Masyarakat Harjokuncaran Diharapkan Cooling Down
MALANG-Masalah-masalah agraria di Kabupaten Malang yang melibatkan
kelembagaan di pusat sejauh ini masih belum ada solusinya. Sehingga di daerah
hanya bisa memfasilitasi keinginan warga dengan berkirim surat ke
instansi-instansi tersebut. Hal itu
diungkapkan oleh Miskari, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Malang, Rabu
(13/6). “Dewan menjadi ruang mediasi di tingkat daerah, begitu juga pemerintah
daerah,” tutur Miskari di ruang Komisi A (Hukum dan Pemerintahan) DPRD Kabupaten
Malang di Kepanjen. Sejumlah masalah
agraria yang masih belum terselesaikan hingga saat ini, yaitu lahan di
Harjokuncaran, Kecamatan Sumbermanjing Wetan dengan Puskopad, masalah Purboyo
yang melibatkan TNI , Perhutani dengan warga Taman Satrian yang berada di
lereng Gunung Semeru, masalah perkebunan Kalibakar dll.
Menurutnya, masalah Harjokuncaran pernah dibawa ke DPR RI
agar dilakukan mediasi/gelar perkara. Namun masalahnya, hal itu belum pernah
dilakukan oleh DPR RI hingga kini. Meski
masih belum mendatangkan hasil, namun solusi berkirim surat ke DPR RI sebagai
langkah tepat, karena merekalah yang bisa mengadakan mediasi di tingkat
pusat. Ia berharap, masyarakat
Harjokuncaran untuk cooling down dulu
sampai dicarikan penyelesaiannya dan tidak ada chaos. Menurut Miskari, yang menjadi titik permasalahan di
Harjokuncaran adalah terkait SK 263 dari Menteri Pertanian yang memberikan hak
pengelolaan lahan itu yang dikelola Puskopad. Di atas lahan itu ditanami
tanaman tebu.
Sedang bukti warga
atas lahan itu yang pernah disampaikan ke Komisi A seperti surat petok D dan
sudah dihapusnya secara administrasi pemerintahan desa atas sejumlah
dusun. “Pemkab Malang dan DPRD tentu
punya keinginan yang sama agar warga sejahtera, punya tanah dan dikelola baik.
Tapi ini kan negara hukum. Kalaupun ada lahan yang diredis, pasti ada
aturannya,” ujar Rendra Kresna, Bupati Malang usai menghadiri rapat paripurna
di DPRD Kabupaten Malang di Kepanjen, Rabu (13/6). Kecuali, lanjutnya, tanah
itu diserahkan ke daerah. “Maka, saya bisa menjawab, iya dan tidak. Namun hingga
saat ini, masalah pertanahan masih menjadi urusan,” tutur bupati.
Atas aksi yang dilakukan warga dengan menduduki dan mematok
lahan, bupati berharap masyarakat Harjokuncaran bersabar, tidak anarkis dan
berkaca pada masyarakat Desa Ringin Kembar dan Tegalrejo di kecamatan yang sama
dimana akhirnya mendapatkan lahan. Warga Ringin Kembar berjuang sejak 1969 dan
baru mendapatkan pada 1997. “Berjuang kan harus dengan kesabaran dan
ketelatenan karena semua pasti akan memperhatikan berjuang dengan organ daerah
dan pemerintah pusat,” ujarnya. Dengan aksi pematokan itu, menurutnya, hanya
berpotensi menimbulkan konflik. “Sebab mau dipatok atau tidak, jika tidak ada
kejelasan hukum, apa bisa memanfaatkan tanah itu,” tegasnya.
Ia sudah meminta Sekda Kabupaten Malang, Abdul Malik untuk
melaporkan lagi perkembangan di Harjokuncaran untuk disampaikan kepada
institusi terkait sebagai sarana untuk mengingatkan kepada pemerintah pusat.
“Agar kita tidak di’pisuhi’ masyarakat seolah kita tidak membantu mereka.
Padahal itu sudah kita lakukan,” pungkasnya. vie
Komentar
Posting Komentar