Galih Slamet Wiyono, Peniru Kicau 100 Burung
Sylvianita Widyawati
Malang
MalangMenirukan secara persis kicau burung, apalagi sampai 100 macam, bukan urusan latihan setahun dua tahun. Slamet berlatih sejak usia 15 tahun, hingga kini usia 49 tahun, sampai benar-benar bisa menipu burung yang sebenarnya.
“Pertama dulu ya..coba-coba. Lho kok bisa? Akhirnya sampai sekarang bisa menirukan suara burung, mungkin lebih dari 100 suara,” kata Slamet ketika ditemui di rumahnya di Sukun Gempol RT4/RT10 Kota Malang, Selasa (17/5).
Meski bekerja serabutan, tetapi dunia burung-lah yang ditekuni Slamet sejak lama. Ia mengaku belajar tentang suara burung sejak bekerja pada seorang juragan yang gemar memelihara burung. Waktu itu ia dibayar untuk merawat burung koleksi juragannya. Sang juragan yang sekarang sudah meninggal memang amat sering membeli burung, apalagi setiap kali ke luar negeri.
Dalam kurun waktu bertahun-tahun itulah, ia mendapatkan pengetahuan tentang burung dan suaranya. Senjatanya kini adalah jari-jari tangan dan gocekan lidahnya serta keras lemah tiupan angin dari mulutnya yang menghasilkan lebih dari 100 suara burung. Kemampuan itulah yang membuat ia tersohor di kalangan penggemar burung berkicau di Kota Malang.
Dengan kemampuan yang unik itu, Slamet kini banyak dicari pemilik burung yang kehilangan hewan kesayangannya itu. Si pemilik dipastikan akan mau melakukan apa saja asal burungnya kembali ke sangkar, termasuk membayar mahal Slamet. Jadi, semakin tinggi prestasi si burung, semakin tinggi juga honor untuk Slamet.
Berdasarkan pengalamannya, Slamet menarik sebuah teori soal burung hilang. “Biasanya burung itu pergi jauh dari rumah si pemilik. Tapi itu juga tergantung isi perut burung. Jika ia masih kenyang, biasanya agak lama kembali. Tapi jika ia pergi dalam kondisi agak lapar, maka burung akan cepat kembali,” kata Slamet.
Langkah pertama, kata Slamet, tentu saja mengetahui jenis burung yang hilang, termasuk jenis kelaminnya. Begitu jelas jenis buruannya, siulan pun langsung mengudara.
Slamet perlu mengetahui jenis kelamin burung yang dicarinya. Sebab, bila buruannya itu burung jantan, maka ia harus memikat si burung dengan suara betinanya. Begitu juga sebaliknya. “Burung selalu tertarik dengan lawan jenisnya,” kata Slamet.
Slamet akan terus bersiul, mengirimkan sinyal rayuan, sampai si burung nongol dan akhirnya bisa dibujuk untuk masuk ke sangkar lagi. Kalau sudah seperti itu, si pemilik tidak akan segan merogoh kantongnya untuk menghargai jasa bapak dua anak ini. Pernah Slamet mengantongi sampai Rp 2 juta sekali berhasil memikat burung kabur.
Salah satu burung yang termakan kicauan Slamet adalah seekor kacer yang kabur ketika hendak dimandikan pemiliknya. Dengan wajah bermuram durja, si pemilik minta pertolongan Slamet. Tapi, dengan siulan mautnya, Slamet berhasil mengembalikan si kacer ke sangkarnya, begitu juga dengan senyum di wajah si pemilik. “Uang Rp 1 juta pun masuk kantong saya,” kata Slamet.
“Harganya kacer juara itu mahal. Makanya saya berani memberi dia honor mahal,” cerita Dhoni, pemilik burung kacer terpisah.
Seekor cucak hijau seharga Rp 10 juta pun pernah ia tarik kembali dari kaburnya dalam waktu tak sampai setengah hari. Ia pun mendapat imbalan Rp 2 juta.
Jasa Slamet pun banyak dipakai pemilik burung untuk urusan lomba. Di sini Slamet berperan sebagai joki, yaitu pengumpan siulan, sehingga si burung pun terseret menjadi ’lincah’ bersuara. “Kalau burung yang saya joki menang, saya juga dapat uang lumayan,” jelasnya disambung tawa.
Di sini honor Slamet juga tergantung berapa rupiah hadiah yang didapat burung itu. Biasanya ia mendapat honor Rp 500.000 sekali njoki.
Meski sederhana, Slamet bisa membeli rumah berkat siulan mautnya. “Semua dikumpulkan, hasilnya juga untuk keluarga. Ada rumah juga meski jelek, cukup-lah buat berteduh,” kata pria tak tamat SD itu.
Soal kemampuannya, Slamet berani menjamin tidak salah menentukan suara dari 100 macam yang dia kuasai. “Nggak pernah salah. Semua saya hafal dan keluar begitu saja,” kata suami dari Nur Chasanah itu.
Untuk menjaga kicauannya tetap merdu, Slamet cukup dengan menjaga kesehatan. ”Kalau sakit ya cepat saja disembuhkan. Paling susah kalau pas batuk. Harus minum jahe biar suara cepat pulih,” kata pria itu.
Hati Slamet cukup senang karena kedua anaknya juga mulai menyukai suara burung, sehingga ia bisa berharap kemampuannya bisa diwariskan. Ketekunan dan dedikasi pada sesuatu, pasti akan menghasilkan keahlian dan tentu saja uang serta ketenaran. Inilah yang dialami Galih Slamet Wiyono setelah berpuluh tahun mempelajari dan menirukan suara beragam jenis burung.
Kembalikan Burung Juara, Kantongi Rp 2 Juta
Sylvianita Widyawati
Malang
MalangMenirukan secara persis kicau burung, apalagi sampai 100 macam, bukan urusan latihan setahun dua tahun. Slamet berlatih sejak usia 15 tahun, hingga kini usia 49 tahun, sampai benar-benar bisa menipu burung yang sebenarnya.
“Pertama dulu ya..coba-coba. Lho kok bisa? Akhirnya sampai sekarang bisa menirukan suara burung, mungkin lebih dari 100 suara,” kata Slamet ketika ditemui di rumahnya di Sukun Gempol RT4/RT10 Kota Malang, Selasa (17/5).
Meski bekerja serabutan, tetapi dunia burung-lah yang ditekuni Slamet sejak lama. Ia mengaku belajar tentang suara burung sejak bekerja pada seorang juragan yang gemar memelihara burung. Waktu itu ia dibayar untuk merawat burung koleksi juragannya. Sang juragan yang sekarang sudah meninggal memang amat sering membeli burung, apalagi setiap kali ke luar negeri.
Dalam kurun waktu bertahun-tahun itulah, ia mendapatkan pengetahuan tentang burung dan suaranya. Senjatanya kini adalah jari-jari tangan dan gocekan lidahnya serta keras lemah tiupan angin dari mulutnya yang menghasilkan lebih dari 100 suara burung. Kemampuan itulah yang membuat ia tersohor di kalangan penggemar burung berkicau di Kota Malang.
Dengan kemampuan yang unik itu, Slamet kini banyak dicari pemilik burung yang kehilangan hewan kesayangannya itu. Si pemilik dipastikan akan mau melakukan apa saja asal burungnya kembali ke sangkar, termasuk membayar mahal Slamet. Jadi, semakin tinggi prestasi si burung, semakin tinggi juga honor untuk Slamet.
Berdasarkan pengalamannya, Slamet menarik sebuah teori soal burung hilang. “Biasanya burung itu pergi jauh dari rumah si pemilik. Tapi itu juga tergantung isi perut burung. Jika ia masih kenyang, biasanya agak lama kembali. Tapi jika ia pergi dalam kondisi agak lapar, maka burung akan cepat kembali,” kata Slamet.
Langkah pertama, kata Slamet, tentu saja mengetahui jenis burung yang hilang, termasuk jenis kelaminnya. Begitu jelas jenis buruannya, siulan pun langsung mengudara.
Slamet perlu mengetahui jenis kelamin burung yang dicarinya. Sebab, bila buruannya itu burung jantan, maka ia harus memikat si burung dengan suara betinanya. Begitu juga sebaliknya. “Burung selalu tertarik dengan lawan jenisnya,” kata Slamet.
Slamet akan terus bersiul, mengirimkan sinyal rayuan, sampai si burung nongol dan akhirnya bisa dibujuk untuk masuk ke sangkar lagi. Kalau sudah seperti itu, si pemilik tidak akan segan merogoh kantongnya untuk menghargai jasa bapak dua anak ini. Pernah Slamet mengantongi sampai Rp 2 juta sekali berhasil memikat burung kabur.
Salah satu burung yang termakan kicauan Slamet adalah seekor kacer yang kabur ketika hendak dimandikan pemiliknya. Dengan wajah bermuram durja, si pemilik minta pertolongan Slamet. Tapi, dengan siulan mautnya, Slamet berhasil mengembalikan si kacer ke sangkarnya, begitu juga dengan senyum di wajah si pemilik. “Uang Rp 1 juta pun masuk kantong saya,” kata Slamet.
“Harganya kacer juara itu mahal. Makanya saya berani memberi dia honor mahal,” cerita Dhoni, pemilik burung kacer terpisah.
Seekor cucak hijau seharga Rp 10 juta pun pernah ia tarik kembali dari kaburnya dalam waktu tak sampai setengah hari. Ia pun mendapat imbalan Rp 2 juta.
Jasa Slamet pun banyak dipakai pemilik burung untuk urusan lomba. Di sini Slamet berperan sebagai joki, yaitu pengumpan siulan, sehingga si burung pun terseret menjadi ’lincah’ bersuara. “Kalau burung yang saya joki menang, saya juga dapat uang lumayan,” jelasnya disambung tawa.
Di sini honor Slamet juga tergantung berapa rupiah hadiah yang didapat burung itu. Biasanya ia mendapat honor Rp 500.000 sekali njoki.
Meski sederhana, Slamet bisa membeli rumah berkat siulan mautnya. “Semua dikumpulkan, hasilnya juga untuk keluarga. Ada rumah juga meski jelek, cukup-lah buat berteduh,” kata pria tak tamat SD itu.
Soal kemampuannya, Slamet berani menjamin tidak salah menentukan suara dari 100 macam yang dia kuasai. “Nggak pernah salah. Semua saya hafal dan keluar begitu saja,” kata suami dari Nur Chasanah itu.
Untuk menjaga kicauannya tetap merdu, Slamet cukup dengan menjaga kesehatan. ”Kalau sakit ya cepat saja disembuhkan. Paling susah kalau pas batuk. Harus minum jahe biar suara cepat pulih,” kata pria itu.
Hati Slamet cukup senang karena kedua anaknya juga mulai menyukai suara burung, sehingga ia bisa berharap kemampuannya bisa diwariskan.
Komentar
Posting Komentar