Pasien Jampersal Ditarik Pungutan
Mahmud, warga Desa/Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang harus mengeluarkan uang Rp 770.000 saat istrinya melahirkan di RSUD Kanjuruhan pada awal Juni lalu ketika mengikuti jaminan persalinan (jampersal). Uang itu untuk pendaftaran di loket Rp 25.000, Rp 590.000 untuk pembelian obat dan sisanya untuk pembelian alat-alat pra operasi. Kejadiannya berawal dari ketika istrinya dibawa ke puskesmas Bantur dalam kondisi ketubannya sudah pecah. “Akhirnya disarankan untuk dirujuk ke RSUD,” jelasnya pekerja swasta itu.
Maka berangkatlah ia ke RSUD Kanjuruhan di Kepanjen tanpa membawa apa-apa dalam kondisi panik karena kondisi istrinya. Karena tidak membawa identitas apa-apa serta uang, akhirnya petugas disarankan untuk mengikuti persalinan secara umum dulu. Setelah itu, ia disarankan mengikuti berbagai persyaratan untuk mengikuti jampersal. Istrinya kemudian melahirkan lewat operasi caesar menghabiskan biaya Rp 6,2 juta karena terkendala penyempitan pinggul. Sebenarnya Mahmud saat ini sudah tidak mempermasalahkan pembayaran yang sudah terlanjur dikeluarkannya.
”Ya, sudahlah. Yang penting anak saya sudah lahir dengan selamat,” ujarnya. Namun meski tidak mempermasalahkan, namun uang Rp 770.000 sudah dikeluarkannya. Ia juga tidak hendak menerima pengembalian uang itu jika memang akhirnya hal itu tidak benar. Sebab pasien jampersal harusnya tidak mendapat pungutan apapun. Namun hal ini bisa menjadi preseden buruk terhadap program jampersal karena sangat memungkinkan bakal terjadi lagi karena dilakukan oleh oknum. Direktur RSUD Kanjuruhan Kepanjen, dr Harry Hartanto menyatakan menerima masukan itu untuk kebaikan pelayanan di rumah sakit yang dipimpinnya.
Selain itu juga akan menelusuri kasus ini. ”Sebab kami juga punya tim pemantau jampersal, salah satunya adalah masyarakat karena memberi masukan,” ungkapnya. Dijelaskannya, RSUD Kanjuruhan tidak ingin mempersulit pelayanan jampersal asal ada rujukan yang jelas dari puskesmas atau bidan desa. ”Selain itu, keluarga pasien juga harus sudah membawa kelengkapan KK, KTP setempat yang masih berlaku,” kata dr Harry ketika ditemui di gedung DPRD Kabupaten Malang. Dimungkinkan, terjadinya kasus ini karena ada kesalahan komunikasi.
”Ini juga akan kami perbaiki,” janjinya. Dijelaskan, untuk jampersal, jika ibu melahirkan normal harusnya cukup dilakukan di puskesmas ”Sebab kondisi di RSUD juga terbatas, khususnya untuk jumlah tempat tidurnya,” urainya. Pihaknya akan tetap memfungsikan ruang serba guna sebagai tempat cadangan untuk pasien jampersal untuk 25 tempat tidur dalam kondisi darurat. vie
Komentar
Posting Komentar