Selamat Jalan Kucingku, Yaya

Yaya, kucingku mati dan sudah dikuburkan tadi siang, Sabtu (27/9/2025) di sebuah lahan tak jauh dari rumah oleh dua anakku. Yaya adalah anak kucing liar Jomi yang sudah lima tahun selalu datang ke rumahku. Jomi memiliki warna putih dan orange. Dulu datang di depan rumah saat masih kecil. Mungkin usia sebulan atau dua bulan. Entah kenapa, sering datang kucing-kucing kecil di depan rumahku yang terpisah dari induknya.

Mereka saya beri makan sampai ada yang kemudian pergi. Ada juga yang kemudian mati. Di halaman rumahku dulu, ada 12 kuburan kucing. Setelah rumahku direnov, halaman rumah jadi teras yang tertutup keramik. Sudah sebulan ini, ada empat kucing mati. Mereka mati selalu di hari Sabtu. Begitu juga kucing-kucing lainnya. Sampai aku berpikir jika mereka mati seperti menunggu kami berkumpul semua. Dimana anak-anak libur sekolah/kuliah. Paksu juga pas pulang kalau akhir pekan.

Jadi sekarang kucing di kandang ada delapan. Mereka keluar jika sedang ada pembersihan sehari dua kali. Mereka akan main di teras selama satu jam. Setelah itu masuk ke kandang lagi. Tentang Yaya ini, awalnya saya kira betina. Matanya cantik. Dulu ada adiknya tapi dia pergi entah kemana. Mungkin saat pintu pagar terbuka. Yaya juga punya adik tiga tapi mati semua. Yaya memiliki kecacatan di tangan. Selain itu juga penyakit lainnya.

Anak saya sudah membawanya ke dokter hewan dengan diberi obat. Ia tidak bisa dioperasi karena berat badannya kurang. Penyakitnya itu mungkin yang memakan gizinya. Sebab dia suka makan. Tapi tidak bisa berkembang tubuhnya. Dokter bisa mengoperasi jika beratnya minimal 3 kg. Tapi tak ada pertumbuhan berarti. Tapi ia berusaha senang. Ia suka tidur di jok motor anak saya. Belakangan ia memang anak saya menemukan eek sembarangan warna hitam yang diduga milik Yaya. 

Sebab di teras sudah disediakan pasir eek buat kucing yang tidak masuk kandang. Yaya juga selalu ingin diperhatikan. Kalau saya buka pintu pagar depan, ia selalu ingin ikut keluar. Lalu gulung-gulung caper. Tapi saya selalu angkat lagi dan masuk ke dalam karena takut ada apa-apa. Saya juga takut ia main ke tetangga. Tapi sejauh ini ia tidak pernah. Biasanya saya ijinkan keluar sebentar kalau ada Jomi, ibunya di luar.

Tapi kalau ingin pulang, Yaya biasanya duduk di depan pagar. Kalau ada yang membuka, ia masuk lagi. Oh ya, Yaya memang baru sekali ke dokter. Tapi ia tidak rewel. Malah senang saat diperiksa. Padahal saya di rumah kepikiran kalau dia ngreyok. Tapi kata anak saya, Yaya tidak begitu. Tempat favorit Yaya tidur adalah di jok motor dan meja teras kalau taplak mejanya baru diganti. Kucing-kucing lain bisa menerima dia. Saat Yaya kecil, ia terlihat ingin main dengan kucing lain juga. Akhirnya bisa bergabung main usai makan.

Tadi malam saya memang sudah ikhlas jika dia pergi karena beberapa hari sudah lemas dan ogah makan. Bahkan naik jok saja sudah tidak mampu. Jadi ia banyak tidur di lantai. Yaya kalau saya membuka gorden jendela ruang tamu selalu rempong. Ia meloncat-loncat agar diperhatikan. Kalau malam, ia suka duduk di lantai sambil memperhatikan kaca ruang tamu.

Jika saya belum tidur dan beraktifitas di ruang tamu, saya pastikan ia tidak tidur. Kadang saya main cilukba sama Yaya sambil pura-pura menutup gorden. "Yaya..Yaya, cilukba," kata saya. Ia pasti membalas dengan mengeong. Matanya terus mengawasi pergerakan saya. Ia ingin masuk rumah sebenarnya. Tapi jika masuk rumah, gayanya seperti sedang "inspeksi". Semua ruang ingin dimasuki. 

Bahkan ke kamar saya. Mungkin ada bau Jomi. Ibunya kalau masuk, kadang masuk kamar saya dan tidur pulas. Tidur yang nyenyak ya, Yaya. Kamu sudah tidak sakit lagi. Ibumu meski cuek, tapi pasti sayang kamu. Dulu pas kamu kecil, Bu Jomi selalu menjagamu. Mengawasi kamu main dan menyusui. Sekarang keturunan ibumu sudah mati semua. Tinggal ibumu yang selalu menjaga rumahku meski dari luar. Ibumu suka nongkrong di jalan depan rumahku.

Meski kucing liar, kalau Jomi tidak terlihat, kami juga panik. Tapi kadang ia main ke rumah tetangga yang mau menerimanya meski hanya buat tidur di terasnya. Tetangga depan rumah juga memberi ibumu tulang ayam kalau habis ia habis makan. Om itu selalu teriak-teriak Jo...Jo...ini ada ayam. Terima kasih kucing-kucingku. Meski saya hanya bisa membelikan makan dan yang merawat anak-anakku, tapi saya juga sayang kalian semua. RIP Yaya. Sylvianita Widyawati


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Belum Sosialisasi E KTP, Pelaksanaan Molor