Meja Kerja di Dinoyo Mall
Selain di Matos, jika berada di kawasan Dinoyo, saya punya opsi "meja kerja" di Dinoyo Mall. Opsinya di meja foodcourt lantai atas atau ke JCO. Jumat lalu (7/2/2025), saya kesana lagi karena pada Jumat sore akan ke UMM. Saya kesana sendirian. Kebetulan saya habis liputan dan melewati Dinoyo Mall. "Mending kesini saja karena lebih dekat ke UMM," pikir saya.
Awalnya akan ke Matos tapi kok jadi makin jauh. Ini akan berdampak pada biaya gojek. Kalau ke foodcourt, menu pilihan saya pasti ke Dundee karena enak. Ada pilihan mie, nasi. Tapi saya waktu itu pilih mie ayam Rp 17 ribu. Saya lalu beli teh racek Rp 9000 untuk cup jumbo. Menurut saya, mie ayam disini enak banget. Karena sudah lapar, saya mementingkan makan dulu. Kadang enaknya kalau jalan sendiri itu bebas menentukan pilihan.
Kalau ada orang lain, biasanya bingung opsi. Kalau makan mie ayam, saya singkirkan dulu pangsit gorengnya. ggak tahu kenapa saya seperti itu. Mungkin jadi bingung makannya karena di mangkok sudah ada olahan daging ayam. Jadi pangsit mie saya pindah ke tisue dan baru saya makan di akhir. Kayak jadi camilan. Setelah itu, saya mulai transkrip rekaman hasil wawancara sambil mengumpulkan semangat membuat berita.
Saya lalu pindah ke tempat duduk lain. Di foodcourt ini ada tempat duduk dan meja disertai colokan. Saya pindah kesana karena tidak enak lama-lama memakai meja kursi Dundee. Kebetulan, baterai HP juga tinggal separuh. Sambil mengisi baterai, saya mulai menulis berita. Sampai jam 15.00 WIB, saya sudah mengirim dua berita. Lalu saya turun ke lantai satu. Acara di UMM jadwaknya jam 15.00 WIB tapi feeling saya tidak ontime. Ternyata benar.
Tapi tidak masalah juga karena sudah tidak ada beban menulis. Saya duduk di tribun di Dome UMM dimana biasanya wartawan duduk disana. Tapi saya mencari teman lain, kok belum ada. Baiklah saya sendirian saja.
Tak lama kemudian, ada dua teman datang dan disusul lainnya. Hari itu ada Mendikdasmen Prof Abdul Mu'ti. Ini kali kedua saya bertemu beliau. Masih sama ramahnya.
Tapi sekarang makin banyak yang ingin berfoto dengan beliau. Karena sudah sore, saya mulai khawatir belum menulis apa-apa. Setelah pindah tempat, saya baru bisa mengetik sambil mendengarkan isi tabligh akbar di acara itu. Begitu selesai acara, saya juga mengirim berita. Jika tidak seperti itu, wah..saya pasti menulisnya kemalaman.
Dari UMM ke Sawojajar saja sudah lebih 30 menit karena lalu lintas padat. Sampai rumah, saya tinggal sholat magrib dan bercengkerama dengan anak-anak. "Alhamdullilah tadi sudah kirim berita. Jadi akhirnya santai," kataku pada anak-anak. Apalagi esok hari Sabtu (8/2/2025) dan tidak ada acara lain. Enak sekali di rumah saja. Bisa ke pasar, bersih-bersih rumah, setrika.
Pekerjaan rumah itu juga jadi penyeimbang jiwa bagi pekerja. Kayak jadi sarana healing. Seperti belanja ke pasar itu sangat saya sukai. Belanja saya ke Pasar Lesanpuro. Dari rumah, jalan kaki santai maksimal 5 menit. Di pasar ini relatif murah harganya. Bahkan saya sering menanyakan ke penjualnya kalau masak ini, bumbunya apa? Biasanya saya diberi resep.
Contohnya pas beli ikan asin manis klotok. Satu bungkus Rp 5000. Oleh penjualnya diberi resep memasaknya. "Jangan dicampur sama kepalanya. Itu membuat sambelnya jadi kotor," kata penjualnya.
Tapi, lanjutnya, ada juga yang suka dimasak bareng kepalanya. "Tapi kembali ke selera juga. Kalau senang kepala ikan klotok, mending digoreng berbeda/sendiri. Kalau dibarengkan, sambel ikan klotoknya kotor. Kan di kepala ikannya kotor," kata ibu penjualnya. Iya, benar sih. Saya pernah nyoba begitu. Kotor. Lagian, saya juga gak mungkin makan kepala ikan klotok. Mending makan dagingnya. Sylvianita Widyawati
Foto/sylvianita widyawati
Suasana di fooodcourt Dinoyo Mall, Jumat (7/2/2025).
Komentar
Posting Komentar