Pendidikan Masih Terlelap Pembelajaran Klasik
Suasana seminar di gedung Widyaloka UB |
Guru kini hanya sebagai fasilitator. Bukan
sebagai satu-satunya sumber ilmu. Sehingga bisa mengarahkan siswa mencari
sumber lain dengan memanfaatkan internet.
Hal itu disampaikan oleh Dr Sugeng Riyanto MSc,
Wakil Direktur Pembelajaraan Jarak Jauh (PJJ) Universitas Brawijaya (UB) Malang
dalam seminar "Pembelajaran Abad 21", Selasa (8/3/2016)" di
gedung Widyaloka.
Namun untuk itu, guru harus tetap memberikan pengarahan agar siswa mendapatkan informasi yang benar. Sehingga tidak melakukan pencarian ke situs-situs yang tidak sesuai.
Namun untuk itu, guru harus tetap memberikan pengarahan agar siswa mendapatkan informasi yang benar. Sehingga tidak melakukan pencarian ke situs-situs yang tidak sesuai.
Dalam pembelajaran abad 21, belajar sudah tidak
hanya pensil, buku, tapi memanfaatkan smartphone, notepad sebagai pengganti.
"Kita masih lelap dengan pembelajaran klasik. Pensil, pen dan buku. Belum dibiasakan belajar secara terbuka," kata dia. Sehingga sepertinya ada takut. "Dengan media terbuka lewat gadget, internet. Bisa belajar di ruang tanpa batas. Bahkan sambil shopingnya bisa belajar," jelas dosen UB ini.
Ia mencontohkan sendiri terkadang memberi kuliah sambil makan. "Sambil menggigit krupuk, berikutnya saya jawab pertanyaan mahasiswa saya," katanya. Model pembelajaran daring (dari jaringan) dipelopori awal oleh Universitas Terbuka (UT). Kemudian ada istilah pendidikan jarak jauh. Terminologi terakhir disebut daring.
Selain murni daring, ia memaparkan alternatif blended learning. Yaitu menggabungkan pembelajaran off dan online. Sementara untuk penugasan ke siswa, guru bisa menfaatkan email, skype dll. Namun di satu sisi, penugasan ke siswa dengan kebebasan mengakses di dunia maya menciptakan adanya plagiasi.
Sebab mereka lebih asik copy paste daripada menjadikan sumber di internet sebagai bahan untuk diolah lagi.
Sehingga ketika ada penugasan, yang diterima guru malah banyak "kembang"nya daripada mutiara dihasilnya.
Pembelajaran daring diatur dalam permendikbud untuk pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Meski ada daring, guru tetap berfungsi sebahai guidance/penunjuk. Supaya siswa berjalan di arah yang lurus. Dengan menjadikan kelas terbuka, pembelajaran tidak kaku.Untuk itu, sekolah harus menyiapkan alat-alatnya. Daring bisa dimulai dari TK sampai perguruan tinggi (PT). PT pun msh mencoba tahapan ini. sylvianita widyawati
"Kita masih lelap dengan pembelajaran klasik. Pensil, pen dan buku. Belum dibiasakan belajar secara terbuka," kata dia. Sehingga sepertinya ada takut. "Dengan media terbuka lewat gadget, internet. Bisa belajar di ruang tanpa batas. Bahkan sambil shopingnya bisa belajar," jelas dosen UB ini.
Ia mencontohkan sendiri terkadang memberi kuliah sambil makan. "Sambil menggigit krupuk, berikutnya saya jawab pertanyaan mahasiswa saya," katanya. Model pembelajaran daring (dari jaringan) dipelopori awal oleh Universitas Terbuka (UT). Kemudian ada istilah pendidikan jarak jauh. Terminologi terakhir disebut daring.
Selain murni daring, ia memaparkan alternatif blended learning. Yaitu menggabungkan pembelajaran off dan online. Sementara untuk penugasan ke siswa, guru bisa menfaatkan email, skype dll. Namun di satu sisi, penugasan ke siswa dengan kebebasan mengakses di dunia maya menciptakan adanya plagiasi.
Sebab mereka lebih asik copy paste daripada menjadikan sumber di internet sebagai bahan untuk diolah lagi.
Sehingga ketika ada penugasan, yang diterima guru malah banyak "kembang"nya daripada mutiara dihasilnya.
Pembelajaran daring diatur dalam permendikbud untuk pemanfaatan TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi).
Meski ada daring, guru tetap berfungsi sebahai guidance/penunjuk. Supaya siswa berjalan di arah yang lurus. Dengan menjadikan kelas terbuka, pembelajaran tidak kaku.Untuk itu, sekolah harus menyiapkan alat-alatnya. Daring bisa dimulai dari TK sampai perguruan tinggi (PT). PT pun msh mencoba tahapan ini. sylvianita widyawati
Komentar
Posting Komentar