Ramadhan, Musim Panen Pembuatan Sarung Lawang
Alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk membuat sarung |
Menjelang datangnya Ramadhan memberi cipratan bisnis pada
industri rumah yang memproduksi sarung yang berada di Kecamatan Lawang,
Kabupaten Malang. Meski pada hari-hari
biasa selalu saja ada pesanan, tapi pesanan itu melonjak ketika mendekati
Ramadhan hingga Lebaran. Alwi (65), pria keturunan Arab yang mengelola industri
rumah sebagai bisnis keluarga merasakan hal itu. “Ada peningkatan cukup banyak pemesanan. Bisa
mencapai 100 persen,” tutur Alwi ketika ditemui di lokasi usahanya, Rabu (11/7)
sore lalu. Namun ia tidak mau menyebut data pastinya.
Dari lokasi usahanya yang berada di bawah fly over Lawang itu, ada dua jenis
produksi sarung yang diproduksi. Satunya produksi ATBM (alat tenun bukan mesin)
dan satunya memproduksi memakai alat tenun mesin. Namun yang ramai pesanan
adalah sarung-sarung produksi mesin yang bisa diproduksi massal. Harganya
relatif murah dan terjangkau. Karena per biji harganya sekitar Rp 26.000-an.
“Sarung produksi sini adalah polosan. Artinya terserah nanti orang kemudian
menjual lagi untuk diberi merek atau kemudian diberi plastik lagi biar tampak
bagus,” cerita Alwi sambil menunjukkan potongan-potongan sarung yang sudah
tertata rapi di meja setrika. Sarung yang ditunjukkan kepada Surya kebetulan hanya memiliki dua
warna, yaitu warna putih dan hijau.
Jika darinya diberi banderol Rp 26.000-an, maka setelah
dijual lagi oleh pedagang bisa mencapai harga eceran antara Rp 27.000 hingga Rp
30.000 per bijinya. Harga sarung
produksinya terjangkau harganya karena biasanya dipesan dengan tanpa banyak
motif dan warna. Tapi menurutnya, usaha keluarganya sekarang lebih mengarah sebagai
‘tukang jahit’ daripada memproduksi sendiri. “Soalnya karena keterbatasan
modal, umumnya yang ingin membuat sarung
dari sini, mereka memberi uang dulu untuk saya belikan benang dan selanjutnya
saya produksi,” tutur protolan Teknik Mesin ITS Surabaya ini. Untuk mengajukan
permodalan ke perbankan, bukan menjadi pilihan karena tidak ingin terbebani
dengan mencicil hutang dari bank.
“Sebab orang beli sarung paling kan setahun sekali, he.he,”
jawabnya disambung tawa. Meski begitu,
pihaknya juga kadang memodali sendiri untuk produksi sarung atau sorban namun
tidak banyak. Untuk menyiasati agar
usahanya terus bertahan, menurut Alwi, disiati dengan cara menabung hasil
ketika pesanan sarung maupun sorban banyak.
Sehingga ketika hari-hari biasa juga bisa meneruskan keberlangsungan
usaha itu, termasuk membayar pegawainya.
“Musim panen usaha sarung itu
mulai Ramadhan sampai nanti datangnya Idul Adha. Setelah itu ya..biasa-biasa
saja,” ujar Alwi. Salah satu pembeli
sarung produksi Lawang ini adalah Abdurrahman.
“Saya pesan sejak Mei ke Pak Alwi. Nanti ya didistribusikan lagi ke pondok-pondok pesantren,” tutur
Abdurrachman. Pria keturunan Arab ini juga mengaku sudah memberi uang dulu ke
Alwi agar bisa dibuat untuk membeli benang dan kemudian memproduksikan sarung
yang diinginkan. “Ini baru selesai 10 kodi dari rencana pemesanan sebanyak 30
kodi,” tuturnya sambil menata sarung-sarung itu dalam karung bersama Alwi. Harga benang untuk membuat sarung atau sorban
harganya sekitar Rp 6,5 juta per satu bal atau 185 kg. Kadang benang-benang
yang diinginkan tidak selalu ada di Jawa Timur sehingga harus memesan dulu
sampai keBandung. Padahal untuk membuat
satu produksi, kadang tidak hanya perlu satu warna. Menurut Alwi, industri rumahan yang
memproduksi sarung dulu banyak, namun sudah banyak yang tidak bertahan. Apalagi
penetrasi pasar produksi sarung buatan pabrikan juga cukup besar dan menawarkan
berbagai harga yang relatif murah.
Sylvianita Widyawati
alamat dan no hp pak alwi ada ya bu
BalasHapus