Sekolah Tahun 70-an Jadi Target Perbaikan
MALANG-Sekolah-sekolah yang dibangun pada tahun 70-an akan menjadi
target perbaikan. Hal ini karena sejak dibangun, sekolah yang waktu itu
berbasis sekolah Inpres tidak pernah mendapat anggaran perbaikan.
“Sekolah-sekolah yang dibangun pada tahun 70-an tidak pernah diperbaiki,” kata
Prof Suyato PhD, Dirjen Pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Rabu (16/5) usai meresmikan Stadion Bani Hasyim di Singosari, Kabupaten
Malang. Namun ia tidak memerinci secara
persis jumlah sekolah rusak bangunan tahun 70-an yang harus mendapat perbaikan.
Katanya, hampir di seluruh kota/kabupaten di Indonesia,
sekolah bangunan tahun 70-an ada. Menurut pria yang pernah menjabat sebagai
mantan Rektor Universitas Negeri Jogjakarta ini, tahun ini, disiapkan anggaran
Rp 17 triliun untuk perbaikan sekolah dari total jumlah secara nasional
mencapai 173.000 ruang rusak berat. Anggaran itu berasal dari DAK (dana alokasi
khusus), blockgrant dan APBN-Perubahan. Di Kabupaten Malang sendiri, dari hasil survei
Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, ada lebih dari 2000-an ruang kelas rusak
yang diharapkan selesai diperbaiki hingga 2014 ini. “Nanti semua kelas rusak di
Kabupaten Malang akan dibangun,” tuturnya.
Namun menurut
Suyanto, untuk 173.000 kelas rusak itu harus diselesaikan hingga akhir tahun
ini, “Terbanyak sekolah rusak ada di Jawa Barat. Kemudian di Jawa Timur, kelas
rusaknya lumayan,” tuturnya. Tapi gudang kelas rusak masih ada di Jawa Barat.
Namun, lanjutnya, meski sekolah-sekolah yang rusak diperbaiki, bukan berarti
nantinya tidak ada sekolah yang rusak lagi. “Yang rusak sedang, jadi rusak
berat, Yang rusak ringan, jadi rusak sedang.
Alami saja seperti itu,” katanya. Sehingga selalu ada alokasi anggaran
untuk perbaikan-perbaikan sekolah yang rusak.
Menurut Suyanto, untuk perbaikan sekolah rusak, pada tahun ini juknisnya
adalah swakelola. Ia optimistis dengan model swakelola karena benar-benar
dilakukan sesuai dengan anggaran yang ada. Beda dengan sistem rekanan
(kontraktual) yang kadang masih di subkan.
“Kadang sudah disub-kan, masih disub-kan lagi,” jelasnya.
Bahkan ia menilai, ketika anggaran di swakelolakan, sekolah bisa memperbaiki
lebih banyak lagi. Misalkan dari
perbaikan kelas, bisa memperbaiki kamar mandi dll. Soal pengawasan perbaikan
sekolah-sekolah rusak itu, menurut Suyanto, seluruh pihak terlibat. “Ada
pemerintah daerah, polisi, BPK, BPKP, wartawan. Kalau ada penyimpangan, yang
berwenangan ada inspektorat di daerah-daerah,” jelasnya. Menurutnya, sangat
muskil proyek perbaikan sekolah dengan total jumlah 173.000 kelas rusak, tidak
ada yang mengawasi. “Jumlahnya itu banyak lho,,” ungkapnya. Namun ketika
ditanya soal laporan terkait perbaikan sekolah yang memakai DAK ke pihaknya, ia
mengaku tidak ada. Hal ini, lanjutnya,
karena pihaknya sudah menerbitkan
juknisnya, seperti soal jenis kayunya dll yang harus ditaati sehingga
diharapkan tidak ada pelanggaran bestek. vie
Komentar
Posting Komentar