BPR Artha Kanjuruhan Merugi, Setor PAD Rp 40 juta
BPR Artha Kanjuruhan Pemkab Malang dalam kondisi merugi. Karena itu, komisaris tidak memperpanjang masa bakti para direksinya. Namun saat ini sudah dipilih direksi baru yang diseleksi dari tim Bank Indonesia yang diharapkan bisa meningkatkan kinerja BPR. Bupati Malang, Rendra Kresna sendiri awalnya juga tidak mengetahui informasi kerugian BPR itu. ”Saya baru tahu ini. Sebab tiga bulan lalu ketika bertemu komisarisnya tidak membicarakan soal kerugian itu,” kata Rendra Kresna, Bupati Malang usai mengikuti sidang paripurna di DRPD Kabupaten Malang, Rabu (14/12).
Menurut Khofidah, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Malang, BPR pada tahun ini ditargetkan memberikan PAD Rp 170 juta. Namun dalam saat PAK lalu, targetnya diturunnya menjadi Rp 130 juta. Tapi hingga Desember ini, baru menyetorkan Rp 40 juta atau jauh dari target. Padahal penyertaan modal Pemkab Malang dengan swasta di BPR itu mencapai lebih dari Rp 4 miliar. Menurutnya, temuan merugi itu didapat ketika ada dengar pendapat dengan BPR Artha Kanjuruhan beberapa waktu lalu. ”Yang datang hanya Pak Marlis, salah satu komisarisnya. Sebab para direksinya baru saja berhenti,” ujar Khofidah.
Tapi ia tidak mau menyebutkan berapa kerugian BPR itu. Komisaris hanya membawa selembar laporan yang dibawa ke Komisi C. Dari laporan itu diketahui BPR itu merugi. Nampaknya, BPR itu tidak mengoptimalkan dana pihak ketiga milik nasabah untuk diputarkan dalam kredit di bank itu sendiri. Namun dana itu dititipkan ke pihak lain, yaitu sebuah bank lain untuk dijadikan putaran kredit dalam bentuk kerjasama. Masalahnya timbul karena ternyata dalam kerjasama itu ada masalah. Celakanya, dalam nota kesepahaman itu, ketika terjadi masalah dengan kreditnya, maka kerugian ditanggung oleh BPR itu sendiri, bukan bank yang dijadikan kerjasama.
Sehingga sangat disayangkan juga mengapa tidak jeli pada isi nota kesepahamannya. Menurut anggota dewan dari PKB ini, mestinya BPR itu cukup mengurusi nasabah-nasabah kecilnya yang risiko kreditnya juga lebih kecil daripada dititipkan ke bank lain yang angka kreditnya tentu lebih besar. Namun risikonya juga lebih besar. Sebab dari kredit yang macet, ada agunannya berupa tanah yang perlu proses lagi untuk menjadi likuid. ”Awalnya kita sempat berpikir untuk meminta pemkab memberikan tambahan modal. Tapi kalau melihat kondisi merugi ini, maka BPR harus membenahi dirinya dulu,” tambah wanita berjilbab itu. Katanya, BPR ini juga pernah untung, namun ia lupa kapan.
Dengan jumlah nasabahnya yang banyak sebenarnya menjadi potensi tersendiri bagi BPR itu. Selain itu perlu mempromosikan diri agar makin dikenal. Pemkab Malang sebagai pemilik BPR seperti itu masih berharap banyak BPR itu bisa eksis dengan mengelola dana nasabahnya. ”Idealisme untuk BPR itu adalah membantu nasabah kecil sehingga BPR harus tetap ada. Harapan saya, direksi yang baru nanti bisa memberikan kinerja yang lebih baik,” kata Rendra. Sebab potensi nasabah kecil-kecil itu seperti pedagang pasar yang kini juga sudah disasar oleh bank besar. ”Kalau memberi kredit-kredit kecil senilai Rp 500.000-an kan risikonya juga kecil,” ujarnya.
BPR Artha Kanjuruhan Pemkab Malang beroperasi pada 9 Mei 2005 setelah memperoleh Ijin Prinsip Pendirian BPR dari Direktorat pengawasan Bank Perkreditan Rakyat Bank Indonesia No: 6/300/DPBPR/P3BPR pada 29 Oktober 2004, dan telah memperoleh Ijin Usaha dari Gubernur Bank Indonesia No: 7/16/KEP.GBI/2005 tanggal 23 Maret 2005. Tujuan berdirinya BPR adalah memberdayakan perekonomian masyarakat antara lain usaha kecil dan mikro khususnya yang berada di wilayah Kabupaten Malang. Marlis, salah satu komisaris BPR ini tidak bisa dihubungi ponselnya untuk dimintai keterangan.
Sementara itu, Abdul Malik, Sekda Kabupaten Malang yang merupakan komisaris utama BPR itu membenarkan kondisi di BPR itu. "Dengan kerugian yang diderita oleh BPR itu, kita telah mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki manajemen," ujar Abdul Malik. Seperti dengan tidak memperpanjang masa bakti para direksi dan telah mengganti dengan direksi baru. Menurutnya, telah diangkat dua direksi yang kini sedang menunggu pengesahan dari Menkumham. Sehingga, para direksi itu sekarang dalam proses magang di BPR itu. "Tahun depan biar mereka sudah running well. Mereka kami beri waktu selama enam bulan untuk memperbaiki kinerja BPR itu," tegasnya. Apalagi NPL (Non Performing Loan) atau kredit bermasalah pada bank itu mencapai lebih dari lima persen atau di atas ketentuan. Pihaknya juga meminta agar BPR itu menyalurkan kredit dengan kembali ke khittahnya yaitu ke para pedagang kecil, UMKM dan PNS Pemkab Malang. "PNS Pemkab Malang itu potensial. Jumlahnya saja mencapai 18.000 orang dan bisa digarap untuk menyalurkan kreditnya," urai Malik. Menurut Malik, BPR itu pada 2003 jumlah asetnya mencapai Rp 3,750 miliar dan akhirnya menjadi lebih dari Rp 10 miliar. Katanya, pada 2010, BPR sempat menyetorkan PAD mencapai Rp 130 juta. Namun karena mengalami kerugian, pada tahun ini memang menyetorkan Rp 40 juta. "Ya, namanya perusahaan kadang ada untung dan ruginya. Namun ini kan sudah kami ambil langkah perbaikannya," pungkasnya. vie
Komentar
Posting Komentar