Pemkab Malang Ogah Berlaku Sebagai PPTKIS


Peran pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan kepada TKI harus makin besar dan jelas. Hal ini karena sebanyak 85 persen masalah TKI di luar negeri, sebenarnya telah dimulai saat masih di daerah.Masalah dari daerah misalnya terkait perekrutan TKI, percaloan, hingga tak beresnya urusan administrasi kependudukan. Ketika masalah di dalam negeri sudah ruwet sejak awal,  ketika terjadi apa-apa, perlindungan kepada para TKI minim. Sebab tak jarang, TKI yang bermasalah sesuai identitas yang dimiliki dari daerah A, ternyata sejatinya berasal dari daerah B. Hal-hal seperti ini menyulitkan pemantauan.
Permasalahan TKI yang kerap muncul seperti pemalsuan dokumen, pra penempatan hingga penempatan dll. ”Menurut saya, peran pemerintah daerah dimulai sejak dari perekrutan, penyelesaian dokumen dll. Tidak perlu mendirikan badan baru, tapi di dinas yang sudah ada seperti di Disnaker,” ujar Soepriyatno, Ketua Tim Panja RUU perubahan UU No 39/2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI usai jaring aspirasi dengan sejumlah elemen terkait di Pringgitan bersama Bupati Malang, Kamis (26/1).
Dengan semua dilakukan oleh pemerintah daerah, maka peran PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Swasta) bisa dikurangi karena tujuannya lebih pada perlindungan kepada TKI, bukan melulu masalah penempatan TKI. Menurutnya, setelah calon TKI dilantih pemerintah daerah, baru kemudian diarahkan ke PJTKIS. Katanya, tidak menutup kemungkinan ada pusat perizinan terpadu di daerah. Sementara peran pemerintah pusat lebih pada pengawasan dengan BNP2TKI sebagai koordinatornya.
Namun Bupati Malang, Rendra Kresna menyatakan tidak menyetujui semua peran dilakukan oleh pemerintah daerah, apalagi berlaku seperti perusahaan yang merekrut calon TKI hingga memberangkatkan. ”Saya tidak mau seperti itu. Peran pemerintah daerah itu sebatas pada masalah administrasi kependudukan saja sebagai bentuk perlindungan kepada TKI. Masalah lainnya tetap harus dilakukan swasta,” kata Rendra. Hal itu sudah disampaikan ke panja. Namun ia tidak tahu sikap daerah lain.
Ia memberi masukan ke panja agar perusahaan-perusahaan PJTKIS hanya berada di daerah-daerah penyuplai/kantong-kantong TKI. Sementara di Jakarta hanya kantor cabang saja. Yang ia lihat, kantor utama semua ada di Jakarta, sedang di daerah hanya cabang. ”Ketika ada masalah TKI, keluarga mereka kasihan harus ke Jakarta dan belum tentu ketemu pemiliknya. Kalau ada di daerah kan lebih memudahkan mereka,” katanya. Menurut Soepriyatno, UU No 39/2004,  dari sisi substansi, esensi dll sebanyak 50 persen sudah harus dirubah. ”Nanti ada UU baru, bukan hanya revisi,” kata Sopriyatno. Rencananya, pada April mendatang, UU baru ini akan didok. Karena itu, panja mencari banyak masukan dari daerah-daerah kantong TKI. vie   


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini