Berbagi Pengalaman Bekerja Sebagai Jurnalis

Saat Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2021 lalu, saya dihubungi lewat pesan WA dari kru Radio RRI Pro 2 Malang. Intinya mengajak berbagi pengalaman sebagai jurnalis. Awalnya saya ragu-ragu. Akhirnya saya menerima karena lebih ke pengalaman pribadi. Saya ditelpon dari nomer kantor radio itu. Sebelumnya itu, saya sempat bikin "oret-oret" tulisan. Barangkali ditanya. Eh, malah pas on air mengalir saja. Mungkin karena host juga santai.

Awalnya ditanya apa memang sejak awal ingin jadi jurnalis? Saya menjawab, awalnya ingin jadi penulis saja, bukan jurnalis. Memang sejak SMP saya suka menulis fiksi kayak cerpen atau puisi. Di SMA juga masih begitu untuk mading atau mengirim naskah ke koran waktu itu. Menurut saya, menulis cocok untuk saya yang introvert. Tapi saya juga mulai ikut atau diikutkan sekolah di kegiatan diklat jurnalistik saat di SMAN 5 Kota Malang.

Pernah juga ikut diklat pas libur sekolah atas keinginan pribadi. Tapi saya belum ingin jadi jurnalis. Setelah gagal masuk Ilmu Komunikasi di Unair Surabaya, saya berniat kuliah di Jakarta. Tapi ayah keberatan. Saya boleh memilih kuliah sesuai keinginan saya di Surabaya. Ayah mendaftarkan saya di Stikosa-AWS Prapanca waktu itu. Saya ambil jurnalistik. Saat kuliah, saya kadang ikut teman saya yang aktif di sebuah radio. Disana ada kegiatan dunia mahasiswa. 

Tugas saya waktu itu membuat kliping berita tentang kegiatan mahasiswa dan dibacakan oleh penyiarnya. Masa-masa galau atas pilihan saya sudah pernah terasakan ketika di semester 4-5. Saya khawatir pilihan saya salah karena saya belum mendapatkan jalan bagaimana jadi penulis. Padahal orangtua sudah membebaskan saya. 

Saya merasa diberi jalan ketika ada program magang tiga bulan. Kampus saya kerjasama dengan Harian Surya. Karena matkul saya tinggal sedikit, saya putuskan ambil magang. Saat itu bersembilan orang. Dua perempuan dan sisanya laki-laki. "Jika tidak sekarang saya ambil, saya tidak akan berubah," pikir saya waktu itu. Saya di kampus ya gak aktif di UKM. Di rumah cuma belajar sambil mencoba menulis. 

Mata kuliah paling berat adalah magang. Saya mengenal dunia jurnalis itu ya saat magang. Teori-teori sudah dibekali di kampus dari mata kuliah. Tapi pas praktik, teorinya sudah lupa. Yang saya lakukan selama magang adalah belajar menulis berita, meliput dan berpikir setiap hari saya harus membuat berita apa. Beruntungnya, saat itu saya benar-benar dibina. Selain floating, saya diberi kesempatan ikut kakak senior mengenali berbagai jenis berita.

Seperti berita di pemerintahan seperti apa. Saya diajak ke DPRD, ke balaikota, mengenal anggota-anggotanya, mengenal isu-isu kota dll. Juga ke kriminal. Menulis berita juga bisa dipelajari dari membaca. Saya ingat tugas pertama saya waktu magang adalah ke TKP sungai di Gunungsari Surabaya. Saya naik angkot dua kali dari kantor saya. Sampai disana, TKP sudah sepi. Apa yang harus saya lakukan dengan informasi ini? Sebagai newbie, saya juga bingung.

Saya melihat ada warung di lokasi kejadian penumpang perahu tambang yang jatuh. Akhirnya saya ke ibu pemilik warung itu dan menanyakan kejadiannya. Saya diberitahu rumahnya di seberang sungai. Maka saya menyeberang memakai perahu tambang itu. Sampai di rumahnya, saya melihat keluarga korban terutama ibunya menangis. Saya sampai bingung waktu itu harus wawancara siapa dalam kondisi seperti itu.

Untunglah saya bertemu pamannya. Saya bilang jika ada tugas untuk wawancara ibu korban. Sang paman bersedia jadi narasumber. Tapi akan menanyakan dulu ke ibu korban apa mau. Alhamdullilah ibunya mau. Ia bercerita sambil menangis. Saya sampai tidak mencatat apa-apa karena sungkan. Tapi saya merekam itu semua di kepala saya. Intinya, tugas saya selesaikan. Masalahnya kemudian, perahu tambang untuk menyeberangkan saya sudah gak ada.

Saya disarankan lewat pinggir jalan tol agar bisa turun di sekitar tol Gunungsari. Kalau mengenang masa itu, ya Allah, saya malu. Sudah panas dan gak lazim juga jalan di pinggir jalan tol. "Untung semua temanku di Malang. Kalau melihat saya seperti ini bagaimana?" Batinku. Pikir saya waktu itu, cek sorone golek berita gara2 aku naik angkot, wkwk. Akhirnya sampai juga di kantor dan menuliskan berita itu. 

Hal-hal seperti ini kadang harus dihadapi di lapangan dan bagaimana bertahan. Tapi semua yang saya lalui jadi membuatku jadi tahu bagaimana menjadi jurnalis. Makanya, saya jika bertemu teman-teman mahasiswa pas magang itu, saya support. Manfaatkan sebaik-baiknya. Jika dilaksanakan dengan baik, nilai magang akan mengikuti. Apa yang didapat di kuliah dan dilengkapkan dengan magang adalah melengkapi. Saya sendiri merasa softskills berkembang ya saat magang.

Apalagi bisa bertemu banyak narasumber yang luar biasa. Apa yang dijelaskan mereka itu juga mengedukasi jurnalis. Jadi tahu ini itu meski tidak dalam banget. Seenggaknya bisa mengembangkan beritanya. Yang saya pelajari, di pekerjaan ini adalah untuk jadi pembelajar sepanjang masa. Karena kita juga bakal ditugaskan dimana-mana dan harus menyesuaikan bidangnya. Tiba-tiba dapat SK, pindah ke desk ini itu yang mungkin juga hal baru. Sylvianita Widyawati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini