Meraup Untung Dari Si Mini


Naning dengan si mini
Berawal dari resep keluarga, Ummi Massa Suryaningtyas (42) mengembangkan kue cum-cum mini isi krim. Bisa dibilang, camilan ini unik.

Karena biasanya kue cum-cum yang dijual ukurannya besar dan diisi vla atau masuk kategori kue basah sehingga tidak tahan lama.

“Tapi saya mengembangkan kue cum-cum kering ukuran mini. Jika pengemasan bagus bisa bertahan hingga enam bulan,” jelas Naning, panggilan akrabnya,

Lokasi usahanya di rumahnya di Istana Bedali Agung, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Sabtu (16/4). Dari resep itu, akhirnya dibuat bisnis serius sejak 2004 dibantu oleh suaminya, Budi Dharma. “Sejak itu, kami mulai memasukkan ke toko-toko oleh-oleh,” cerita ibu satu anak ini.

Seperti halnya awal berusaha, tidak semuanya berjalan mulus, terutama karena tidak memiliki koneksi atau karena masih belum percaya pada produknya. Tapi manis getir perjuangan itu terus dilakukan tanpa putus asa. Dimulai dengan memasukkan di Bakpao Telo yang ada di Purwodadi, Kabupaten Pasuruan yang berada di dekat perbatasan Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

Responsnya bagus waktu itu meski awalnya masih mengirim ke tempat itu sebanyak dua lusin.
Hal ini semakin mengobarkan semangat pasangan suami istri ini untuk mencoba memasukkan kue produksinya ini ke toko-toko lain, seperti di Kota Malang dan Kota Batu yang merupakan kota tujuan wisata.

Yang membuatnya bangga adalah jarang sekali kue buatnnya itu mengalami pengembalian dari toko karena tidak laku. Kalaupun ada, biasanya karena ada kasus seperti  toples plastik kuenya dijatuhkan konsumen sehingga toko mengembalikan karena ada kue yang patah. Kue berlabel Salsa (Salam Sayang) ini dijual dengan kemasan toples plastik dengan berat 200 gram yang jika di toko kue/toko oleh-oleh dijual mulai Rp 15.000-an.

Kini Naning bisa memproduksi cum-cum mini ini per hari mencapai enam lusin atau sebulan mencapai produksi 156 lusin. “Sebenarnya ada permintaan dari Kalimantan juga. Tapi masih belum bisa memenuhi karena kendala kemasannya. Sedang kami pikirkan cara mengemasan kue ini yang aman terutama untuk pengiriman jarak jauh,” kata Budi, suami Naning yang berkonsentrasi dalam bidang pemasaran produksi istrinya ini.

Ia baru saja mendapatkan tambahan pengetahuan soal pengemasan dengan mengikuti pelatihan yang dilaksanakan oleh Disperindag Provinsi Jawa Timur pada 4-8 April 2011 lalu. Salah satu pembahasannya mengenai pengemasan barang untuk ekspedisi. “Jika selama ini untuk sekitar Malang cukup karton gelombang satu, untuk ekspedisi jauh setidaknya perlu karton kemasan gelombang tiga agar toples tetap bagus kondisinya begitu juga isinya,” tutur Budi. sylvianaita widyawati

Kerahkan Lima Pekerja Harian

Proses pengerjaan si mini cum cum
Pengerjaan kue cum-cum mini kering isi krim dengan topping warna-warni chip ini, Naning dibantu oleh lima pekerja harian di rumahnya.

Perlu banyak pekerja karena pembuatan kue ini nampaknya padat karya terutama untuk pembuatan cum-cum mininya dan pengisian krim gulanya.

Sementara untuk bahan pembuatannya kue ini yaitu tepung terigu, gula, garam, margarine, lemak nabati dan aroma makanan.

Tepung terigu setelah dicampur dengan mentega selanjutnya digiling sampai tipis. “Untuk dicetak dalam cetakan kerucut juga butuh tenaga manual. Begitu juga pengisian krimnya,” jelas Naning.

Selanjutnya, cetakan isi bahan yang sudah digiling itu kemudian dioven selama 45 menit. Setelah itu didinginkan dan baru diisi dengan krim. Isi krim itu sendiri adalah gula halus dan margarine yang diberi sedikit pewarna. Di atasnya diberi topping chip berbahan susu. Setelah diberi topping, tampilan cum-cum mini itu terlihat atraktif.

Menurut wanita kelahiran Kediri, 14 Januari 1969, awal diberi topping itu setelah melakukan evaluasi bahwa krim yang diisikan ke cum-cum itu jika ditaruh di toples agak ‘meleleh’. Tapi setelah diberi chip, jadi penahan lelehan krim itu. Resep keluarga ini disyukurinya karena bisa dijadikan bisnisnya.

“Sejauh ini, kue buatan saya belum ada pesaingnya karena unik,” bangganya. Apalagi produksinya sudah bisa menembus toko oleh-oleh ternama di Surabaya yaitu Bogajaya dan Panen Raya yang memiliki sejumlah jaringan.

Obsesi pasangan suami istri yang sama-sama alumnus STIKOSA AWS “Prapanca” Surabaya ini adalah mendirikan toko oleh-oleh sendiri. “Selain menampung kue produksi saja, juga bisa menampung produksi UMKM lainnya. Saya akan selalu berdoa akan rencana ini bisa terwujud,” pungkas ibu dari Salsabila ini. sylvianita widyawati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto