Matinya Lokalisasi Buk Tape Setelah 38 Tahun

Lokalisasi Buk Tape yang berada di Desa Ngadilangkung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang sejak 1972 atau setelah eksis selama 38 tahun, akhirnya resmi ditutup, Jumat (26/11) pagi oleh Pemkab Malang.

Penutupan tidak serta merta dilakukan karena sudah melalui masa musyawarah desa pada 20 September 2010 dan dilanjutkan pernyataan mucikari yang siap menutup wisma-wismanya untuk kegiatan PSK pada 25 November 2010. Jalan masuk menuju lokalisasi diberi tulisan besar “Lokalisasi WTS Desa Ngadilangkung Ditutup Selamanya”.

Pengumuman serupa juga dipasang di dalam lokalisasi. Namun pada siang hari, masih ada setidaknya enam lelaki hidung belang yang ingin masuk ke lokalisasi itu. Mereka nampak terkejut dengan adanya tulisan penutupan itu. “Lho, kok tutup? Saya tidak tahu kalau hari ini ditutup,” kata salah satu dari dua pria yang rendeng-rendeng jalan berdua ketika akan masuk ke lokalisasi.

Dalam aksi penutupan lokalisasi itu, petugas Satpol PP nampak menurunkan neon sign yang menuliskan nama wisna yang disponsori salah satu merek kondom terkenal. Petugas juga sempat melihat ke dalam sejumlah wisma untuk memastikan tidak ada aktivitas dari PSK. Kasur-kasur kapuk yang sudah tipis nampak dibiarkan menumpuk di depan wisma seolah menjadi bukti tidak ada aktivitas seksual di dalam wisma. Sedang bantal-bantal ada yang dijemur.

“Sesuai kesepakatan kemarin (26/11), maka kami menutup tempat ini untuk PSK. Apalagi tempat ini juga berada di tengah pemukiman,” jelas Bambang Sumantri, Kepala Satpol PP Kabupaten Malang ketika memberitahu sejumlah pemilik wisma.

Meski menampakkan wajah lesu, namun karena sudah ada kesepakatan, tidak ada upaya pemberontakan. Apalagi Bambang juga sempat mengungkapkan bahwa pemerintah diam saja karena dinas teknis pasti akan membantu jika mereka mau dibina, seperti lewat Dinsos, Disnakertrans atau Dinas Koperasi dan UMKM.

“Pemkab akan welcome jika mereka (PSK) mau dilatih agar mendapatkan penghasilan yang halal. Kalau sudah ditutup, tolong tidak ada praktik terselubung,” tandas Bambang. Jumlah wisma di Buk Tape sebanyak 24 wisma dengan 60 PSK. Beda dengan lokalisasi lain, di Buk Tape, PSK-nya tidak tinggal menetap di wisma itu. Mereka ada di sana pada pagi hingga sore.

Dari 60 PSK itu, sebanyak 80 persen merupakan warga Kabupaten Malang dan sisanya dari Kabupaten Blitar dan Kota Malang. Sehingga keberadaan wisma itu hanya untuk mereka menjalankan kegiatannya. Dan pemilik wisma mendapat fee Rp 10.000 dari tiap kali aktivitas di kamar pemilik wisma.

“Kalau sedang ramai, hanya mendapat Rp 50.000,” kata Sri, salah satu pemilik wisma. Setelah kondisi sepi, ia lebih menggantungkan hidupnya pada dua anaknya yang bekerja di pabrik rokok dan tukang parkir.

Setiap wisma, biasanya memiliki kamar antara 3-6 kamar. Nanang, Koordinator Lokalisasi Buk Tape, menambahkan aktivitas di tempat itu sudah tidak ada sejak Senin (22/11). “Soal nanti akan dari kami akan dilatih keterampilan lain, kami juga senang karena bisa mendapat penghasilan baru,” kata Nanang.

Menurutnya, Kades Ngadilangkung, Abdul Majid juga menjanjikan akan melakukan pendekatan ke pihak salah satu pabrik rokok ternama yang berada di dekat lokalisasi itu agar bisa memanfaatkan tempat itu sebagai tempat kos-kosan. “Ini kan dalam rangka proses mencari solusi karena kebetulan di kawasan ini kan lingkungan pabrikan,” kata kades muda ini.

Untuk  memastikan agar tempat itu tidak dijadikan lokalisasi itu, maka pihak desa akan melakukan pemantauan dibantu masyarakat. Nanang mengakui, setelah ada keputusan musyawarah desa, memang terjadi penurunan jumlah PSK yang datang ke Buk Tape.

 “Bila biasanya 60 PSK, akhirnya tinggal 42 PSK. Selain itu, jumlah pengunjung juga turun. Ini bisa dilihat dari jumlah motor yang parkir. Biasanya sehari 150 motor, tinggal 80 motor,” ungkap Nanang.
Bupati Malang, Rendra Kresna mengaku memang ada dilematis soal penutupan itu. Terutama soal keberadaan para PSK itu selanjutnya terutama untuk pemantauan kesehatannya.

“Memang kalau dilokalisir lebih baik pemantauannya. Mungkin pindah ke lokalisasi lain. Tapi bagaimana yang beredar sendirian? Kalau ternyata ada yang memiliki penyakit dan menularkan ke orang lain? Tapi penutupan harus dilakukan. Karena adanya lokalisasi juga sama halnya dengan judi yang juga dilarang oleh agama,” tegas Rendra di sela kegiatan penghijauan di Dusun Losari, Desa Sidorahayu, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.  

Gerakan nyata dari Pemkab Malang untuk menutup lokalisasi Buk Tape pada Jumat (26/11) yang berada di Desa Ngadilangkung, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang diacungi jempol. Namun harus disertai kegiatan pemantauan terus menerus agar tempat prostitusi itu tidak hidup lagi. Apalagi lokasinya berada di tengah pemukiman warga.

“Kami harapkan keberadaan PSK dari Buk Tape juga tetap dipantau, terutama masalah kesehatannya,” jelas Syamsul Hadi, anggota DPRD Kabupaten Malang dari Komisi B. Ia mengharapkan.pkan, alamat-alamat PSK yang dipegang oleh Kecamatan Kepanjen, bisa diberikan kepada Puskesmas Kepanjen sehingga mereka bisa menindaklanjuti dengan memantau kesehatan mereka.

Caranya dengan mendistribusikan nama-nama PSK ke puskesmas lain tempat domisili PSK itu. Sehingga keberadaan, terutama kesehatan mereka tetap bisa terpantau. Di Buk Tape, jumlah PSK sebanyak 60 orang dan 80 persennya merupakan warga Kabupaten Malang. Sisanya antara lain berasal dari daerah lain seperti Kota Malang dan Kabupaten Blitar.

Namun sejak disosialisasikan untuk ditutup dalam kurun waktu dua bulan, terjadi penurunan jumlah PSK menjadi 42 orang. “Kami harapkan, cara ini bisa dilakukan agar tidak terjadi penularan HIV/AIDS, misalnya. Penutupan lokalisasi ini harus ditindaklanjuti dengan kegiatan itu,” ungkap politisi dari PKB ini. Ia melihat, pilot project penutupan lokalisasi oleh Pemkab Malang dianggap berhasil meski harus melewati 31 tahun.

Lokalisasi di Kabupaten Malang selain Buk Tape yang masih eksis ada di Desa Suko, Kecamatan Sumberpucung yang jauh agak jauh dari pemukiman warga. Namun dalam lokalisasi ini, juga tercampur rumah tangga di antara wisma-wisma yang ada. Ini yang mengundang keprihatin karena dalam rumah tangga itu ada anak-anak.

“Kalau sejak anak-anak dibiasakan melihat yang ada di lokalisasi, apa ini tidak disebut kaderisasi,” cetus Made Ayu, salah satu pemerhati sosial. Selain itu, masih ada lokalisasi Kebobang, Kecamatan Wonosari yang juga berada di sekitar pemukiman warga. Para PSK, seperti di Kebobang sempat diajari keterampilan oleh Tim Penggerak PKK cara pembuatan kue, membuat mie dengan harapan agar mereka bisa meraih rezeki dengan jalan halal. sylvianita widyawati

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini