelakunya adalah pacar sendiri. Bahkan dari pernyataan salah satu guru TK/RA yang hadir di acara itu, orang di luar keluarga dekat juga patut diwaspadai. Sebab ada kejadian penjual makanan di sekolahnya yang sering ’gemes’ pada salah satu siswa TK. 

Tapi ’gemes’nya tak wajar yaitu memegang kemaluan siswa itu ketika membeli makanan ke penjual itu. Kasus itu diketahui setelah siswa takut sekolah dan menangis karena kemaluannya sakit. Akhirnya orangtua melaporkan hal itu ke sekolah.

”Kasus seperti itu juga harus dilaporkan ke polres, termasuk penjualnya,” kata Winny. Kasus pelecehan seksual yang tercatat di P2TP2A setelah terbentuk pada tiga bulan lalu sebanyak 14 kasus dari 27 kasus  pada Agustus-November 2011. Sementara Januari-Juli 2011 sebelum P2TP2A terbentuk, tercatat ada 55 kasus. 

Mencegah makin banyaknya pelecehan seksual, perlu pemberian pengetahuan seksual sangat diperlukan kepada anak usia dini.  ”Paling pas dilakukan ketika anak usia puber ketika kesiapan kognitif hingga spiritualnya sudah siap,” ujar Winny. Caranya dengan memberi pengetahuan yang benar, tambah Zakaria Ahmad dari Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LP3A UMM).

Winny sendiri berpendapat dengan adanya P2TP2A di daerah-daerah akan memudahkan mengekspos secara terpadu kasus seperti pelecehan seksual yang terjadi di masyarkat. ”Kasus yang terjadi harus diselesaikan di jalur hukum, meski itu melibatkan ayah kandungnya sendiri,” ujarnya. 

Katanya, korban KDRT apalagi dilakukan oleh orang dekatnya biasanya menimbulkan trauma yang dalam. Sehingga korbannya harus masuk shelter (rumah penampungan) agar dijauhkan dari komunitasnya untuk memulihkan traumanya.

Ia mengatakan, korban kekerasan juga rawan menjadi pelaku. Seperti sering mendapat tamparan, maka ia akan melakukan hal serupa. Begitu juga korban perkosaan, maka mungkin malah makin akan terjerumus jika tidak bisa menyelesaikan masalahnya. sylvianita widyawati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini