Investor Pasar BOT Yang Kabur Minta Ditelusuri


Para investor yang meninggalkan pasar-pasar BOT (built of transfer)  disayangkan oleh Komisi A DPRD Kabupaten Malang. Sebab tidak menunjukkan itikad baiknya mengurus pasar padahal kerja samanya masih belum berakhir.  Di satu sisi, Pemkab Malang nampaknya juga kurang bisa memberikan penekanan kepada para investor itu sehingga terkesan tidak memberikan pengawasan yang serius kepada para investor.  Padahal  dengan kaburnya para investor pasar BOT itu, yang dirugikan dari kerjasama BOT itu juga pemerintah daerah sendiri . “Harusnya yang masih menjadi tanggungan investor, kini malah menjadi beban pemerintah dan pedagang,” komentar Miskari, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Malang, Kamis (15/3). 
Sebab dengan ditinggalkan investornya, maka kondisi pasar sangat buruk dan memerlukan banyak perbaikan. Katanya, jika melihat kondisi seperti itu, ia menilai pada waktu dulu nampaknya tidak ada mekanisme yang jelas terjadi pasar-pasar yang di BOT-kan.  Terbukti, para investor bisa kabur tanpa bisa dimintai pertanggungjawabannya oleh pemerintah karena kondisinya kini. Meski Pemkab Malang sudah memastikan para investornya kabur, ia berharap pemkab terus melakukan pelacakan. Karena sangat mungkin masih ada yang bisa ditelusuri dari file yang masih ada. Sejumlah pasar yang di BOT-kan mulai 1992 ada di sejumlah titik, seperti Pasar Singosari, Pasar Lawang, Pasar Kepanjen, Pasar Dampit, Pasar Turen dll.
 Kata Miskari, dengan adanya kasus-kasus seperti ini, diharapkan menjadi pelajaran bagi Pemkab Malang untuk lebih berhati-hati bekerja sama dengan pihak ketiga. Katanya, masalah kerjasama-kerjasama itu tidak dikomunikasi dengan baik hingga ke masyarakat, maka juga tidak ada yang membantu mengontrolnya. “Termasuk mungkin ke dewan. Sehingga luput dari perhatian kami,” ujar Miskari. Terpisah, Tarmuji, Kabid Pengembangan Pasar Disperindag dan Pasar Kabupaten Malang menyatakan sejumlah pasar yang di BOT-kan itu tak berbarengan selesai masa kontraknya.  “Sebab ketika dibangun pasar-pasar yang di BOT-kan, tidak serentak. Sehingga ada yang selesai pada 2019. Bahkan ada yang baru selesai kerjasamanya pada tahun depan,” ujar Tarmuji.
 Ia menyebut, yang baru habis BOT-nya pada tahun depan yaitu Pasar Lawang dan kemudian disusul Pasar Singosari. “Karena BOT-nya sudah puluhan tahun, yang jelas kondisinya pasar-pasar saat ini sebagian besar sudah ada yang rusak dan sudah memprihatinkan sehingga perlu direhabilitasi lagi,” ungkap Tarmuji. Karena tak ada anggaran dari investor yang kabur itu, maka kembali Pemkab Malang harus meronggoh koceknya untuk dana perbaikan.  “Iya, tahun ini ada anggaran perbaikan. Tapi sifatnya kemitraan karena tidak semua kerusakan di pasar-pasar yang ada bisa diperbaiki pemerintah. Sehingga pemerintah bermitra dengan pedagang,” katanya. Tahun ini, ada Rp 700 juta dana kemitraan untuk 18 pasar, termasuk di pasar-pasar yang di BOT-kan itu.
 Menurutnya, ia masih membuat petunjuk teknik operasional terkait dana kemitraan itu yang diperkirakan baru bisa dijalankan pada Juni mendatang.  Dana kemitraan itu bisa untuk perbaikan gorong-gorong, pavingisasi, perbaikan talang, pagar, pintu pagar yang sudah banyak yang rusak. “Yang rusak diperbaiki untuk menjadi baik. Setidaknya jika talang diperbaiki, jadi nggak bocor. Pasar juga tidak jadi becek,” urainya. Tujuannya nanti agar pasar tradisional menjadi pasar tradsional yang sehat. vie 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini