Ke Semesta Buku di MCC, Dapat Apa Saja?
Akhirnya pada Kamis (2/10/2025) yang terik, saya berangkat ke Malang Creative Center (MCC) di JL A Yani Kota Malang. Disini ada event Semesta Buku yang diadakan oleh Gramedia Malang. Bertempat di lantai 7, mungkin ada ribuan buku yang ditata untuk pengunjung.
Awalnya saya juga bingung harus ke mana dulu. Daripada kepo, saya singgahi semuanya. Mulai anak-anak, remaja dan dewasa. Juga ada penjualan ransel dll. Juga ada buku-buku terbitan non Gramedia. Untuk diskonnya beragam ya. Sebenarnya saya suka novel terjemahan. Sudah ketemu tapi kok belum sreg dengan pilihan bukunya.
Lalu muter-muter lagi ke buku anak-anak, remaja, hmm..tidak nemu juga yang sreg. Lalu kembali ke novel-novel dengan diskon 20 persen. Saya dapat novel Gadis Kretek karya Ratih Kusuma. Harga aslinya Rp 75 ribu. Karena ada diskon, jadi tinggal Rp 60 ribu. Saya pilih itu dan membayar ke kasir. Setelah membayar, niatnya mau pulang. Ternyata di bagian lain juga ada pameran buku juga. Saya muter lagi dan lebih lama di buku obral penerbitan Gramedia.
Disini harganya lebih murah lagi. Ada yang Rp 15 ribu. Bukunya non fiksi semua. Saya malah senang dengan buku obralan ini. Selain masih bersegel, meski buku lama, tapi masih okelah dibaca. Saya memilih buku tentang Covid 19 dan buku perguruan tinggi di Indonesia 2017. Memang agak jadul. Tapi gak papa juga dibaca. Nanti akan saya tulis tentang buku yang saya beli ini.
Alasan membeli buku Covid 19 karena saya melewati masa itu. Dimana saat ini semua terasa berubah. Banyak ketidakpastian, banyak korban, banyak perubahan. Saat masa itu, saya masih menjadi wartawan di media saya. Saya masih ingat awalnya berkembang di China. Saya meneruskan info itu dari sisi pariwisata, pendidikan dll di Indonesia. Ternyata pada 2020 kalau tidak salah, Indonesia terdampak juga.
Saya ingat, anak pertama saya baru menyesaikan ujian nasional (Maret 2020). Setelah itu tidak ada lagi unas. Anak kedua yang akan menjalankan unas SMP juga batal. Begitu juga anak saya yang kelas 6 SD. Yang kelas 3 SMP malah sudah beberapa kali tryout. Akhirnya pendidikan saat itu lebih banyak daring /online. Tidak semua guru di sekolah siap. Kadang hanya ada yang bertemu online hanya menyapa siswanya.
Untuk pembelajaran masih mengandalkan tugas lewat WA. Tapi sekolah anak saya kedua di sebuah SMK swasta di Sidoarjo sangat siap saat masa pandemi. Setiap hari guru mapel memberi pelajaran lewat zoom. Siswa juga memakai seragam sekolah. Siswa juga diberi jam istirahat laiknya sekolah offline. Bagaimana pekerjaan saya saat pandemi? Berubah juga. Di masa berat itu, waktu saya banyak di rumah. Saya mencari berita by phone atau wawancara lewat chat.
Rasanya tersiksa juga karena biasanya selalu di lapangan. Lambat laun, saya dan teman-teman lain juga menyesuaikan. Narasumber juga lebih humble. Malah meski tidak bertemu, tapi mereka siap memasok kabar atau memberi rilis yang bisa dikembangkan lagi. Tapi saya juga kadang keluar rumah. Tapi sumpah takut rasanya kena virus. Apalagi korban banyak.
Yang masih teringat adalah selalu ada kabar duka. Ada teman yang meninggal karena Covid, laju ambulans di jalanan hingga suara pengumuman di masjid tentang kabar duka. Sebagai manula, saya juga tidak nyaman waktu itu. Khawatir ada apa-apa. Kemana-mana selaku pakai masker. Alhamdullilah, akhirnya Indonesia masih aman sampai saat ini. Semoga tidak ada Covid lagi. Sylvianita Widyawati
Komentar
Posting Komentar