Dampak Puting Beliung, Belajar Di Emperan Kelas


Pasca terjadinya puting beliung yang menimpa Kecamatan Wajak pada 12 Februari lalu, tiga ruangan kelas di SDN Wajak 01, Jl Cokroaminoto masih belum bisa dipakai lagi. Tiga ruangan itu meliputi dua lokal kelas dan sebuah gudang. Kondisi tiga ruangan itu sudah terlihat renta. Makin parah dengan kejadian itu karena genting-genting berterbangan sehingga ketika hujan juga bocor. Akibatnya, para siswa kelas 3 dan 4 di SD tersebut belajar di emperan kelas tersebut.
Ruangan yang rusak itu tidak terlihat karena berada di belakang kemegahan gedung utama yang telah direhab pada 2007 lalu. “Iya, ruangan yang rusak itu merupakan bangunan tahun 1976. Makin rusak setelah ada puting beliung lalu,” kata Drs Samai MSi, Kepala SDN Wajak 01 ketika ditemui di kantornya, Selasa (19/10). Emperan kelas diberi karpet. Sehingga anak-anak duduk tanpa meja dan saling berdempetan. Sedang untuk papan tulis, dipasang di tembok gedung utama langsung menghadap siswa.
“Kalau, pas hujan datang, anak-anak juga kasihan. Kalau panas, juga kasihan,” tutur Siti Khasanah, guru kelas 3. Ia sendiri juga merasakan hal yang sama. Ia mengaku, tidak tahu lagi bagaimana serapan siswa terhadap pelajaran. Sebab hanya diselingi jarak satu meter, sudah diisi para siswa kelas 4 yang juga duduk di emperan. Siswa kelas 3 berjumlah 45 anak dan kelas 4 sebanyak 43 anak. “Apalagi mulai minggu depan, Senin (25/10), anak-anak UTS (Ujian Tengah Semester),” cerita wanita berjilbab yang masih jadi guru sukwan ini.
Dengan kondisi tanpa dibatasi sekat apapun, antar pelajaran memang bisa terjadi distorsi penyerapan informasi. Seperti pada Selasa pagi siswa kelas 3 ada pelajaran Agama Islam, sedang kelas 4, ada pelajaran matematika. Kelas 3 mengucapkan kalimat Bismillahhirohmannirohim secara bersama-sama, kelas 4 disebelah mereka, sang guru, Emi Wahyuni sedang mengajar matematika dengan berseru keras tentang “Akar pangkat tiga….” teriak Emi Wahyuni. Kata Samai, atas kondisi itu, sudah dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten Malang. “Dari dinas juga sudah meninjau, pihak kecamatan juga konsultan,” terang Samai.
Memang, kondii gedung lama sudah waktunya direhab. Dari para walimurid sempat diusulkan untuk diberi terpal. Tapi ia tidak berani melangkah karena belum ada jawaban dari Dindik. Di satu sisi, ia juga mengkhawatirkan keselamatan anak-anak jika dipaksa di berada di lokal kelas itu karena kayu-kayunya juga sudah renta. Sempat juga ada kelas siang, tapi akhirnya tidak dteruskan karena rata-rata para siswa pada pukul 13.30 WIB banyak yang memiliki aktifitas mengaji. Menurut pria yang sudah menjabat kepala sekolah sejak 2004 itu, dengan kondisi sekolah seperti itu, memberi dampak pada siswanya.
“Ada yang melakukan mutasi ke sekolah lain. Jika sebelumnya siswa kelas 3 sebanyak 47 orang, maka per September menjadi 45 orang. Sementara kelas 4, yang mutasi hanya satu orang dari jumlah siswa sebelumnya 44 orang menjadi 43 orang,” jelasnya. Lima siswa yang pindah itu alasannya waktu itu pindah ke kecamatan lain. Tapi ternyata setelah ditelusuri malah pindah ke sekolah swasta. “Mungkin dampak dari kondisi ini,” kata Samai. M Nor Muhlas, Sekretaris FKB yang juga anggota Komisi B DPRD Kabupaten Malang menyatakan dampak tidak kunjung bisa dicairkan DAK 2010 karena juknisnya masih belum jelas mengakibatkan tidak bisa terperbaikinya sekolah-sekolah yang rusak.
“Sebaiknya Pemkab Malang bisa menggunakan dana tanggap darurat  karena kondisinya ini mendesak.
Tanggap darurat kan tidak hanya untuk bencana longsor. Sebab penyebab dari rusaknya sekolah ini antara lain juga dari bencana alam,” kata Muhlas, anggota dewan yang berdomisili di Wajak. Ia menyebut untuk perbaikan pergantian genteng yang sudah rusak, seperti genteng atau asbes gelombang.. Sebab ia tidak ingin, anak-anak bangsa ini bisa terganggu kegiatan proses belajarnya. vie.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini