Tambang Sirtu Tak Berizin, Rusak Lingkungan
Kegiatan penambang yang diduga dilakukan tanpa izin |
SATPOL PP Kabupaten Malang secara resmi menutup penambangan sirtu yang berada di Dusun/Desa Jeru, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang diduga belum berizin, Selasa (19/7). Selain itu, penambangan ini merusak lingkungan dari tata cara menambangnya yang serampangan. Kondisi itu membahayakan rumah dan toko yang berada di atas lahan yang ditambang karena kurang 15 meter dan merupakan akses jalan raya.. “Saya sudah memperingatkan sejak sebulan lalu kepada desa terkait penambangan itu karena harus mengurus izin dulu,” jelas Suwadji, Camat Tumpang di lokasi penambangan yang berbatasan dengan Kecamatan Jabung itu.
Lahan itu milik Sayoko yang disebut-sebut pekerja tambang di sana tinggal di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso. Di awal penambangan, warga sekitarnya juga sempat mematoki akses jalan ke penambangan. Namun aktifitas penambangan tetap dilakukan. Bahkan empat hari lalu ada alat berat. “Awalnya sebelum ditambang ya lahan biasa yang ditanami pohon sengon,” cerita Huwa Susianto, salah satu pekerja yang sudah dua minggu tidak dibayar oleh pemilik lahan. Menurut Suwadji, jika melakukan izin, maka dipastikan ada survei apakah tempat itu memang layak dibuat untuk tambang atau tidak. Di lokasi saat ini, batu-batu besar nampak berserakan , sementara sejumlah pekerja sedang mengambili pasir.
Namun yang diambili di penambangan itu adalah tanah gragal yang kata pekerja untuk pemadatan runway (landasan pacu) di Bandara Abd Saleh yang saat ini sedang dikerjakan. Sebab di bandara ini, landasan pacu akan diperpanjang hingga mencapai 2.250 meter. R Ichwanul M, Kabid Pengawasan Pengendalian dan Ketertiban Umum Satpol PP Kabupaten Malang menyebutkan pihaknya sudah memberi peringatan kepada pengelola tambang, Sugiyono, pada Jumat (15/7) lalu dan sudah diberitahu akan ditutup pada Selasa (19/7). Namun dari pengelola tidak ada yang datang.
Informasinya, kawasan itu awalnya mau dibuat kolam pancing, tapi praktiknya malah menjadi penambangan sirtu sejak Juni lalu. Luas lahannya mencapai 4.000 meter persegi, namun yang dipakai sekitar 2.000 meter persegi. Sayoko, pemilik lahan ketika dihubungi wartawan mengaku berada di Bali. Ia mengaku sekarang bekerja sama dengan Heru dan sudah diakta notariskan. Namun dengan adanya penutupan itu, maka dianggap sebagai wanprestasi.
“Tanah yang diambil dari sana dikirim ke Abd Saleh,” kata Sayoko lewat ponselnya membenarkan. Izin katanya sedang dalam proses dengan bantuan seseorang dari LSM di Tumpang. Sementara Edi yang bertugas sebagai penghubung yang mendekatkan Sayoko dengan Heru juga menyatakan perizinan penambangan dalam proses. Kata Edi, Sayoko mengelola sekitar tiga mingguan, namun Heru kurang dari seminggu sampai kemudian ditutup oleh Satpol PP. Mengapa izin belum turun namun sejak sebulan lalu melakukan proses penambangan, Edi mengaku tidak tahu. Para pekerja sendiri juga bingung dengan penutupan itu karena sejak dua pekan tidak mendapat bayaran dari Sayoko.
Menurut Huwa, setiap hari, pekerja tambang diberi Rp 70.000 per hari. Tapi karena sudah tidak dibayar dua pekan, Huwa dan pekerja lainnya menjual pasir yang ada di tambang itu sebagai ganti atas upahnya yang belum terbayarkan. “Karena sempat saya tagih ke Pak Sayoko, tapi tidak diberi upah,” ungkapnya. Sehingga bersama pekerja lain berharap tetap bisa mengambil pasir dan dijual untuk lagi sebagai ganti upah meski sudah ditutup oleh Pemkab Malang. “Sehari hanya bisa menjual satu truk pasir,” kata Huwa. vie
Komentar
Posting Komentar