Kegiatan Megengan dan Nyadran di Kampung Budaya Polowijen Kota Malang Jelang Puasa
Kampung Budaya Polowijen (KBP) Kota Malang menjelang datangnya Ramadhan mengadakan Megengan dan Nyadran. Event tradisi yang sarat dengan kegiatan adat istiadat dan ritual yang rutin di selenggarakan selalu di nanti-nantikan warga dan masyarakat sekitar. Selalu ada yang unik di kampung ini.
Dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/3/2025), Ki Demang, penggagas KBP menjelaskan jika di KBP dari tahun ke tahun selalu ada sajian tari tadisional dan tari topeng. Sebab di KBP memang rutin menjadi tempat latihan menari. Setelah hujan reda, satu persatu tarian mulai di gelar dan di sajikan. Sebelumnya semua sajian makanan dan jananan keluar di taruh di atas meja ditengah diantara peneri dan undangan.
Di mulai dari tari Beskalan Putri Malang setelah itu tari Sekarsari lanjut tari topeng Ragil Kuning di tutup dengan tari Topeng Grebeg Sabrang. Acara itu dihadiri M Dwi Cahyono, Sejahrawan dan Arkeolog Malang yang memberikan pemaknaan terhadap Megengan dan Nyadran.
"Saya memulainya dari istilah prepegan, dimana orang sangat ramai di pasar, di lingkungan sekitar mushola dan di makam ada kegiatan sesuatu yang menjelang puasa yaitu megengan dan nyadran maka suasana itu di sebut prepegan"," kata dosen ini.
Sementara itu Megengan dan Nyadran merupakan dan hal yang berbeda sama sama dapat dilakukan di bulam Ruwah bulan Jawa dimana Megengan adalah selametan dengan tujuan memohon keselamatan dan kelancaram berpuasa sambil minta maaf kepada sesama dengan membagikan kue apem dan pisang.
Sedangkan nyadran kegiatan ke makam leluhur dengan membersihkan makam dan berdoa agar luluhurnya tenang di sisi sana, tutur M Dwi Cahyono. Doa dipimpin oleh Ki Demang dengan mengunakan bahasa Jawa. Sambil melafalkan mantra mantra kidung jawa, carokowalik dan kolocokro suasana terasa khidmat.
Doa yang sebenarnya memberikan makna terhadap ubo rampe cok bakal kembang setaman, tumpeng dan jajan pasar termasuk apem dan pisang. Di tengah rintik hujan acara arak-arak topeng tetap di selenggarakan, puluhan penari dan beberapa warga juga turut menyertai arak-arakan dengan membawa topeng kembang setaman dan dupa di bawa ke makan makan Mpu Topeng Ki Tjondro Suwono yang biasa di panggil Mbah Reni.
Arak-arakan di pandu oleh Mbah Karjo dalang topeng suket sambil di beri arahan tentang laku hening manepak roso karena perjalan tidak menggukan alas kaki. "Kita dari tanah dan kembali ke tanah, dengan melepas alas kaki menuju ke makam artinya kita diingatkan bahwa kelak kita kembali juga dengan tidak menbawa apa apa," terang pria yang bernama Samsyul Subakri. Ia adalah budayawan Kota Malang yang konsen di dolanan anak.
Sesampai di makam yang sebenarnya hanya berjarak 150 meter dari lokasi KBP anak-anak diajak langsung berdo'a oleh Ki Demang Penggagas Kampung Budaya Polowijen. Do'a dilantunkan dengan cara bahasa Arab dan Indonesia yang sebelumnya menceritakan sejarah topeng Malang dan Makan Mbah Reni bahwa asal usul topeng malang di tahun 1880 an selain berasal dari berbagai desa di Kabupaten Malang salah satunya dari Polowijen. Topeng yang di bawa diletakkan semua diatas makam dan setelah berdoa dilakukan tabur bunga.
Sedang Sany Repriandini, Ketua Umum Perempuan Bersanggul Nusantara yang selama ini membersamai megengan dan nyadran di KBP yang sudah berjalan tujuh tahun dalam sambutannya menyapaikan bahwa megengan yang di Kota Malang yang lengkap dengan acara ceremonial adat jawa dan ada arak arakan nyadran itu hanya di KBP. Selain itu ada arak tumpeng apem di Ki Ageng Gribig yang akhir akhir ini selenggarakan.
Melihat potensi pelestarian ritual dan adat tradisi jawa yang makin hilang maka kegiatan seperti ini perlu di adakan dan di lestarikan. "Jangan sampai punah meskipun sekarang ini megengan kita jumpai hanya di mushola. Padalah dulu yang di selenggarakan di rumah dan halaman orang tetua, atau tokoh adat yang di tuakan," ujar Sany. Sylvianita Widyawati
Komentar
Posting Komentar