Di Rumah Aja Gak Gabut

Saat ini sudah pekan ketiga dimana segala kegiatan dilakukan di rumah karena antisipasi Covid-19. Yaitu bekerja, belajar dan beribadah di rumah. Saat ini mulai banyak status-status di media sosial soal gabut. Benarkah? Bagi yang sudah terbiasa merencanakan apa yang dikerjakan setiap harinya, pasti gak gabut. 

"Benarkah di rumah itu gabut? Saya kok gak gabut. Ada aja yang saya kerjakan. Mana sempat ibu gabut," cerita saya ke Sasa, anak saya. Dia tertawa. "Iku lak ibu," jawabnya. Aku bilang, berada di rumah itu anugerah. Karena kampus dan sekolah "diliburkan" jangka waktu lama, dalam seminggu, saya tidak banyak liputan keluar rumah. 

Saya banyak kerja dari rumah dengan memanfaatkan ponsel saya. Alhamdullilah, dalam kondisi saat ini selalu ada ide-ide yang menghidupkan pekerjaan saya. Kadang saya keluar runah, tapi tidak berani  berlama-lama. Di jalanan memang masih ada lalu lalang tapi tidak sebanyak biasa. Jalan-jalan padat agak lengang. Seperti JL Gajayana. 

Saya pernah naik ojek online. Saking lengangnya, si driver ngebut aja. Sampai helm saya terantuk-antuk dengan helm driver. "Pak, saya gak buru-buru kok," kata saya ke driver yang mengantar saya ke kampus di Jl MT Haryano baru-baru ini. Di jalanan, memang masih ada angkutan online dan angkutan umum meski sedikit. 

Oh ya, saat bekerja dalam kondisi seperti ini, wawancara dengan narasumber juga agak berjarak. Jika bisa mendapat bahan cukup banyak, saya langsung pulang. Tapi kalau bisa dijangkau lewat ponsel, saya lewat ponsel saja daripada bertemu. 
Soal kegiatan di rumah biar gak gabut, banyak kok. Apalagi jika ibu rumah tangga. 

Bangun pagi, sholat subuh. Karena anak-anak tidak sekolah, kadang saya bisa tidur lagi. Setelah itu bangun kira-kira jam 06.30 WIB. Saya lihat dari jendela kiriman koran Harian Surya di pagar rumah. Saya buka pintu rumah dan mengambilnya. 

Membaca berita di koran menurut saya masih ada sensasinya meski mungkin sebagian sudah saya baca di milis. Setelah itu, saya cuci muka lagi dan bersiap ke pasar yang tak jauh dari rumah. Di pasar, saya paling lama  20 menit dengan asumsi ada antrian. Tapi kondisi pasar sekarang beda. Orang ke pasar dengan belanja cepat. 

Jadi dari rumah sudah terbiasa merencanakan membeli apa. Minimal buat stok dua hari di lemari es. Sambil mengerjakan ini itu di rumah, saya juga berpikir membuat berita apa hari ini, menghubungi siapa dll.
Setelah beres, saya baru sarapan. Begitu juga anak-anak. 

Habis itu, mereka ada yang mengerjakan tugas sekolah. Saya lihat, merekalah yang gabut. Jika usai mgerjain tugas, mereka melihat tik tok, bikin tik tok. Ada juga yang tidur lagi karena sudah tuntas pembelajarannya. Sampai sore atau malam hari, gabutnya datang lagi. 

"Sebenarnya di rumah itu banyak yang bisa dikerjakan. Bikinlah rencana apa buat kamu sendiri. Misalkan bantu ibu mencuci atau menjemur, pasti gak gabut-gabut amat," kataku pada mereka. Tapi ya kadang-kadang aja dilaksanakan. Saya sendiri males maksa-maksain mereka. Nanti jika mereka jadi orangtua, akan merasakan sendiri bagaimana.

Makanya kalau sudah lelah, aku break aja. Nanti agak enakan, lanjut mengerjakan apa lagi. Jadi saya buat buat santai saja dalam melaksanakan agar tidak jadi beban. Sylvianita Widyawati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini