Akhirnya Naik Suroboyo Bus, Yeah..!!!!
Rabu pekan lalu (30/7/2025), akhirnya kesampaian juga naik Suroboyo Bus dari Halte Simpang Dukuh (depan Hotel Grand Inna) ke Terminal Bungurasih. Sejak awal rencana ke Surabaya, saya memang ingin menikmati bus ini. Kebetulan tiket kereta api dari Surabaya ke Malang tidak kebagian. Saya dan si sulung hanya dapat tiket berangkat saja. Its oke. Kebetulan saya ingin pulang ke Malang dengan santai.
"Nanti habis dari Tunjungan Plaza (TP) kita jalan ke halte depan hotel Inna," kataku pada si sulung. Ia mengiyakan saja karena juga ingin merasakan naik Suroboyo Bus. E money juga sudah kita siapkan karena transaksinya memakai e money lewat QRIS. Dari TP, kita berjalan kaki lalu naik JPO (Jembatan Penyeberangan Orang) di depan Hotel Tunjungan sampai Hotel Swiss Bell In. Setelah turun jalan lagi ke depan halte Simpang Dukuh.
"Jauh ta, Bu? Tanya si sulung ke saya. Saya jawab nggak juga. "Gak papa jalan kaki di Surabaya. Gak ada yang kenal iuga," celetuk anak saya. Tak banyak barang yang kami bawa. Hanya kue dan minuman. Setelah sampai di halte, kami duduk melihat arus lalin. Saya juga melihat rute bus yang dipasang di halte. Si sulung lalu pinjam hp saya buat memantau pergerakan bus. Katanya bisa dipantau di aplikasi. Saya jawab oke. Di halte itu kebetulan juga ada anak sekolah yang menunggu bus.
"Dik, kalau naik bus ke Bungurasih benar ya lewat halte ini," tanya saya. Ia menjawab benar. "Nanti saya juga naik bus ke Bungurasih," katanya. Kita sama-sama menunggu. Anak saya bilang jika bus sudah dekat jika melihat di aplikasi. Bus datang tapi ternyata sudah penuh. Anak sekolah yang baru pulang banyak yang berdiri. "Kalau mau ikut ini ya gak papa. Tapi berdiri. Kalau mau sabar, gak sampai lima menit ada bus lagi kok. Busnya agak kosong. Gimana?" tanya driver bus ke saya.
Saya memutuskan naik bus berikutnya. Eh, beneran. Busnya agak kosong. Saya pilih duduk dekat kaca sambil menikmati jalanan Surabaya. Tak lama kemudian kondektur menuju tempat duduk kami untuk pembayaran memakai QRIS Rp 5000 per orang. Petugas membawa alat pembayaran dan keluar kertasnya pasca dibayar. AC bus dingin dan membuat saya mengantuk. Tapi saya juga mengamati lewat jalan mana saja bus itu.
Secara umum sama dengan rute bus Damri dulu. Tapi pas di di Wonokromo, bus mengarah ke RSAL karena ada haltenya. "Bu, ini masih lama nggak ya sampai Bungur," tanya si sulung. Saya jawab masih 30 menit lagi. Ternyata ia mengantuk. Saya juga tidur tapi siaga. Tapi tiba-tiba sliut. Saya kaget anak saya membangunkan karena sudah dekat Bungurasih. "Ngantuk banget aku," kataku pada si sulung. Setelah turun, kita ke arah lobi untuk naik ke bus antar kota.
Tujuan utama saya memang juga ingin mengenalkan ke anak saya situasi di Terminal Bungurasih. Siapa tahu ada keperluan lain ketika tidak ada tiket kereta api. Saya meski bertahun-tahun pernah jadi anggota Mayasari (Malang Surabaya Setiap Hari), saya juga harus mengenali suasana di Bungurasih. Secara fisik memang sama. Tapi suasana sudah berubah. Apalagi sejak Juni lalu, saya sering keluar kota dan naik bus. Kita pulang naik bus Patas dengan tarif Rp 35 ribu per orang.
Setelah membayar tiket bus, kami berdua ketiduran karena di bus, AC-nya dingin juga. "Adegan" yang paling tidak saya sukai jika naik bus adalah seliweran pedagang dan pengamen. Rasanya nunggu lama banget bus berangkat. Tapi saya juga sadar kok mereka juga mencari nafkah. Kalau ada pengamen ya saya beri. Tapi kalau beli makanan dan minuman tidak karena sudah mempersiapkan diri. Akhirnya sampai di Malang menjelang magrib. Jadi kita hanya 12 jam di jalan mulai Malang-Surabaya PP plus jalan-jalan mencari kuliner. Lain kali jalan-jalan lagi. Sylvianita Widyawatiz
Komentar
Posting Komentar