Coret-Coret Karikatur Pengobat Kepenatan Hari Sasongko
Membuat karikatur ternyata sangat diminati oleh Hari Sasongko, Ketua DPRD Kabupaten Malang. Sayang, kini waktunya sudah tidak terlalu banyak untuk meluangkan ide membuat karikatur yang ditekuninya sejak tercatat sebagai mahasiswa FIA Jurusan Administrasi Negara Universitas Brawijaya Malang pada tahun 1982-an. “Padahal asyik lho membuat karikatur itu karena tidak perlu banyak kata-kata. Tapi karakter tokohnya harus kuat. Sehingga pesan yang disampaikan juga bisa jelas,” ungkap Hari Sasongko ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu. Tidak ada ikon tokoh khasnya. Biasanya yang menjadi sorotan dalam coretan karikaturnya semasa mahasiswa dulu adalah isu yang sedang ‘in’ saat itu. Seperti kritik politik, kebebasan pers, hutang luar negeri yang saat itu masih ada IGGI.
Ia melihat, perkembangan media massa sekarang jauh lebih berkembang dan begitu mudah bisa menyebarkan karikatur. “Dulu penyalurannya hanya ke majalah kampus ke terbitan-terbitan gelap,” kata pria kelahiran Malang, 2 Januari 1964 ini. Meski masih mengikuti berbagai perkembangan terkini, tapi untuk langsung coret-coret menjadi karikatur juga tidak bisa dilakukan lagi. Tapi ia sempat juga membuat karikatur terkait kasus Bank Century untuk dinikmati sendiri.
Tokoh sorotannya adalah Gayus Lumbun, anggota DPR RI dari PDIP yang berangkat dari Dapil Malang Raya yang menjadi Wakil Ketua Pansus Bank Century yang digambarkan membawa kaca pembesar sambil berjalan seolah sedang mencari kebenaran tentang kasus Bank Century. Di atas kepala Gayus diberi lingkaran dengan berbagai tanda seolah menggambarkan apa yang ada dipikirannya. Di depan Gayus, digambarnya ada tikus dan diberi tulisan “Jangan Ragu, Prof!!”. Boleh juga.
“Kalau dulu, menggambar karikatur dengan memakai bolpoin Boxi karena sedang trend. Sekarang bebas. Bisa bolpoin dan kertas apapun bisa,” cerita mantan mahasiswa abadi di FIA UB karena menghabiskan waktu tujuh tahun untuk menjadi sarjana penuh (S1). Karena karikatur lebih hanya jadi hobi, soal coret-coret bisa dilakukan dimana saja, termasuk di buku kerjanya. “Apalagi jika saat rapat kerja pas membosankan,” kata bapak empat anak yang tinggal di Perumahan Tambak Asri, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang ini.
Tapi paling sering dilakukan adalah menggambar di sembarang kertas. Setelah dicoret-coret, langsung ditinggal begitu saja. Sempat tersirat untuk membuat koleksinya, tapi lebih banyak lupanya. Meski begitu, beberapa koleksinya masih ada yang disimpannya. “PDIP juga dulu sering memakai karikatur saya, seperti di buku-buku partai atau di slide-slide di DPD PDIP Jawa Timur yang dipakai untuk memudahkan komunikasi,” cerita alumnus SMPN 1 dan SMAN 1 Kota Malang ini. Penggemar Panji Koming dan Om Pasikom karena kritikannya yang menyentuh berharap bisa terus menekuni kegiatan karikaturnya disela kepadatan tugasnya sebagai ketua DPRD Kabupaten Malang.
“Karikatur itu kan multitafsir. Sedikit melihat, tapi harus kuat diekspresi. Sehingga harus paham karakter tokoh yang disoroti,” kata Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang yang juga senang dengan hobi memelihara burung ini. vie
Ia melihat, perkembangan media massa sekarang jauh lebih berkembang dan begitu mudah bisa menyebarkan karikatur. “Dulu penyalurannya hanya ke majalah kampus ke terbitan-terbitan gelap,” kata pria kelahiran Malang, 2 Januari 1964 ini. Meski masih mengikuti berbagai perkembangan terkini, tapi untuk langsung coret-coret menjadi karikatur juga tidak bisa dilakukan lagi. Tapi ia sempat juga membuat karikatur terkait kasus Bank Century untuk dinikmati sendiri.
Tokoh sorotannya adalah Gayus Lumbun, anggota DPR RI dari PDIP yang berangkat dari Dapil Malang Raya yang menjadi Wakil Ketua Pansus Bank Century yang digambarkan membawa kaca pembesar sambil berjalan seolah sedang mencari kebenaran tentang kasus Bank Century. Di atas kepala Gayus diberi lingkaran dengan berbagai tanda seolah menggambarkan apa yang ada dipikirannya. Di depan Gayus, digambarnya ada tikus dan diberi tulisan “Jangan Ragu, Prof!!”. Boleh juga.
“Kalau dulu, menggambar karikatur dengan memakai bolpoin Boxi karena sedang trend. Sekarang bebas. Bisa bolpoin dan kertas apapun bisa,” cerita mantan mahasiswa abadi di FIA UB karena menghabiskan waktu tujuh tahun untuk menjadi sarjana penuh (S1). Karena karikatur lebih hanya jadi hobi, soal coret-coret bisa dilakukan dimana saja, termasuk di buku kerjanya. “Apalagi jika saat rapat kerja pas membosankan,” kata bapak empat anak yang tinggal di Perumahan Tambak Asri, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang ini.
Tapi paling sering dilakukan adalah menggambar di sembarang kertas. Setelah dicoret-coret, langsung ditinggal begitu saja. Sempat tersirat untuk membuat koleksinya, tapi lebih banyak lupanya. Meski begitu, beberapa koleksinya masih ada yang disimpannya. “PDIP juga dulu sering memakai karikatur saya, seperti di buku-buku partai atau di slide-slide di DPD PDIP Jawa Timur yang dipakai untuk memudahkan komunikasi,” cerita alumnus SMPN 1 dan SMAN 1 Kota Malang ini. Penggemar Panji Koming dan Om Pasikom karena kritikannya yang menyentuh berharap bisa terus menekuni kegiatan karikaturnya disela kepadatan tugasnya sebagai ketua DPRD Kabupaten Malang.
“Karikatur itu kan multitafsir. Sedikit melihat, tapi harus kuat diekspresi. Sehingga harus paham karakter tokoh yang disoroti,” kata Wakil Ketua DPC PDIP Kabupaten Malang yang juga senang dengan hobi memelihara burung ini. vie
Komentar
Posting Komentar