‘Diketak’ Guru, Wahyudi Mogok Sekolah Tiga Bulan


Wahyudi sedang memberi makan kambingnya, Selasa (1/5)

TRAUMA karena ‘diketak’ (dijitak) oleh wali kelasnya, Karjan, siswa kelas 6 SDN Sumbersuko I bernama Wahyudi, Desa Sumbersuko, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang memilih tidak bersekolah lagi.

Anak ketiga pasangan Ngatmini-Agus Priyanto ini sempat mengisi hari tidak sekolahnya dengan bekerja sebagai buruh tani di Kecamatan Turen.

Untuk itu, ia uoah Rp 15.000 per hari dan bisa mengumpulkan uang Rp 300.000 yang bisa untuk membantu orangtua dan membeli pakaian. Tapi setelah ketahuan usianya masih belum cukup umur, ia tidak boleh bekerja lagi sejak pertengahan Februari lalu.

“Setelah ‘diketak’ sama Pak Karjan, saya langsung pulang dan menangis,” urai Wahyudi ditemui Surya di rumah tetangganya di Dusun Gunung Guntur RT 8/RW 1, Desa Sumbersuko, Kecamatan Dampit. Ia baru saja membantu orangtuanya dengan mencucikan baju di sungai, Selasa (1/3).

Kejadian itu diperkirakan pada Desember 2010 pada pagi hari. Ceritanya ia disuruh melepaskan topi oleh wali kelasnya. Topi warna merah putih itu kemudian ia lepas. Tak lama kemudian ia pakai lagi. Tapi ternyata disuruh melepas lagi. Setelah itu, ia ‘diketak’. Karena kesakitan, ia menangis dan langsung pulang ke rumahnya.

Padahal untuk pulang pergi (PP)  ke sekolah dari rumahnya di Dusun Gunung Guntur, ia harus berjalan kaki sepanjang 6 km melewati jalan yang berlumpur. “Saya sebenarnya masih ingin sekolah lagi. Tapi kalau masih ada Pak Karjan di sekolah itu, saya masih takut,” cetus bocah kelahiran tahun 1997 ini dengan malu-malu.

Yang bisa ia gambarkan soal wali kelasnya adalah pria yang mudah marah. Setiap pagi semasa masih sekolah, Wahyudi berangkat dari rumahnya pukul 05.30 WIB dan sampai di sekolahnya pukul 06.30 WIB. Para tetangganya sangat menyayangkan aksi mogok sekolah Wahyudi karena selama enam tahun bersekolah dan harus melewati tantangan berjalan PP 6 Km,

Menjelang akhir kelulusan kok malah tidak mau bersekolah karena takut dengan aksi guru yang mengajar matematika itu. Informasinya, UASBN (Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional) untuk siswa kelas 6 akan diadakan pada Mei 2011 nanti. Samian, guru agama di sekolahnya, kabarnya sempat mendatangi rumah Wahyudi.

Tapi ia tidak berhasil bertemu dengan Wahyudi dan orangtuanya. Kedua orangtua Wahyudi sejauh ini memang belum pernah ke sekolah untuk menanyakan kejadian itu termasuk nasib anaknya. Ngatmini sehari-hari adalah buruh pilih kopi di Dampit. Sementara ayahnya, Agus Priyanto adalah kuli di Pasar Dampit.

Kakak Wahyudi yaitu Eko,19, juga hanya lulus SD dan bekerja sebagai buruh tani. Menurut Wahyudi, buku-buku pelajarannya juga sudah ia berikan kepada adik kelasnya karena nampaknya sudah kehilangan motivasi sekolah.

Siswa kelas VI di SDN Sumbersuko I sebanyak 18 orang ketika Wahyudi belum meninggalkan sekolah itu. Wahyudi sendiri ketika ditanya soal cita-citanya, ia juga tidak tahu harus menjawab apa. “Mboten ngerti,” jawab Wahyudi. Inwiyono, Kepala SDN Sumbersuko I menyatakan baru bertugas di sekolah ini sejak Senin (28/2).

Ia mengaku belum tahu banyak soal kasus itu. Ia hanya mengetahui kejadiannya pada Desember 2010 dan ketika itu ia baru menjabat. “Saya akan mengecek lagi kasus ini,” jelas Inwiyono ketika ditemui di kantor UPTD Dindik Kecamatan Dampit didampingi Edy Suparyanto, Ketua PGRI Kecamatan Dampit, Selasa (1/3).

Awalnya Edy dan Inwiyono sempat berujar bahwa kasus itu sudah selesai. Tapi ketika ditanya selesai apa, mereka tidak bisa menjelaskan. Apalagi setelah kejadian itu menurut penuturan Wahyudi tidak pernah masuk sekolah sama sekali. “Atas kejadian itu, saya sebagai ketua PGRI minta maaf. Saya meminta kepada pejabat yang baru di sekolah itu untuk menyelesaikan kasus ini,” terang Edy sambil memandang Inwiyono yang duduk di sebelahnya.

Caranya, Inwiyono harus melakukan pendekatan lagi kepada Wahyudi agar anak itu mau sekolah lagi karena sangat disayangkan sudah kelas 6 harus mogok di tengah jalan. Kata kasek, karena rumahnya juga masih di Desa Sumbersuko, ia akan segera mendatangi Wahyudi dan berharap ia masih mau sekolah. Ia juga mengaku belum tahu apakah karena Wahyudi sudah lama tidak sekolah, ia masih masuk daftar siswa yang mengikuti UASBN. “Saya akan cek lagi, Mbak,” tegas mantan kepala SDN Baturetno, Dampit ini. sylvianita widyawati



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini