Museum Musik Malang Digitalisasi Majalah Musik
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Majalah-majalah musik lama didigitalisasi oleh Museum Musik Indonesia (MMI) Kota Malang. Andai semua diabadikan seperti ini, maka karya itu akan ada selamanya meski mungkin reporternya kelak sudah tiada. Tulisan itu akan abadi. Ini tulisan saya sudah dimuat di media saya dan ingin saya abadikan juga di blog ini.
SURYAMALANG.COM-MALANG-Museum Musik Indonesia (MMI) telah menyelesaikan digitalisasi 200 edisi delapan majalah musik yang dalam kurun waktu 12 tahun (1967-1978). Hasilnya kemudian ditampilkan di https://museummusikindonesia.id sehingga bisa diakses masyarakat umum lebih luas. Bahkan bisa unduh misalkan untuk kepentingan riset.Ini merupakan pekerjaan Dokumentasi Sejarah Musik Populer di Indonesia Tahun 1967 1978 yang didanai oleh Kemendikbud lewat Ditjen Kebudayaan FBK (Fasilitasi Bidang Kebudayaan). Delapan majalah yang digitalisasi dengan cara scan adalah Diskorina (Yogya), Favorita (Surabaya), Paradiso (Surabaya) serta Junior, Star, Top, Varia Nada dan Vista, kelimanya terbit di Jakarta. Semua majalah tersebut saat ini sudah tidak terbit lagi.Pekerjaan serupa pernah dilakukan saat melakukan digitalisasi 200 edisi Majalah Aktuil (Bandung) yang didanai UNESCO lewat program MOWCAP (Memory of The World Committee Asia Pacific). "Di MMI banyak sekali koleksi majalah berserakan. Ada 2000 an. Ada majalah musik, film, budaya dll," jelas Hengki Herwanto, Ketua MMI pada wartawan di Hotel Pelangi.Ia melihat itu perlu sebuah wadah untuk disajikan agar bisa menggambarkan bagaimana musik Indonesia populer di 1967-1978. "Yang berserakan ingin saya kumpulkan menjadi rangkaian sejarah," katanya. Dikatakan, informasi dalam delapan majalah musik itu menarik. Sehingga mungkin bagi siswa, mahasiswa bisa jadi bahan penelitian/riset atau skripsi.Bahkan peneliti dari luar negeri tertarik. Dijelaskan, koleksi kertas rawan rusak, robek. Warna majalah juga makin lama buram. Sehingga harus diselamatkan. Selain itu juga rawan jika ada kebakaran atau banjir. "Dengan digitalisasi maka tidak akan musnah. Masyarakat bisa mengunduh tanpa dipungut biaya," jawabnya.Dari 200 edisi juga, jumlah halaman yang discan bisa mencapai 7000-8000 lembar. Kemudian semua halaman dalam satu edisi digabung dan dilengkapi dengan daftar isi. Tahap berikutnya adalah mengunggahnya ke dalam laman MMI. Untuk melengkapi pekerjaan ini, dibuat pula buku katalog yang dicetak secara terbatas. Katalog berisi gambar cover dan daftar isi setiap edisi majalah.FBK merupakan usaha dari pemerintah untuk membantu pembiayaan atas kegiatan para pelaku budaya dalam rangka Pemajuan Kebudayaan Indonesia. Tahun 2020 ini proposal yang diterima sejumlah lebih dari 2000 buah dan yang berhasil lolos seleksi 129 proposal. Tiga di antaranya berasal dari Kota Malang. Untuk mengajukan proposal itu harus mendapat rekomendasi dari Dinas Dikbud Kota Malang.Apa yang disajikan di majalah itu pada era 1967-1978, ternyata sudah banyak penyanyi Indonesia mengisi acara ke luar negeri. Termasuk Dara Puspita. Kemudian pada 1970an, industri kaset meledak karena saat itu harga piringan hitam mahal dan terbatas. Pada 1975, kelompok musik Deep Purple manggung di Senayan.Dian Kuntari, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang mengapresiasi apa yang dilakukan oleh MMI. "Pada 2021, kami akan membangun literasi digital. Semoga MMI bisa jadi kontributor," kata Dian. Selain MMI, FBK juga ke warga Malang lainnya yaitu Syarifudin dari Museum Panji yang mendokumentasikan 3D dari candi-candi. Serta Rosiana yang mengumpulkan cerita-cerita rakyat di Kota Malang.Anang Maret, Sekretaris MMI yang ikut melaksanakan pekerjaan memindai menyatakan pengalaman mengerjakan 200 majalah Aktuil membuat lebih lancar saat mengerjakan delapan majalah 200 edisi. sylvianita Widyawatiemail: <sylvianitawidyawati@gmail.com>
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar