Mantan PNS Gugat Bupati-Gubernur Rp 10,7 M

M Sholeh Yuddhana
 Kasus gugatan perdata mantan PNS Pemkab Malang, Moch Shaleh Yuddhanna, warga Desa Sitirejo, Kecamatan Wagir kepada Bupati Malang dan Gubernur Jawa Timur karena tidak puas diperhentikan sebagai PNS oleh Gubernur Jawa Timur pada 1989 terus bergulir. Nilai gugatannya kepada tergugat satu yaitu Bupati Malang senilai Rp 782.416.625. Sementara untuk tergugat dua, yaitu Gubernur Jawa Timur sebesar Rp 10 miliar yang harus ditanggung renteng oleh bupati dan gubernur. Dasar gugatan itu nampaknya berawal dari ketidakpuasan Yuddhana karena dianggap tidak masuk kerja selama tiga tahun pada 1985-1988 kasus gugatan perdata itu baru di sidang pertama pada 13 September lalu di PN Surabaya. Sidang berikutnya akan dilanjutkan dengan mediasi pada 20 September mendatang.
“Saya tidak tahu mengapa gugatan baru diajukan sekarang,” kata Subur Hutagalung, kuasa hukum Bupati Malang yang juga Kasubbag Pelayanan Hukum Setda Kabupaten Malang. Gubernur pada waktu itu dijabat Sularso mengeluarkan SK pemberhentian dengan hormat tapi tidak atas permintaan sendiri pada 21 Juni 1989 dengan No 062/24611042/Tahun 1989. Tapi kemudian pada 2001 terbit SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang pada 1 Oktober 2001 No 882.3/153/429/033/2001 tentang pencabutan pencabutan hukuman disiplin. “Ini yang aneh. Masak surat gubernur bisa dicabut oleh bupati,” kata Subur. Sekda Kabupaten Malang, Abdul Malik mengaku sudah memiliki catatan Shaleh yang tidak pernah masuk kerja sehingga kemudian ada sanksi itu. “Tapi kita tunggu saja prosesnya di pengadilan. Yang jelas, yang bersangkutan telah dipecat oleh gubernur. Bupati pada tahun itu tidak memiliki kewenangan memecat,” ujar Malik.
Terpisah Shaleh kepada wartawan menyatakan awalnya bekerja di Pemkab Malang sebagai sukwan (tenaga honorer) sejak 1964 di bagian keuangan selama lima tahun. Baru pada 1973 diangkat sebagai PNS dan ditugaskan di bagian ketertiban umum. Menurutnya, pada 1985, saat itu sekwilda saat itu Syamsul Riadi meminta kepadanya untuk menjadi staf khusus pembantu sekwilda dan tugasnya melakukan pemeriksaan administrasi dari proyek-proyek di Kabupaten Malang. Keputusan itu berdasarkan rapat oleh pimpinan. “Saya sempat menolak tugas itu karena sudah ada yang bertugas di bagian itu. Namanya Suyato, petugas pemeriksa keuangan,” tutur Shaleh. Tapi akhirnya tugas itu dilaksanakannya selama tiga tahun yaitu 1985-1988. Disposisi untuk mengerjakan tugas itu setiap hari diterimanya dari sekwilda dan dilaporkannya.
“Saya setiap harinya absen dua kali, yaitu di rumah sekwilda dan di bagian umum,” tutur Shaleh. Rumah sekwilda saatt itu masih berada di komplek kantor bupati Jl Agus Salim Kota Malang (saat ini sudah jadi poliklinik Pemkab Malang). Tugas dari sekwilda itu dilaporkan setiap hari. Sampai suatu hari setelah berjalan tiga tahun, ada pemeriksaaan di bagian ketertiban umum oleh inspektorat Kabupaten Malang pada Januari 1989. Menurut Shaleh, tentang nilai gugatan itu sebenarnya relatif kecil karena harusnya bisa mencapai Rp 27 miliar. Tulus Hariyanto, mantan Kepala BKD Kabupaten Malang menyatakan pihaknya pernah membuat risalah mengenai kronologis kasus Yuddhana. Sebab setiap ada pergantian pimpinan kepala daerah Kabupaten Malang, selalu memunculkan masalah ini.
“Pada 2009, kami pernah mengecek persoalan itu karena ada SK pencabutan hukuman displin ini,” kata Tulus yang kini menjadi staf ahli Bupati Malang ini. Menurutnya, nomor register di BKD itu benar tapi tidak mengenai soal pencabutan hukuman displin ini. “Makanya kita patut menduga, bahwa surat itu palsu karena register nomor suratnya tidak sama dengan yang ada di BKD,” ujar Tulus. Risalah soal itu dikatakan sudah dinaikkan ke bagian hukum dan bupati. Selain itu, lanjutnya, bagian hukum sudah pernah membicarakan baik-baik dengan Yudhanna untuk tidak mengajukan gugatan itu. “Jadi biar nanti siding yang akan membuktikannya,” papar Tulus. Vie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini