Balada Pasien Jamkesda Kab Malang
Pasien gagal ginjal Jameksda ketika di Pemkab Malang |
Yulaichah ketika di DPRD Kab Malang |
Kalau akhirnya happy ending perjuangan para pasien Jamkesda Kabupaten Malang terutama yang menderita gagal ginjal dimana mulai Jumat (6/7/2012) bisa kembali ke RSSA Malang, saya ikut bahagia. Meski regulasi itu hanya untuk pasien pemegang kartu Jamkesda. Sedang pasien pemegang SPM (surat pernyataan miskin) masih harus daftar ulang lagi ke Dinkes Kabupaten Malang untuk diverifikasi ulang. Saya senang dengan binar-binar wajah pemegang kartu Jamkesda meski melihat kesedihan di pasien pemegang SPM. Mengikuti beberapa hari berita ini seperti sangat lama sekali, sama seperti rasa mereka menanti kepastian pengobatan mereka.
Terenyuh ya kalau ingat berpelukan dengan Mbak Wiwin, dari Bululawang yang bahagia karena bapaknya, pak Subandi bisa berobat lagi. Atau mas Suryo Mulyono dari Jabung yang akhirnya tertawa karena bisa berobat lagi di RSSA. Lengkap sudah, ada yang bahagia, ada yang sedih. Tapi saya harapkan semua mendapat jalan yang baik. Jadi membayangkan berita-berita saya terkait Jamkesda Kabupaten Malang. Untung, berita-berita itu selalu dapat tempat sehingga menjadi kesempatan untuk menjadi pembicaraan buat warga Kabupaten Malang. Apalagi sebelum happy ending ini, mereka juga berjuang kesana kemari untuk mendapatkan kejelasan status berobat mereka.
Saya jadi ingat berita saya tentang dinkes yang menyetop rujukan ke RSSA buat pasien Jamkesda Kabupaten Malang. Sehingga mereka hanya berobat ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen dan puskesmas-puskesmas yang ada. Tapi setelah berita itu keluar, ternyata respons tulisan saya itu bagus. Pasien gagal ginjal datang ke kantor Surya dan kemudian saya bertemu mereka di ruang sekpri Bupati Malang karena ingin bertemu bupati. Tapi tentu tak begitu saja bisa bertemu kepala daerah. Dari ruang piket sekpri Bupati Malang, saya jadi banyak mengenal mereka yang datang. Tapi tidak semua sih. Saya paling ingat ama mbakWiwin dari Bululawang. Ayahnya, Pak Subandi, adalah pemegang kartu Jamkesda. Kemudian mas Suryo Mulyono, warga Jabung.
Mas Suryo ini hebat. Termasuk pasien yang kuat karena masih bisa riwa-riwi naik sepeda motor. Selain itu juga beberapa keluarga pasien yang lain. Dari surat yang dikirimkan ke bupati, mereka akhirnya bisa bertemu langsung dengan Mursyidah, Kadinkes Kabupaten Malang di ruang sekpri bupati.
Tapi usai pertemuan, mereka juga tidak puas karena tidak ada solusinya. Alasannya karena setelah distop mereka harus cuci darah dimana? Sebab mereka juga sudah melakukan survei dulu ke RSUD Kanjuruhan di Kepanjen bahwa alat dan tenaga medis sangat terbatas dan itupun sudah ada jadwalnya. Usai pertemuan dengan Mursyidah, mereka sempat janjian bertemu dengan saya di halamam Pemkab Malang sambil duduk-duduk santai.
"Saya sejak kemarin sudah nggak enak makan, mbak Sylvie memikirkan bapak saya karena tidak jelas akan dirujuk dimana pasien Jamkesda ini," cerita mbak Wiwin. Cerita pasien yang lain juga begitu. Mereka akhirnya ke dinkes mencari kepastian. Dari dinkes mereka disuruh ke RSUD untuk bertemu salah satu wakil direkturnya, tapi tidak bertemu. Karena tidak puas, mereka akhirnya ke Komisi B DPRDKabupaten Malang. Pasien dan keluarganya yang bergabung makin banyak. Begitu lama menunggu untuk diterima oleh wakil rakyat itu. Sambil duduk di kursi lobi dewan, ada yang sudah mulai menangis. Tapi sedikit bahagia ketika ada kabar yang darurat akan dirujuk ke RS swasta.
Esok harinya, Mbak Wiwin SMS-saya gembira karena ayahnya sudah di RSUD dan menunggu dirujuk ke RS swasta. Tapi makin siang, pasien lain makin gelisah karena tak ada penanganan. "Pulang saja, Mbak, sambil saya cari tahu regulasinya pemkab bagaimana," kataku kepada Mbak Wiwin. Akhirnya mereka pulang. Karena tak jelas penanganannya, mereka berkumpul ke Pemkab Malang lagi dengan harapan bisa mendapat hasil. Dan akhirnya bisa memperoleh jawaban itu. Bisa berobat lagi keRSSA. Alhamdullilah...
Dari mereka, saya banyak pelajaran, termasuk soal menjaga kesehatan yang mahal harganya. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran buat semua untuk perbaikan sistemnya, bukan sekedar dari pressure media. Itu saja..
NB: Saya jadi ingat pak Didik dari Dampit. Penderita gagal ginjal. Wajahnya kering. Dia masih berusaha bercanda ke saya. "Mbak, saya dulu cover boy, lho. Tapi akhirnya begini," ceritanya. Saya tertawa..
Foto-foto:
mimjam milik mas gogon dan pak nedi, he,,he..
Komentar
Posting Komentar