Sueb Kembangkan Songkok Made In Wajak
Industri rumah songkok indentik ada di Gresik. Namun di Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang dikembangkan oleh Sueb, 32, warga Desa Sukolilo yang merupakan ‘alumnus’ sebuah usaha sejenis di Gresik. Ketika songkoknya beredar di pasarnya, kompetitornya juga berasal dari Gresik dengan harga dan kualitas yang kompetitif.
Usaha songkok Sueb dilakukan di rumahnya yang lumayan luas dibantu dengan istrinya, Mutmainah atau akrab dipanggil Iin. Sejak 10 tahun lalu, usaha itu dibangun.
Kini ia sudah memiliki tiga merek yang menandakan kualitas songkok produksinya. Untuk merek Panah Emas yang merupakan kualitas satu harga jualnya Rp 20.000 per biji.
Kemudian merek Utama untuk kualitas dua harga jualnya Rp 15.000 dan merek Nasional untuk kualitas tiga dengan dengan harga jual Rp 8.000 per biji.
“Adanya beragam merek itu untuk memenuhi kebutuhan pasar. Karena mungkin ada yang mampu dengan harga murah dan mahal,” ungkap Sueb ketika ditemui Surya di rumahnya beberapa waktu lalu. Pemasarannya memang masih di sekitar Kabupaten Malang dan berhadapan langsung dengan songkok-songkok produksi Kabupaten Gresik.
Dalam 15 hari, ia bisa menghasilkan 10 kodi songkok. Satu kodi berisi 20 biji songkok warna hitam yang fungsikan kini tidak hanya untuk kegiatan ibadah. Menurut pria kelahiran Wajak, 1 Januari 1978, ketika memasuki Ramadhan, biasanya produksi songkoknya juga terkerek naik memenuhi permintaan pasar.
Sehingga produksinya per 15 hari bisa mencapai 20 kodian. Bahan songkok adalah kain beludru hitam, karton dan plastik. Setelah dipotong, bahan itu kemudian dijahit dan dibentuk songkok. Dalam perkembangan mode, songkok tak hanya hitam, namun jika ada pesanan, diberi ornament bordir.
Otomatis harga jualnya juga ikut naik.
“Tapi untuk yang diberi tambahan ornamen biasanya lebih banyak untuk pemesanan. Kalau yang dijual ke pasar-pasar, ya..warna hitam biasa. Sebab selera tiap pembeli berbeda,” ungkap ayah satu anak ini. Untuk itu ia mengedarkan sendiri songkok-songkok itu ke pelanggannya, yaitu toko-toko yang ada di pasar yang berada di Malang selatan.
“Kalau pesaing produksi dari Kabupaten Malang sendiri ya, tidak ada. Biasanya di pasar berhadapan dengan buatan Gresik yang juga menawarkan barang dan harga yang sama,” urainya. Padahal, bahan dasar, seperti beludru juga terus merangkak naik. Untuk beludru kualitas dua saja sudah mencapai Rp 75.000 per meter.
Sedang kualitas pertama, harga kain beludru mencapai Rp 93.000 per meter. Karena mengedarkan sendiri songkoknya, ia seperti agen. Songkok-songkok itu memiliki nomor 1-10 yang menandakan ukuran lingkar kepala pemakainya. Untuk songkok ukuran 1 biasanya untuk lingkar kepala 50 cm dan urutan nomor berikutnya, lingkar kepala naik 1 cm sehingga untuk ukuran 10, berarti ukuran lingkar kepalanya 60 cm.
Dengan tiga merek itu, pemasaran terbaik masih diperoleh dari merek Panah Emas dan Utama. Sueb mengisahkan, awal perjuangan membuat usaha songkok dimulai dengan modal Rp 300.000 yang dipinjam dari koperasi setelah ia keluar dari tempat kerjanya di Gresik. Saat itu, ia juga masih memiliki satu mesin.
“Awalnya, juga susah menawarkan songkok buatan saya karena umumnya belum mengenal kualitas buatan saya,” kata ayah dari Ayu Rahmawati ini. Jatuh bangun dilakoninya hingga meraih jalan seperti sekarang. Sueb ingin usaha songkoknya berkembang meski saat ini masih dilabeli ‘Produksi Sueb Malang’. Suatu hari, ia ingin melabeli dengan ‘Produksi Sueb Wajak, Kabupaten Malang’ agar para calon pembeli bisa kulakan songkok langsung darinya. sylvianita widyawati
Menjahit songkok |
Usaha songkok Sueb dilakukan di rumahnya yang lumayan luas dibantu dengan istrinya, Mutmainah atau akrab dipanggil Iin. Sejak 10 tahun lalu, usaha itu dibangun.
Kini ia sudah memiliki tiga merek yang menandakan kualitas songkok produksinya. Untuk merek Panah Emas yang merupakan kualitas satu harga jualnya Rp 20.000 per biji.
Kemudian merek Utama untuk kualitas dua harga jualnya Rp 15.000 dan merek Nasional untuk kualitas tiga dengan dengan harga jual Rp 8.000 per biji.
“Adanya beragam merek itu untuk memenuhi kebutuhan pasar. Karena mungkin ada yang mampu dengan harga murah dan mahal,” ungkap Sueb ketika ditemui Surya di rumahnya beberapa waktu lalu. Pemasarannya memang masih di sekitar Kabupaten Malang dan berhadapan langsung dengan songkok-songkok produksi Kabupaten Gresik.
Dalam 15 hari, ia bisa menghasilkan 10 kodi songkok. Satu kodi berisi 20 biji songkok warna hitam yang fungsikan kini tidak hanya untuk kegiatan ibadah. Menurut pria kelahiran Wajak, 1 Januari 1978, ketika memasuki Ramadhan, biasanya produksi songkoknya juga terkerek naik memenuhi permintaan pasar.
Sehingga produksinya per 15 hari bisa mencapai 20 kodian. Bahan songkok adalah kain beludru hitam, karton dan plastik. Setelah dipotong, bahan itu kemudian dijahit dan dibentuk songkok. Dalam perkembangan mode, songkok tak hanya hitam, namun jika ada pesanan, diberi ornament bordir.
Otomatis harga jualnya juga ikut naik.
“Tapi untuk yang diberi tambahan ornamen biasanya lebih banyak untuk pemesanan. Kalau yang dijual ke pasar-pasar, ya..warna hitam biasa. Sebab selera tiap pembeli berbeda,” ungkap ayah satu anak ini. Untuk itu ia mengedarkan sendiri songkok-songkok itu ke pelanggannya, yaitu toko-toko yang ada di pasar yang berada di Malang selatan.
“Kalau pesaing produksi dari Kabupaten Malang sendiri ya, tidak ada. Biasanya di pasar berhadapan dengan buatan Gresik yang juga menawarkan barang dan harga yang sama,” urainya. Padahal, bahan dasar, seperti beludru juga terus merangkak naik. Untuk beludru kualitas dua saja sudah mencapai Rp 75.000 per meter.
Sedang kualitas pertama, harga kain beludru mencapai Rp 93.000 per meter. Karena mengedarkan sendiri songkoknya, ia seperti agen. Songkok-songkok itu memiliki nomor 1-10 yang menandakan ukuran lingkar kepala pemakainya. Untuk songkok ukuran 1 biasanya untuk lingkar kepala 50 cm dan urutan nomor berikutnya, lingkar kepala naik 1 cm sehingga untuk ukuran 10, berarti ukuran lingkar kepalanya 60 cm.
Dengan tiga merek itu, pemasaran terbaik masih diperoleh dari merek Panah Emas dan Utama. Sueb mengisahkan, awal perjuangan membuat usaha songkok dimulai dengan modal Rp 300.000 yang dipinjam dari koperasi setelah ia keluar dari tempat kerjanya di Gresik. Saat itu, ia juga masih memiliki satu mesin.
“Awalnya, juga susah menawarkan songkok buatan saya karena umumnya belum mengenal kualitas buatan saya,” kata ayah dari Ayu Rahmawati ini. Jatuh bangun dilakoninya hingga meraih jalan seperti sekarang. Sueb ingin usaha songkoknya berkembang meski saat ini masih dilabeli ‘Produksi Sueb Malang’. Suatu hari, ia ingin melabeli dengan ‘Produksi Sueb Wajak, Kabupaten Malang’ agar para calon pembeli bisa kulakan songkok langsung darinya. sylvianita widyawati
Komentar
Posting Komentar