Ngebet Selamatkan Penyu Kabupaten Malang
Enggar dengan penangkaran tukik hijau di rumahnya |
Di sana sudah ada tumpukan kotak-kotak plastik berisi tukik atau anak penyu. Lucu-lucu meski tidak ada gerakan dari mereka. Berangkat dari keprihatinannya terhadap penyu, membuat Enggar merintis penangkaran tukik penyu di rumahnya di Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.
Tukik hijau |
Uang yang dikeluarkan juga sudah tak terhitung dari kantongnya. Keprihatinan Enggar adalah adanya penjualan telur penyu yang dihargai Rp 1000 per butir. Sedang untuk penyunya Rp 75.000 per kg. Padahal berat indukan penyu bisa mencapai 60 kg.
"Fungsi penyu itu untuk merawat terumbu karang. Pantai-pantai selatan di Kabupaten Malang kan terkenal dengan hasil lobster, kakap merah dll,” kata pria kelahiran 2-2-1972. Terumbu karang adalah tempat ikan-ikan hidup. Jika semua terpelihara, maka ikan tak akan habis diambil. Tapi yang dilihatnya, produk laut diambilnya tanpa merawat ekosistemnya. Kegalauan hatinya itu dirasakan setelah ia menyepi di Pulau Sempu.
Maka penjual ikan itu merintis penangkaran atau tempat karantina penyu hijau itu sejak 2007. Meski mungkin langkah itu tidak populer. "Maksud saya, sebagai penjual ikan, saya juga berharap ikan selalu ada melimpah," ceritanya. Tapi ternyata pada praktiknya, ternyata tidak semudah itu merawat tukik penyu untuk kemudian dilepas lagi ke pantai.
Sebab dari telur-telur yang ditetaskanya, ada yang berhasil, ada yang gembos karena tidak berkualitas. Belum lagi serangan semut merah.
Makanan tukik adalah cacahan ikan cakalang |
Ini yang diamatinya selama masa karantina tukik penyu di rumahnya. Sehingga tidak semua berhasil. Kalaupun berhasil, ada yang sakit, mati, ada yang kena jamur. Untuk mempelajari penyu itu, ia banyak belajar sendiri dan browsing di internet.
Sekitar 900 butir telur itu diambil dari Pantai Bajulmati, Pantai Watuleter dan Pantai Gua Cina dll. Masa pencarian telur antara Maret-Agustus.
Tukik-tukik yang mati ada
yang disimpannya di freser lemari es di dapurnya. “Ada memang yang
sudah saya buang, tapi ada yang saya simpan,” kata Enggar.
Diingatnya, mungkin ada 900 telur yang ditetaskan meski tidak semua berhasil. Sampai minggu lalu, ada 190 ekor tukik dari semula 300 ekor tukik. Mereka berasal dari tiga angkatan. “Saya tak hanya merawatnya agar hidup, tapi juga mempelajarinya kenapa ia mati/kenapa bisa hidup,” katanya sambil memberi makan tukik-tukik di lantai 2 rumahnya.
Usia tertua tukik penyu yang ada di rumahnya 3,5 bulan
karena dia adalah angkatan pertama. Sekitar usia tiga bulan, tukik sudah bisa mulai makan ganggang.
Diingatnya, mungkin ada 900 telur yang ditetaskan meski tidak semua berhasil. Sampai minggu lalu, ada 190 ekor tukik dari semula 300 ekor tukik. Mereka berasal dari tiga angkatan. “Saya tak hanya merawatnya agar hidup, tapi juga mempelajarinya kenapa ia mati/kenapa bisa hidup,” katanya sambil memberi makan tukik-tukik di lantai 2 rumahnya.
Ini rumah tukik sementara sebelum dilepas ke laut |
Enggar berencana melepas tukik itu ke Pantai Watu Leter, sebuah pantai dekat Goa Cina, Kabupaten Malang pada November 2013 mendatang. Untuk penangkaran tukik penyu itu, Enggar juga memberi makan sendiri.
Setiap hari, ia harus menyediakan ikan cakalang 1,5 kg untuk dicacah. Harga ikan cakalang sendiri Rp 20.000 per kg. “Makannya tiga kali sehari, pagi, siang, sore,” paparnya. Ia juga mau repot membawa 29 galon air asin untuk tempat hidup penyunya karena perlu diganti airnya setiap dua kali sehari. Obsesinya adalah bagaimana penyu tidak ditangkapi, tapi dari penyu bisa memberi nilai ekonomi.
Di mana wisatawan bisa bisa melihat habitat penyu hingga proses bertelurnya. Untuk mendukung itu ada homestay-homestay. Ia tak tahu kapan itu bisa terwujud. “Mungkin saya dianggap pemimpi dan pembual,,,,.” cetusnya. Menurutnya, sudah ada bantuan Rp 90 juta dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang yang akan diwujudkan jadi rumah konservasi. sylvianita widyawati
Komentar
Posting Komentar