Semangat Siswa Adalah Semangat Guru


Semangat belajar yang tinggi dari para siswa SDN Tumpakrejo 10 Kalipare, Kabupaten Malang menjadi pengobar semangat para guru pendidiknya. 

Padahal sekolah yang berada di Dusun Jurang Dandang, Desa Tumpakrejo ini tidak memiliki sarana prasana yang mendukung. Guru saja tidak punya ruang kantor. 

Belum lagi medannya yang relatif sulit untuk menuju ke sekolah itu.  Di sekolah itu, untuk satu ruangan berukuran 6 x6  meter saja dijejali untuk empat kelas, yaitu kelas 3,4, 5 dan 6. 

Pemisah ruangannya adalah papan tulis warna putih. Sementara untuk siswa kelas 1 dan 2 dijadikan satu di ruangan lain berukuran 2 x4 meter yang dibangun oleh wali murid. Total jumlah siswa kelas 1-6 sebanyak 40 orang.

”Ini memang kategori SD kecil. Awalnya ya cuma satu kelas saja sebagai SD Inpres tahun 1986-an dan melayani anak-anak dari tiga RT di dusun ini,” cerita Sariyem BY, Kepala SDN Tumpakrejo 10 ditemui di lokasi, Rabu (1/2). Namun baru-baru ini, di lokasi itu ada satu ruang kelas baru yang dibangun dari anggaran DAK 2011 senilai Rp 94.950.000. 

Meski belum diserahterimakan, namun Sariyem, wanita berjilbab ini berencana memindahkan siswa kelas 5 dan 6 ke kelas baru itu nanti. Sehingga nantinya, tiap kelas, diisi untuk dua kelas. Dengan begitu,  siswa lebih leluasa dan nyaman dalam belajar. Saat ini, jumlah siswa kelas 1 sebanyak sembilan orang, kelas 2 sebanyak lima orang, kelas tiga sebanyak empat orang, 

Kelas tiga ada lima orang, Kelas 4 ada 10 orang, Kelas 5 ada lima orang dan kelas 6 ada enam orang. Meski sudah mendengar kondisi di SDN itu, tapi ketika ia dimutasi memimpin SDN ini pada 2010, ia sempat kaget juga. Sebelumnya ia bertugas di SDN Arjowilangun 6, Kalipare. 

”Saya kaget ketika melihat anak-anak ke sekolah bawa tikar. Saya tanya buat apa? Ternyata jika siswa kelas enam try out untuk ujian sekolah dan Unas, siswa kelas 3,4,5 belajar di teras sekolah,” ujar Sariyem sambil menitikkan air mata.

Tapi kini sekolah sudah mempunyai tikar sendiri sehingga anak-anak tidak perlu membawa tikar dari rumah. Karena anak-anak sudah terbiasa dengan kondisi itu, yang ia dapatkan justru spirit belajar yang tinggi pada anak-anak didiknya. ”Tiap unas juga lulus semua dan bisa masuk SMPN semua,” katanya bangga. 

Menurut Sariyem, karena melihat semangat tinggi siswa dan guru-gurunya, ia berharap tidak dipindah lagi sampai pensium 2019 nanti agar bisa terus mendidik para siswa di dusun itu. ”Saya tidak sampai hati meningggalkan anak-anak ini. Anak-anak juga manut,” tutur Sariyem yang setiap harinya diantar oleh suaminya dari Desa Arjowilangun ke Desa Tumpakrejo untuk bekerja. 


Menurut Sari, kalau ia sampai menitikkan air mata terkait sekolah ini bukan menyesali ditugaskan di tempat terpencil. Namun karena hatinya justru tergugah dengan kondisi sekolah dan ingin mendidik siswanya agar berhasil. 

Di SDN ini hanya ada tiga PNS yaitu kasek, satu guru PNS baru dan Juki sang penjaga sekolah. Lahan di sekolah itu adalah milik Juki yang telah diwakafkan. Sisanya ada empat GTT. 

Paling senior yaitu Finis Isharningsih, guru kelas 6 yang mengabdi sejak 2005 di SDN ini. Selain itu juga ada GTT bernama Dwi Antoro, Zainal Arifin dan Lailatul Rosida. Kasek sendiri mengajar di kelas 2. Meski digaji kecil, tapi Finis kerasan di sekolah itu.

 ”Ya, bagaimana lagi. Saya senang mengajar di sini dan bertemu anak-anak,” kata Finis. Ia menceritakan, pada 2009 pernah jatuh ketika menuju lokasi sekolah. ”Karena jalanan berlumpur, saya jatuh. Sampai sekolah, yang memandikan malah anak-anak,” cerita Finis dengan mata berkaca-kaca. 

Sebelum ada tambahan GTT, jika Sari ada rapat kerja, maka Finis jadi andalan untuk mengajar seluruh kelas. Gaji GTT di sekolah ini sebesar Rp 100.000 per bulan yang diambilkan dari BOS. Tapi pada tahun ini, honor GTT direncanakan akan dinaikkan oleh sekolah karena jumlah BOS yang diterima sekolah per triwulan naik menjadi Rp 5 juta dari semula Rp 3 juta/triwulan.

Karena para guru tidak memiliki kantorjika mereka istirahat tempatnya adalah di teras sekolah meminjam bangku siswa. Untuk kegiatan administrasi Sari mengaku mengerjakan di rumah karena di sekolah tidak ada listrik. "Ada oloran kabel dari tetangga sekolah tapi tidak pernah saya pergunakan," jelas dia.

Dimas Aji Pangestu, siswa kelas 4 mengaku tidak mempermasalahkan kondisi sekolahnya, termasuk ketika harus belajar di teras sekolah karena siswa kelas enam tryout ujian sekolah dan unas. ”Nggak papa. Tapi memang enak belajar di kelas,” kata Dimas diamini Udin teman sekelasnya. Untuk tryout kelas enam, setiap minggunya sejak Januari dilaksanakan tiga hingga empat kali untuk mata pelajaran yang diunaskan. sylvianita widyawati
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini