Konsumsi ’Iwak’ Tempe Besar



Produk impor macam gula, kentang, atau beras memang dilarang masuk ke Jawa Timur (Jatim). Namun Pemprov Jatim tetap ’menganak emaskan’ produk kedelai. Produk kedelai impor yang masuk ke Jatim itu, berasal dari Amerika dan China. Wakil Gubenur Jatim, Saifullah Yusuf mengatakan, kedelai impor lebih pro rakyat. Perajin tempe Jatim lebih menyukai menggunakan kedelai impor untuk bahan tempe dibanding kedelai lokal. ”Perajin tempe kalau memakai kedelai lokal rugi karena bijinya kecil-kecil. Sementara memakai kedelai impor, bijinya besar. Kondisi ini sudah terjadi sangat lama,” kata Gus Ipul, panggilannya, saat di Pemkab Malang, Selasa (25/10).
Produksi perajin tempe juga bisa bertahan karena ditunjang konsumsi tempe yang besar oleh masyarakat. Dengan bercanda ia mengatakan hal itu karena tempe sudah masuk kategori ’iwak’ (maksudnya lauk). ”Sehingga ketika makan tempe menyebutnya’ iwak’ tempe,” ujarnya guyon. Di sisi lain, ketersediaan kedelai lokal juga masih minus. Menurut mantan Menteri Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) ini, kebutuhan kedelai mencapai 417.000 ton per tahun. Sementara ketersediaannya hanya 355.000 ton per tahun. Sehingga masih minus atau kekurangan 62.000 ton.Terpisah, Agus Tri, Kabid Produksi Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Malang menyatakan Kabupaten Malang bukanlah daerah sentral karena merupakan dataran tinggi.
”Kedelai hanya bisa ditanam di dataran rendah seperti di daerah tapal kuda,” jelas Agus Tri. Karena itu, produksi kedelai di Kabupaten Malang sangat sedikit atau dibawah 1.000 hektare. Lahan kedelai lokal ditanam petani di Kecamatan Kalipare dan Kecamatan Donomulyo. Mereka umumnya menanam dengan benih dari Balitkabi jenis Arjuno, Wilis dan Raung. Dalam satu hektare lahan kedelai memerlukan 40 kg-50 kg dengan hasil sebanyak 1,5 ton-2 ton/hektare.Menurutnya, produksi dari Kabupaten Malang justru lari ke Kota Malang, khususnya ke Sanan yang menjadi sentra pembuatan tempe. Sebab di Kabupaten Malang tidak ada sentra pembuatan tempe,” paparnya.
”Kedelai hanya bisa ditanam di dataran rendah seperti di daerah tapal kuda,” jelas Agus Tri. Karena itu, produksi kedelai di Kabupaten Malang sangat sedikit atau dibawah 1.000 hektare. Lahan kedelai lokal ditanam petani di Kecamatan Kalipare dan Kecamatan Donomulyo. Mereka umumnya menanam dengan benih dari Balitkabi jenis Arjuno, Wilis dan Raung. Dalam satu hektare lahan kedelai memerlukan 40 kg-50 kg dengan hasil sebanyak 1,5 ton-2 ton/hektare. vie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini