Nasib Kigumas, Dewan Bakal Panggil Pemkab-KUD
MALANG- Komisi A dan C DPRD Kabupaten Malang akan memanggil
Pemkab Malang dan KUD Gondanglegi terkait nasib PT Kigumas (Kawasan Industri
Gula Milik Masyarakat). Pasalnya, pabrik gula mini itu telah menghabiskan uang APBD lebih dari
Rp 28 miliar, namun tidak ada hasil yang bisa dinikmati. Setelah tak kunjung
mendapat investor, tahun ini Pemkab Malang mengajukan rencana pencabutan Perda Kabupaten Malang No
16/Tahun 2003 tentang PT Kigumas (Kawasan Industri Gula Milik Masyarakat) oleh
Pemkab Malang dalam program legislasi daerah (prolegda).
Dalam kerjasama menjadi PT itu, KUD Gondanglegi bertindak sebagai
penyedia lahan seluas satu hektare. Sementara Pemkab Malang melengkapi dengan
bangunan dan mesin-mesinnya. PT Kigunas merupakan bagian dari program Kawasan
Industri Masyarakat Perkebunan (Kimbun) yang digagas pada 2001 dan berdiri
mulai 2003. Tapi ketika beroperasi
bertahun-tahun lalu, pabrik gula mini itu tidak berhasil memproduksi gula
kristal putih, tapi hanya menghasilkan nira. Jajaran direksinya yang
mengelolanya juga sudah tidak ada lagi. “Kalau bisa dalam pertemuan nanti, ada
solusinya terkait nasib Kigumas. Yang jelas, kondisinya sekarang kan tidak bisa
dioperasionalkan,” ujar Khofidah, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Malang, Mingu
(29/4).
Namun jadwal pertemuan akan dibahas dulu dalam badan
musyawarah (bamus) DPRD Kabupaten Malang.
Kata Khofidah, dengan mencabut perda itu, berarti harus diketahui mana
aset KUD, aset Pemkab Malang. Apalagi dalam kerjasama itu, KUD juga tidak
memperoleh pendapatan. “Jika nanti dijadikan BUMD, juga harus dipikirkan plus
minusnya. Begitu juga jika tetap dipertahankan jadi PT. Menurut saya, jika
Kigumas ditangani serius sebenarnya juga bisa jalan,” kata politisi dari PKB
ini. Hasil dari pertemuan nanti diharapkan menjadi masukan bagi Balegda (Badan
Legislasi Daerah) terkait rencana pencabutan perda yang menjadi inisitif Pemkab
Malang itu.
Imam Syafii, Wakil Ketua Komisi C melihat usulan pencabutan
perda itu sebagai upaya untuk membubarkan PT Kigumas meski masih belum taraf
pembahasan. “Anggaran dulu kan sudah
membebani keuangan daerah karena mencapai Rp 28 mliar,” tandasnya. Begitu juga untuk gaji pegawainya. AR Firdaus,
Kepala Disperindag dan Pasar Kabupaten Malang, salah satu anggota dewan
pengawas PT Kigumas menyatakan Pemkab Malang sudah melakukan pembahasan nasib
PT Kigumas pada pekan lalu dan dipimpin oleh Sekda Kabupaten Malang, Abdul
Malik.
“Kalau dari Disperindag dan Pasar Kabupaten Malang, sayang jika PT Kigumas dibubarkan. Sebaiknya
tetap mencari pihak ketiga. Syukur jika masih ada yang mau bekerjasama dan
hasilnya dibagi tiga antara Pemkab Malang, KUD dan investor,” ujar AR Firdaus
terpisah. Menurutnya, terakhir masih ada calon investor yang berminat. Apalagi
pendirian pabrik gula di Pulau Jawa sudah dilarang. Sehingga ijin dari PT itu
memiliki nilai jual tinggi. “Tapi yang memungkinkan, PT Kigumas jadi pabrik
gula merah. Karena sejak awal mesinnya kan tidak pernah menghasilkan gula
kristal putih. Jika memproduksi gula merah, izinnya cukup ke Disperindag dan
Pasar saja,” paparnya.
Tapi persoalan kedua adalah soal taksiran aset PT Kigumas
dari DPPKA (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset) Kabupaten Malang
berdasarkan taksiran BPK mencapai sekitar Rp 29,2 miliar. Sebuah taksiran harga
yang tinggi. Sementara calon investor yang ikut dalam rapat membahas Kigumas
itu memperkirakan asetnya sekitar Rp 5 miliar. Sedang dinas teknis
memperkirakan asetnya tertinggi .
Pemkab Harus Bentuk Tim
Independen
Pencabutan atas perda Kabupaten Malang No 16 Tahun 2003
tentang PT Kawasan Industri Gula Milik Masyarakat (Kigumas) diperkirakan baru
akan dibahas badan legislasi daerah (balegda) pada Juni atau Juli mendatang.
Hal ini menunggu pengajuan dari eksekutif (Pemkab Malang) karena inisiatif pencabutan perda dari
eksekutif. “Dari pengajuan bupati itu
nanti disampaikan ke pimpinan DPRD Kabupaten Malang dan disampaikan ke Baleg,”
tutur Suaeb Hadi, Ketua Balegda Kabupaten Malang, Senin (30/4). Menurutnya,
pembahasan PT Kigumas termasuk mendesak karena kondisinya.
Sedang Erani Yustika, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya Malang menyarankan agar Pemkab Malang membentuk tim
independen sebelum memutuskan menutup PT Kigumas, pabrik gula mini itu. “Tim
itu bisa terdiri dari perguruan tinggi, asosiasi petani dan instansi yang
mengerti tentang gula,” jelas Erani. Tugas tim itu adalah mengkaji mengapa PT
Kigumas tidak jalan dan faktor penyebab dan dicarikan solusinya. Jika memang
tidak bisa dipertahankan, maka bisa ditutup saja. Namun ia belum mengetahui
apakah selama ini sudah ada kajian terkait masalah itu.
Menurutnya, jika ditutup, maka asetnya bisa lenyap. “Untuk
pembentukan tim itu tidak lama kok. Sekitar dua atau tiga bulan saja,” kata
Erani. Sementara Zia Ulhaq, Direktur Poldev Institut yang mengamati lama
masalah Kigumas, sebenarnya potensi Kigumas bagus tapi ternyata tidak bisa berjalan
sesuai dengan yang diinginkan. Konsepnya
waktu itu adalah pabrik gula mini itu bisa menampung produksi tebu milik
masyarakat yang tidak tertampung di dua pabrik gula besar di Kabupaten Malang.
“Pemkab Malang harus melakukan evaluasi terkait Kigumas karena asetnya cukup
banyak. Apalagi APBD yang dikucurkan untuk Kigumas juga tidak sedikit,” papar
Zia Ulhaq.
Yang lebih penting lagi, lanjut Zia, adalah kajian akademis apakah
Kigumas itu masih dibutuhkan oleh petani tebu atau tidak. Caranya dengan
menunjuk konsultan. “Kalau masih
dibutuhkan petani ya tidak masalah. Tapi jika tidak dibutuhkan oleh petani,
maka menjadi masalah,” paparnya. Sehingga kalau tetap dilanjutkan, juga harus
dipikirkan apa yang bisa didapat dari Kigumas. Apalagi selama ini, dalam
praktiknya Kigumas tidak bisa memberikan
masukan pada PAD Kabupaten Malang. Untuk
itu, asetnya harus dilelang, tapi harus ditaksir oleh ahli dulu soal nilai
asetnya. “Bisa dibilang, Kigumas itu
proyek gagal,” katanya. . vie
Komentar
Posting Komentar