Postingan

Ke Banyuwangi Naik KA Tawangalun

Gambar
Kali ini ke Banyuwangi bersama Rahma, Rabu (24/10/2018). Kami naik KA Tawangalun dari Stasiun Kota Malang pukul 16.05 WIB. Jam 15.00 WIB, kami sudah sampai di stasiun. Kereta api di jalur tiga. Naik kereta api ini murah meriah. Rp 62.000 per orang. Saya baru pesan tadi pagi jam 05.30 WIB lewat aplikasi. Meski hari biasa, penumpangnya cukup banyak. Ke Banyuwangi naik kereta api ini dari Malang adalah pertama kali. Saya sempat ragu melakukan perjalanan sore. Apalagi dengan membawa anak. Rahma inginnya naik eksekutif. Tapi dari Malang kan tidak ada. Jadi kalau mau ya ke Surabaya dulu baru dapat kereta eksekutif. Tapi saya malas ke Surabaya dulu. Biayanya juga jadi lebih banyak. Suasana di kereta ya asik2 saja. Tidak berisik dan AC juga dingin. Mungkin suatu hari kelak saya berharap ada gerbong kereta eksekutif dari Malang ke Banyuwangi. Saya yakin banyak peminatnya. Misalkan diberi satu atau dua gerbong. Semoga harapan ini didengar PT KAI. Oh ya, sekedar info jika KA akan berhenti di ...

Intuisi Ibu

Gambar
Hampir sebulan lalu, aku ditelpon ibuku. Dia menangis karena tidak bisa menghubungi adikku selama tiga hari. "Atiku gak enak. Pasti ada apa-apa," kata ibu padaku Agustus 2018 lalu. Padahal adikku baru pulang ke Malang sampai 26 Agustus lalu. Aku merasa ibuku berlebihan. Pertama karena adikku sudah cukup umur. Masak tidak bisa menjaga diri? Aku waktu itu juga beranggapan ibu lebay. Ibu telpon ke adik-adikku yang lain. Semua mencoba mengontak nomer hp adikku. Kemana dia? Akhirnya kami hanya berasumsi dia baik-baik saja tapi entah dimana. Aku kurang tahu pergaulan adikku secara detil. Namun kemudian ada kabar jika adikku pergi dengan temannya. Sampai beberapa hari ini aku resah lagi. Aku sampai berniat melaporkan ke polisi saja karena tidak jelas dia kemana. Temannya hanya mengatakan dia baik-baik saja. Sampai kemarin aku menghubungi temannya. Dan ternyata adikku ada masalah di kotanya. Ya Allah. Nyesek hatiku. Aku seperti kecolongan karena tak tahu bagaimana dia. Selama ini...

"Gak Punya Ayah"

Gambar
Kamis (20/8/2018), saya ada tugas liputan buat iklan. Inti acaranya penyaluran santunan buat anak yatim. Karena belum mulai, saya melengkapi wawancara dengan anak laki-laki penerima santunan. Sebut saja A. Jawabannya spontan ketika saya tanya apakah ia senang dapat santunan? Ia jawab tidak. Saya tanya kenapa? "Sebab gak punya ayah," jawabnya. Jawabannya dalem banget. Saya sampai merasa mak jleb. Sedang teman satunya merasa biasa karena kerap dapat santunan. "Maklum, Mbak, anak kecil. Jawabannya spontan," kata pendampingnya. Tapi menurut saya, itu jawaban jujur kehilangan ayah. Saya artikan, ia tak sesenang temannya yang mendapat duniawi. Tapi tak ada sosok ayah yang menemaninya. Saya berjalan menuju masjid tempat acara dengan terngiang jawabannya. Semoga ayah yang dirindukan anak itu mendengarkan kerinduanmu, ya, Nak. Sylvianita Widyawati

Obatnya Tanpa Obat

Gambar
Saya kerap migren dengan sebab beragam. Namun terasa cepat datang jika pikiran saya penat. Belum mengerjakan ini itu. Kuncinya memang dipikiran. Saat gak mood, bisa saja datang. Tapi kalau dipikiran oke-oke saja, tak menimbulkan apa-apa. Di tas kerja, selalu saya bawa Safe Care (bukan promo) Mind and Spirit, minyak angin aromaterapi. Saya sudah mengenalnya bertahun lalu. Awalnya dikenalkan teman. Saat itu liputan di pantai di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Saya lupa bawa obat sakit kepala. Saya disodori minyak itu. Mungkin dibantu pikiran ingin sembuh, saya merasa enakan. Setidaknya tidak mengasup obat kimia. Saya pernah bertahun-tahun selalu menyediakan di tas kerja saya obat sakit kepala. Tapi juga sudah berhasil saya tinggalkan dengan minum sari jahe panas, jamu herbal dan saya olesi leher belakang dengan minyak angin seharga Rp 16.000. Setelah itu, saya istirahat sebentar. Badan enakkan dan sakit kepala hilang. Akhirnya, sampai sekarang, minyak angin itu tak pe...

Bukan Panutan

Gambar
Ketika mulutmu jahat Itulah karaktermu Apa tidak ada kalimat positif buat kami? Apa kamu yang negatif buat kami? Apa tidak sayang melewati waktu ini dengan itu? Apa tidak sayang mereka mendengarkan kalimat negatifmu? Saat jauh, kamu rindu kami Saat dekat, kamu begitu jauh Apa yang kamu cari? Kami hanya butuh penghangat rumah Dengan cerita-cerita Bukan selalu ada salah di kami Apa tidak bosan? Kami bosan Kami juga perlu bahagia Kalau bahagia itu tidak kamu dapatkan, karena itu akibat mulutmu sendiri Mungkin aku harus menuntun anak-anak sendiri Atau, baiklah kamu tetap di belakang kami Tapi biarkan kami juga bahagia (Mengingatkanku) Rumahku, Aku menyayangimu Senin, 17 September 2018

Ke Banyuwangi

Gambar
Sudah lama saya tak pernah ke Banyuwangi. Padahal Banyuwangi saat masih kecil, setidaknya sampai SMP sering kami singgahi. Almarhum adik kandung ayah saya tinggal disana karena beristrikan orang Banyuwangi. Kakek nenek dari almarhum ayah saya dimakamkan saya. Sedang adik saya nomer dua juga tinggal disana sampai sekarang. Dalam perjalanan waktu, Banyuwangi seperti persinggahan singkat. Dari Malang ke sana rasanya terlalu lama di jalan dan melelahkan. Berbeda rasanya ketika bepergian ke Jogjakarta meski waktu tempuhnya hampir sama. Terakhir saya kesana pada Juli 2018 sebelum anak-anak masuk sekolah. Entah tanpa perencanaan ruwet, akhirnya malah bisa cuti. Begitu juga adik bungsu saya. Kami naik mobil disopiri adik kedua. Ibu juga ikut. Suasana di mobil kemriyek. Tapi ya fun. Sambil nyamil sana sini tak terasa malah gak tidur di perjalanan. Sebab kami sepakat menemani adik yang jadi driver. Akhirnya sampai Banyuwangi pas lelah. Kami kemudian lelap tidur sampai siang hari di rumah adik...

Gudeg Wijilan VS Gudeg Stasiun Tugu

Gambar
Dua hari terakhir di Jogja, saya pesan menu makanan gudeg yang berbeda. Pada Senin sore (18/6/2018), saya pesan makanan lewat ojek online. Saya ngawur saja milik gudeg wijilan Bu Zanti di Jl Pakuningrat. Alasannya karena tak jauh dari hotel menginap saya di Jl Mangkubumi dan harganya terjangkau. Yaitu Rp 15.000 per paket. Isinya gudeg, krecek dan satu telor. Saya pesan empat kotak lewat gojek. Total Rp 60.000. Yang tidak saya kira, paket nasi gudegnya uenal banget. Nasinya punel dan masih panas. Langsung saya santap. "Cek..enake gudeg iki. Bumbunya pas," pikir saya. Memang krecek dan tempenya agak pedas. Tapi overall, ueanak pol. Anak-anak saya suka. "Kok kita baru tahu ya gudeg ini," ujar anak saya. Sayangnya saya tidak bisa pesan lagi karena harus berangkat naik kereta pagi ke Malang, Selasa (19/6/2018). Begitulah, Selasa pagi sekeluarga naik becak ke Stasiun Tugu. Satu becak Rp 20.000. Udara Jogja segar karena masih 22 derajat celcius. Tapi kalau siang sampai 3...