Repotnya Berperan Ganda

Berkarier sebenarnya pilihan. Sejak kecil, saya sudah punya impian memiliki pekerjaan. Kebetulan, saya bisa mendapatkan pekerjaan yang saya inginkan, yaitu di media. Saya kemudian memutuskan kuliah jurnalistik  di Surabaya untuk mengejar cita-cita saya.

Namun, setelah memiliki anak yang makin besar, rasanya makin repot berperan ganda sebagai ibu bekerja dan ibu rumah tangga. Dengan target kerja yang tinggi, waktu memang banyak di luar rumah.
Padahal, kadang target tidak terpenuhi. Hal ini karena proses mendapatkan berita butuh waktu dan kemana-mana.

Tiba-tiba terasa sudah sore. Saya harus bergegas pulang. Apalagi saya liputan di Kabupaten Malang. Untuk kembali ke rumah di Kota Malang, butuh waktu lama. Namun semua saya lakukan demi mereka.
Ini keluarga saya...full team
Sejak September 2014, dua anak saya mengikuti bimbel dekat rumah. Sehingga saya harus antar jemput mereka pada Senin-Kamis sore.

Rasanya kaki ini, yuhuiiii deh, Capek banget. Tapi anak-anak suka sekali kalau aku antar jemput. Saya sendiri merasa, itu bentuk support ke anak-anak biar semangat.

Semoga semangat ini juga dirasakan anak-anak. Selain itu, saya juga harus memperhatikan si bungsu yang masih duduk di kelas 1 SD.
Hal ini karena ia memiliki masalah soal membaca. Belepotan. Sampai stres saya memikirkan. Sementara untuk soal hitungan/matematika masih lumayan. Tapi dengan pemberlakuan kurikulum 2013, pelajaran terasa berat. Terutama pada pemahaman bahasanya. Almadullilah akhirnya bisa lancar membaca.
Namun saya merasakan ia kurang bisa memahami artinya. Contohnya untuk pelajaran matematika sudah tidak melulu angka. Tapi lebih banyak ke bercerita, tapi ada unsur angkanya. Sehingga perlu pemahaman bahasa. Sehingga saya harus menjelaskan maksud pertanyaan itu setelah ia selesai membaca.
Setiap hari, saya meluangkan waktu untuk si bungsu agar tidak ketinggalan pelajaran. Selain saya perhatikan masalah pelajaran, setiap pagi saya mengantar sendiri ke sekolah. Hal itu jarang saya lakukan pada dua kakaknya. Sebab waktu itu, Rahma masih kecil. Sehingga saya berlangganan becak buat mereka sejak TK-SD.

Mengantar si bungsu  jalan kaki ke sekolahnya mengasikkan. Saya membawa tasnya, dia jalan melandai sendiri. Lagaknya.....hmmmm. Sejak dari rumah sudah meminta saya membawa tas ranselnya. Setelah itu, kami bergandengan tangan ke sekolahnya.

Dari rumah, kira-kira hanya memakan waktu lima-tujuh menit untuk sampai sekolah. Saya berada di sekolahnya sampai bel berbunyi, Karena saya bekerja, pulangnya, ia dijemput pak becak langganan untuk dibawa ke rumah neneknya.
cekrek......

Usai mengantar sekolah, saya bergulat dengan pekerjaan. Saya tidak memiliki pembantu. Kecuali saat anak-anak masih kecil sekali.

Saya butuh bantuan menjaga mereka saat di rumah ibu. Karena tidak ada yang membantu, maka sebelum berangkat bekerja, semua harus beres.

Baru, sore hari, kesibukan dengan anak-anak terulang lagi. Untungnya, dengan sistem pelaporan lewat email dan tidak harus ke kantor, membuat saya agak leluasa mengantur waktu. Tapi, sekarang saya merasa, pekerjaan ini sudah tidak ideal lagi untuk anak-anak.

Karena kadang meski di rumah, saya masih harus mengerjakan tugas mengirimkan berita atau perbaikan lainnya. Belum lagi terkena jadwal antar jemput anak ke tempat les. Sementara si kecil juga sudah heboh dengan PR-PRnya. Ia tidak mau dibantu kakaknya.

Semua harus saya. Pernah, karena ia lelah menunggu, ia tertidur dekat saya. Akhirnya, saya harus mengerjakan PR dia. Pada pagi harinya, saya harus menerangkan hasilnya. Saya rasa sudah waktunya memutuskan alternatif lain agar anak-anak nyaman dengan saya. Tinggal menunggu waktu yang tepat. Tapi Alhamdullilah, dinikmati saja dulu sekarang ini. (sylvianita widyawati)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini