Yuk..Jalan-Jalan Ke Sumenep
Salah satu tempat yang aku kunjungi saat di Sumenep adalah ke Asta Tinggi yaitu makam para keturunan raja serta ke museum, keraton Sumenep pada 6 Desember 2010 lalu. Lokasinya yang berada di seputar kota Sumenep cukup mudah dijangkau.
Untung aku diantar oleh Rivai, teman wartawan Surya yang tinggal di Sumenep. Waktu itu, Sumenep agak mendung. Asyik buat jalan-jalan. Ketika Senin pagi aku ke sana, kebetulan di museum keraton Sumenep sedang ada kunjungan para wisatawan nusantara dari Situbondo.
Aku pikir sekalian mengikuti rombongan itu karena ada guide yang menjelaskan kepada para wisatawan. Ternyata si guide bicara dalam Bahasa Madura. Hadeuuuh..Meski tidak lancar berbahasa Madura, aku mengerti yang dibicarakan.
Mungkin kurasa karena masih ada kemiripan
Bahasa Indonesia dan Jawa. Untuk masuk ke museum Sumenep, pengunjung langsung dihadapkan pada kaca besar. Kata si guide begini. "Ini kaca buat mengaca. Kira-kira, kalau mau menghadap raja, harus mengaca dulu. Sudah ganteng atau sudah cantik belum. Sudah rapi, belum?" cerita si guide.
Boleh juga triknya. Sehingga rombongan yang dibawa juga mengaca dulu sebelum masuk ke ruang museum itu. Aku juga mencoba mengaca, he..he..! Masih oke..
Selanjutnya aku melihat berbagai peninggalan di sana. Menjajal ranjang, melihat klompen jalan dulu, melihat Al Quran lama dll. Setelah puas, aku diajak melihat pendopo agung yang masih satu komplek dengan lokasi museum.
Pendopo ini masih dipakai oleh Pemkab Sumenep untuk berbagai kegiatan pemerintahan seperti pelantikan pejabat atau kegiatan lain. Pendopo itu rasanya lebih kecil dari Pendopo Kabupaten Malang. Setelah itu, aku ke Taman Sare.
Katanya, itu tempat para putri raja jika sedang mandi. Tapi kolam mandinya sekarang diisi dengan ikan hias. Para pengunjung biasanya menyempatkan diri untuk wudhu atau membasuh muka. Sebab di area itu juga ada semacam gazebo yang bisa dimanfaatkan untuk sholat.
Sudah ada sajadah dan mukena. Aku tidak menyentuh air di kolam. Alasannya, karena air itu sudah bercampur ikan, he..he. Tapi kelihatannya airnya segar..
Setelah itu, aku beranjak ke Asta Tinggi, tempat para makam bangsawan Sumenep. Waktu itu, Sumenep sudah gerimis yang terasakan sejak aku masih ada di Taman Sare.
Karena jadwalnya mepet, aku nikmati saja ke Asta Tinggi dalam kondisi gerimis. Aku juga sempat ngobrol-ngobrol dengan penjaga makam. Dia menanyakan aku darimana dan kepentingan apa di Sumenep.Aku jawab dari Malang dan ingin jalan-jalan saja ke Sumenep.
Aku juga sempat membeli buku terkait makam di Asta Tinggi. Setelah itu, aku meluncur ke pelabuhan Kalianget. Sayangnya, hujan masih turun. Aku diajak temanku melihat ke penyeberangan menuju Pulau Talango (Puteran). Penduduk Talango banyak yang bekerja atau bersekolah di sekitar Kalianget dan sekitarnya.
Mereka memanfaatkan perahu tongkang untuk menyeberang dengan membayar Rp 4.000/jalan. Aku hanya berangan-angan saja menyeberang karena waktunya juga mepet. Selanjutnya, aku diajak melihat sekitar Kalianget. Selanjutnya makan siang lagi di depot Jl dr Wahidin untuk makan lagi soto pohong atau kolkot. Mantap, banget masakan ini. Bikin kenyang sampai aku pulang ke Malang lagi.
Terpaksa tawaran menikmati makan sate di Kecamatan Bluto yang katanya merupakan sentra sate terkenal di Madura terpaksa aku lewatkan. "Rasanya itu beda dengan sate di Jawa. Kalau kamu di Madura, kamu harus makan sate ini," kata Rivai, temanku.
Aku beralasan sudah kenyang karena makan soto pohong yang nggak ada di Malang. "Lain kali aja, ya," jawabku. Aku akhirnya dimampirkan ke pusat oleh-oleh yang ada di Desa Kapedi, Kec Bluto, Kab Sumenep yang berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan.
Aku membeli seperlunya karena aku tidak membawa kendaraan sendiri untuk ke Malang. Maleslah bawa barang banyak. Apalagi masih mampir Pamekasan ke rumah temanku untuk mengambil keripik singkong. Aku mampir ke rumah temanku Muchsin di Pamekasan dan bersantai-santai dengan istrinya.
Setelah mengobrol beberapa saat, aku meninggalkan Pamekasan. Sayangnya aku tidak sempat lagi berkeliling Kabupaten Pamekasan. Ada beberapa tempat wisata sudah pernah aku kunjungi sih. Tapi memang belum pernah ke Sumenep. Selama perjalanan meninggalkan Madura, semuanya berkesan. Sampai ketemu lagi Madura. I want to see u again....! (sylvianita widyawati)
Untung aku diantar oleh Rivai, teman wartawan Surya yang tinggal di Sumenep. Waktu itu, Sumenep agak mendung. Asyik buat jalan-jalan. Ketika Senin pagi aku ke sana, kebetulan di museum keraton Sumenep sedang ada kunjungan para wisatawan nusantara dari Situbondo.
Aku pikir sekalian mengikuti rombongan itu karena ada guide yang menjelaskan kepada para wisatawan. Ternyata si guide bicara dalam Bahasa Madura. Hadeuuuh..Meski tidak lancar berbahasa Madura, aku mengerti yang dibicarakan.
Mungkin kurasa karena masih ada kemiripan
Bahasa Indonesia dan Jawa. Untuk masuk ke museum Sumenep, pengunjung langsung dihadapkan pada kaca besar. Kata si guide begini. "Ini kaca buat mengaca. Kira-kira, kalau mau menghadap raja, harus mengaca dulu. Sudah ganteng atau sudah cantik belum. Sudah rapi, belum?" cerita si guide.
Boleh juga triknya. Sehingga rombongan yang dibawa juga mengaca dulu sebelum masuk ke ruang museum itu. Aku juga mencoba mengaca, he..he..! Masih oke..
Kaca besar di pintu masuk museum |
Pendopo ini masih dipakai oleh Pemkab Sumenep untuk berbagai kegiatan pemerintahan seperti pelantikan pejabat atau kegiatan lain. Pendopo itu rasanya lebih kecil dari Pendopo Kabupaten Malang. Setelah itu, aku ke Taman Sare.
Katanya, itu tempat para putri raja jika sedang mandi. Tapi kolam mandinya sekarang diisi dengan ikan hias. Para pengunjung biasanya menyempatkan diri untuk wudhu atau membasuh muka. Sebab di area itu juga ada semacam gazebo yang bisa dimanfaatkan untuk sholat.
Sudah ada sajadah dan mukena. Aku tidak menyentuh air di kolam. Alasannya, karena air itu sudah bercampur ikan, he..he. Tapi kelihatannya airnya segar..
Di Taman Sare. Dulu buat mandi......... |
Karena jadwalnya mepet, aku nikmati saja ke Asta Tinggi dalam kondisi gerimis. Aku juga sempat ngobrol-ngobrol dengan penjaga makam. Dia menanyakan aku darimana dan kepentingan apa di Sumenep.Aku jawab dari Malang dan ingin jalan-jalan saja ke Sumenep.
Aku juga sempat membeli buku terkait makam di Asta Tinggi. Setelah itu, aku meluncur ke pelabuhan Kalianget. Sayangnya, hujan masih turun. Aku diajak temanku melihat ke penyeberangan menuju Pulau Talango (Puteran). Penduduk Talango banyak yang bekerja atau bersekolah di sekitar Kalianget dan sekitarnya.
Mereka memanfaatkan perahu tongkang untuk menyeberang dengan membayar Rp 4.000/jalan. Aku hanya berangan-angan saja menyeberang karena waktunya juga mepet. Selanjutnya, aku diajak melihat sekitar Kalianget. Selanjutnya makan siang lagi di depot Jl dr Wahidin untuk makan lagi soto pohong atau kolkot. Mantap, banget masakan ini. Bikin kenyang sampai aku pulang ke Malang lagi.
Di Asta Tinggi..Keren ya,,, |
Aku beralasan sudah kenyang karena makan soto pohong yang nggak ada di Malang. "Lain kali aja, ya," jawabku. Aku akhirnya dimampirkan ke pusat oleh-oleh yang ada di Desa Kapedi, Kec Bluto, Kab Sumenep yang berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan.
Aku membeli seperlunya karena aku tidak membawa kendaraan sendiri untuk ke Malang. Maleslah bawa barang banyak. Apalagi masih mampir Pamekasan ke rumah temanku untuk mengambil keripik singkong. Aku mampir ke rumah temanku Muchsin di Pamekasan dan bersantai-santai dengan istrinya.
Setelah mengobrol beberapa saat, aku meninggalkan Pamekasan. Sayangnya aku tidak sempat lagi berkeliling Kabupaten Pamekasan. Ada beberapa tempat wisata sudah pernah aku kunjungi sih. Tapi memang belum pernah ke Sumenep. Selama perjalanan meninggalkan Madura, semuanya berkesan. Sampai ketemu lagi Madura. I want to see u again....! (sylvianita widyawati)
Komentar
Posting Komentar