Partisipasi Pemilih Turun, Gaet Pemilih Pemula
MALANG-Partisipasi pemilih pemilu secara umum terus cenderung turun, sebagaimana di Kabupaten Malang. Pada pemilu 2004, porsentase pemilih yang datang ke TPS masih mencapai 80 persen. Kemudian saat menjadi 69 persen dan selanjutnya mencapai 56 persen. “Padahal pemilu diharapkan menjadi sarana yang bagus untuk transformasi,” kata Sugeng Priyanto dari KPU Kabupaten Malang di Hotel Cakra Turen, Kamis (5/4). Keengganan datang berpartisipasi kadang didorong rasionalistas seperti tidak mengenal benar calon yang akan dipilih sehingga tidak memenuhi aspirasinya. Ada juga yang memang tidak ingin datang, meski pemerintah daerah menjadikan kegiatan pemilu sebagai hari libur dengan tujuan agar bsa meningkatkan partisipasi memilihnya.
“Untuk pemilu seperti di kota besar seperti di Surabaya, ketika diberi hari libur saat pemilu, mereka justru memilih pulang kampung,” ujar Nadjib Hamid, anggota KPU Provinsi Jawa Timur. Hal itu diungkapkan dalam sosialisasi penyelenggaraan pemilu dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat dalam pemlaksanaan pemilu dan pemilu kada yang diadakan oleh KPU Kabupaten Malang. Ali Achmad, salah satu siswa SMAN 1 Turen yang hadir di acara itu membenarkan jika umumnya para pemilh kurang mengetahui detil siapa wakil yang dipilihnya. “Para pemilih pemula pasti juga akan seperti itu. Hanya ikut-ikutan memilih,” ujar Ali.
Langkah pragmatis pemilih itu, menurut Deden Faturohman, dosen sebuah perguruan tinggi di Malang yang juga mantan anggota KPU Kabupaten Malang jarena tidak ada jadwal kampanye yang padat dari para calon sehingga bisa makin dikenali oleh para pemilihnya. Tapi, lanjutnya, sebenarnya para pemilih juga bisa mengetahui bagaimana kandidat itu, minimal data administrasinya dengan datang ke KPU. Tapi langkah itu mungkin jarang menjadi pertimbangan pemilih. Ditambahkan oleh Nadjib Hamid, penyebab golongan putih (golput) dengan tidak memilih selain pertimbangan rasionalitas, juga terkait problem admninistrasi, teknis dan ideologis.
Problem administrasi seperti pemilih tidak terdata dalam kependudukan sehingga tidak masuk DPT (Daftar Pemilih Tetap), singkatnya waktu pendataan dll. Sedang problem teknis penyebab golput seperti pemilih ada kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan, cuaca tidak mendukung dll sehingga lebih merelakan diri tidak datang ke TPS. Namun langkah untuk mendapat partisipasi pemilih pemilu sebenarnya masih terbuka yaitu menggarap pemilih pemula. Para pemilih pemula adalah para remaja berusia 17 tahun hingga 21 tahun. Mereka adalah para siswa yang masih duduk di bangku SMA dan pertama kali mengikuti pemilu.
Menurut Nadjib, jumlah pemilih pemula mencapai 20-30 persen suara. “Sehingga perlu digarap pendidikan politik buat mereka. Kalau benar-benar dilakukan, lumayan kan dapat suara 20 persen,” tuturnya. Dengan diberi pendidikan politik, mereka bisa menggunakan hak politiknya secara sadar dan bertanggungjawab dalam menentukan pilihannya. Dijelaskannya, memang bukan hal mudah bagi calon yang menjadi kontestan pemilu untuk mendapatkan suara. Hal ini karena jumlah penduduk cukup besar. Di Jawa Timur saja, jumlah penduduknya mencapai 30 juta. Sehingga ongkos politiknya juga makin berat. Sampai kemudian ada wacana mengembalikan pemilihan gubenur dan wakilnya kembali dipilih oleh DPRD Provinsi, bukan lagi secara langsung. Sejarah pemilu di Indonesia telah dilaksanakan selama 10 kali yaitu mulai 1955 hingga 2009. Sementara pemilu presiden secara langsung baru diselenggarakan dua kali yaitu pada 2004 dan 2009. vie
Komentar
Posting Komentar