Selamat Tinggal 2020, 2021 Datang dan Masih Pandemi Covid-19

Hari ini, Kamis 31 Desember 2020. Dan selamat datang 2021. Alhamdullilah masih diberi sehat dan bertahan. Semoga semuanya juga begitu dalam kondisi harus "berteman" dengan pandemi Covid 19. Hari ini saya merasa dibawa ke setback perjalanan 2020. Januari-Februari seperti masih baik-baik saja meski sudah terdengar Covid dari negara lain. Sebagai reporter, saya juga kerap menanyakan dampaknya di Indonesia meski Corona saat itu masih di China. 

Kadang suka males sendiri mengapa harus menanyakan itu. Ini karena khawatir nanti akhirnya virus itu menyeberang ke Indonesia. Saya ingat waktu itu menanyakan dampak ke pariwisata, pendidikan dll.Mahasiswa yang kadung liburan semester di Indonesia tidak bisa kembali ke China sementara dll. Yang mau berangkat apalagi. Maret 2020, anak saya pertama masih bisa melaksanakan ujian nasional yang ternyata terakhir kalinya. 

Ujian kelar, siswa kelas 12 SMK sudah tidak ada kegiatan lagi. Tapi ternyata pandemi Covid ke Indonesia juga. Para siswa SMA tidak ada lagi unas. Begitu juga SMP dan SD yang bernama ujian sekolah. Saya ingat, si tengah sudah mempersiapkan unas SMP seperti terbengong ketika tidak ada unas. Ia masih belum mempercayainya. Namun setelah itu tugas-tugas dikerjakan semua di rumah lewat daring. Begitu juga si bungsu. 

Sejak 16 Maret 2020, semua belajar dari rumah sampai lulus kemudian. Belajar dari rumah adalah pilihan tepat. Saya juga sempat bingung bagaimana liputan. Ada rasa was-was. Hampir tiga bulanan, saya juga menyesuaikan dengan sikon. Saat itu, keluarlah istilah work from home. Saya kira semua instansi juga begitu. Alhamdullilah, untuk berita pendidikan tidak sampai keteteran. Ada aja isu yang bisa dikembangkan dalam kondisi itu meski hanya lewat telpon, WA diselingi liputan lapangan.

Oh ya, dalam kondisi itu, semua jadi wajib pakai masker. Saat itu, namanya masker medis mahal sekali. Saya juga memikirkan limbahnya. Saya sampai coba bikin sendiri model persegi empat dengan membeli kain katun Jepang di toko kain Sogo di JL Pasar Besar. Karena bertahun-tahun tak pernah beli kain, saya juga tidak tahu harganya. Ternyata bikin masker juga susah. Sampai suatu hari dapat masker dari kantor. 

Anak saya coba mencontoh dengan kertas. Hasil awalnya jelek. Saya perbaiki terus. Sampai akhirnya saya ketagihan bikin masker kain. Iseng-iseng beli kain perca di Shopee. Ya gara-gara pandemi saya shopping online barang pritilan macam kain perca. Tapi motifnya unik2, segar. Sampai sekarang, tiap bulan saya belanja kain perca. Saya bilang ini belanja receh karena dibawah Rp 50 ribu. 

Sekarang koleksi masker saya banyak dan bisa dicuci ulang. Anak-anak juga makai. Stok yang belum terpakai juga banyak. Saya bikin buat persiapan nanti jika anak-anak sekolah yang entah kapan. Jadi saya masukkan ke plastik biar tidak kena debu. Btw, kembali ke sekolah anak-anak, belajar di rumah membuat pembiasaan baru pada mereka. Terutama pada jam tidur. Rata-rata jadi lebih malam hingga dini hari. 

Bahkan kadang jam 01.00 WIB dini hari masih masak di dapur. Entah bikin nasi goreng, mie instant dll. Pokoknya saya harus punya stok bahan makanan di lemari agak lebih karena jadi suka makan. Setelah sholat Subuh tidur lagi. Meski sudah ada jadwal sekolah, setelah presensi, siswa diberi waktu panjang untuk mengerjakan jawaban sampai pukul 21.00 WIB. Saat si bungsu SD (kini SMP), siswa hanya mengisi jawaban soal-soal. Interaksi guru-siswa hanya lewat grup ortu lewat WA. 

Beruntung karena jam kerja saya mobile, saya bisa membantunya. Namun si bungsu kurang diliterasinya. Untuk membaca buku-buku yang ada masih kurang. Ini sumber masalahnya. Rata-rata nanya ini jawabannya apa? Saya nanya lagi, apa sudah dibaca bukunya? Jawabnya belum. Duh..bikin kesel. Setelah jawaban selesai, orangtua mengembalikan ke sekolah.

Sedang si tengah yang saat itu masih SMP kelas 3 lebih bertanggung jawab. Sekarang ia sudah di SMK kelas 10. Setelah menyelesaikan Zoom dengan guru sekolahnya, setelah istirahat, ia mengerjakan PR. Hasil rapor semester satu ini bagus. Saya kagum dengan perubahannya. Terutama disiplin waktu dalam pengerjaan PR dan belajar mandiri meski tidak diawasi guru. 

PR saya memang si bungsu hingga sekarang. Apalagi guru hadir hanya lewat tugas-tugas. Sampai 6 bulan ini, belum pernah menyapa entah lewat Zoom atau video call. Saat raportan lalu, nilai olahraganya D. Desember 2020, angka konfirmasi positif Covid makin banyak termasuk di Kota Malang. Bahkan saat raportan semester ganjil pun dengan mengunduh e rapor dari sekolah tanpa orangtua ke sekolah.

Tahun-tahun sebelumnya kan tidak. Hari pasti rempong karena semua anak minta saya yang ambil rapor. Untung ada Gojek. Oh ya, sejak semester ganjil karena meneruskan daring, maka jika pagi hari, dua anak aktif di kamarnya dengan laptop masing-masing karena semua lagi Zoom. Maka saya harus lebih pagi di dapur jika harus bikin nasi.

Ini karena rumah saya hanya memiliki daya 450 watt. Berkat daya kecil ini, sejak pandemi, saya dibantu pemerintah tidak membayar listrik bulanan karena ada subsidi. Saya berhitung waktu karena takut wifi mati karena listrik njeglek. Saya biasanya bikin nasi di rice cooker pagi hari. Jika gak bisa, saya menanak nasi di dandang yang lebih tidak gampang basi. 

Jika semua Zoom sampai siang, yang namanya cucian baju menumpuk dulu karena tidak menghidupkan mesin cuci. Akhirnya, cucian saya kerjakan Jumat malam atau Sabtu karena libur kerja. Bagaimana si bungsu? Waktu presensi harus bangun. Setelah itu kadang masih tidur lagi. Kemudian cuci muka dan mengerjakan soal-soal. Mandi pagi sudah sulit. 

Oh ya, pagi hari saya masak buat sarapan dan makan siang. Karena anak-anak saat sekolah di rumah juga ada jam istirahat. Yang sulung karena "kuliah" pagi juga belum sarapan. Biasanya ia keluar kamar dan pergi ke dapur sambil ambil sarapan dan minuman. Kadang juga pernah saya pergoki ketiduran berselimut. Zoomnya masih aktif dan ternyata sama dosennya, mahasiswa diminta mematikan kamera. 

Sebenarnya saya maklum. Apalagi si sulung juga bekerja part time di sebuah kafe dekat rumah. Karena kuliah daring, sisi positifnya, ia masih bisa bekerja sesuai passionnya di boga. Tempat kerjanya tidak jauh dari rumah. Kurang dari lima menit. Jam kerjanya mulai pukul 10.00 WIB. Kalau masuk sore pukul 16.00 WIB. Januari 2021, ia genap 6 bulan bekerja. Ia memutuskan Februari 2021 tidak bekerja paruh waktu untuk fokus di kuliah.

Ini karena jurusan yang diambilnya hal baru sekali. Sehingga ingin mencintainya agar berhasil. Saya bilang oke saja. Saya sudah senang dengan kesibukannya meski tidak membantu di rumah. Di rumah saya tidak punya pembantu. Jadi saya harus handle semuanya. Semester genap, mulai 4 Januari 2021, anak-anak kembali sekolah/kuliah daring. Entahlah saya sementara ini lebih sreg anak-anak di rumah saja. Kadang-kadang saya memang ajak jalan-jalan saat akhir pekan. Tapi sisa hari lebih banyak di rumah. 

Semoga 2021 lebih baik lagi kondisinya meski gak tahu sampai kapan pandemi ini berakhir. Setidaknya, di masa kenormalan baru, semua sudah tahu bersikap. Memakai masker, jaga jarak, mencuci tangan dengan sabun dengan air mengalir. Setiap toko/usaha pasti di depannya ada tempat cuci tangan. Di sekolah, wastafel ditambah. Semua butuh lingkungan yang mendukung agar bisa menjalankan ini. Selamat datang 2021. Sylvianita Widyawati




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini