Darurat, Pasien Jamkesda Dibawa ke RS Swasta
MALANG-“Alhamdullilah…,” seru para pasien dan keluarga penderita
gagal ginjal bergema di ruang Komisi B DPRD Kabupaten Malang ketika Hari
Sasongko, Ketua DPRD Kabupaten Malang menyatakan bahwa para pasien yang
mendesak segera cuci darah dibawa ke RS Wafa Husada Kepanjen, Rabu (4/7) sore. Keputusan itu diambil setelah rapat dengan
Kepala DPPKA (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset) Kabupaten Malang,
Willem P Salamena, para unsur pimpinan DPRD, Direktur RSUD Kanjuruhan, Dr Harry
Hartanto dan anggota dewan dari badan anggaran dan Komisi B. Selain RS Wafa
Husada, juga ada yang ke RS Ben Mari, Bululawang.
Langkah darurat itu dilakukan karena ada pasien gagal ginjal yang harus menjalani
cuci darah pada hari Rabu. “Tapi Direktur
RSUD akan tetap berusaha kontak ke RSSA Malang. Sebab pada dasarnya, Pemkab
Malang akan berkomitmen dan berupaya membayar
hutangnya,” ujar Hari Sasongko kepada mereka. Setelah mendengarkan hasil
keputusan rapat, mereka turun ke lantai 1 gedung dewan. Di halaman gedung dewan
sudah disiapkan tiga ambulans untuk mengangkut para pasien yang sudah kelelahan
riwa-riwa dari RSSA Kota Malang-Dinkes Kepanjen-RSUD dan ke DPRD. Mereka dibawa
ke RSUD Kanjuruhan untuk didata dan selanjutnya dibawa ke RS swasta terutama
untuk pasien yang sudah lemas untuk segera
melakukan cuci darah.
Di antaranya termasuk Yulaichah, salah satu pasien gagal
ginjal dari Lawang ketika sampai di gedung DPRD sempat drop dan menangis.
Wanita kelahiran tahun 1974 yang didampingi ibunya itu drop selain karena hari Rabu jatahnya untuk cuci darah juga
merasa resah memikirkan nasibnya begitu tahu pasien Jamkesda Kabupaten Malang tidak
bisa berobat ke RSSA Malang. Karena itu,
ia dan pasien lainnya rela bergerak ke Kepanjen yaitu ke Dinkes Kabupaten
Malang, RSUD Kanjuruhan dan DPRD Kabupaten Malang. “Padahal biasanya untuk
jalan saja sudah kelelahan. Tapi ini menyangkut hidup mati saya., makanya saya ikut
ke Kepanjen,” tutur Yulaichah selama di
gedung dewan memilih istirahat di sofa yang ada di lobi gedung dewan, sementara
ibunya mengikuti pertemuan.
Hal serupa juga ditandaskan oleh Anang Buchori, warga
Pakisaji. Biasanya ia juga lebih banyak tergolek di tempat tidur. “Hari ini
saya seperti diberi sugesti sehat sehingga saya sampai di Kepanjen,” tutur
Anang yang ditemani istrinya. Suryo Mulyono, penderita gagal ginjal, warga Desa
Kemantren, Kecamatan Jabung menyatakan bagi yang penderita gagal ginjal yang
mempunyai jadwal cuci darah pada Kamis, termasuk dirinya, mereka harus datang
ke RSUD. “Nanti ada dokter yang memeriksa dan dipilih yang paling darurat untuk
menjalani cuci darah gratis di dua RS swasta itu. Tapi tetap masih melihat
kemampuan RS itu untuk menerima pasien,” tutur Suryo. Suryo yang ketahanan tubuhnya relatif agak
sehat sudah memastikan tidak datang ke RSUD Kanjuruhan pada Kamis pagi. “Sebab
yang dapat kesempatan cuci darah gratis diambil yang paling darurat. Saya
memilih ke RSSA saja,” tutur Suryo.
Katanya, ia sudah
booking di RSSA karena jadwal cuci darah pasien Jamkesda Kabupaten Malang sudah
dicoret. Sehingga untuk datang sebagai pasien umum, ia harus memesan jadwal
lagi. “Tapi uang saya hanya cukup untuk sekali cuci darah,” aku Suryo. Karena
itu ia berharap, hasil pembicaraan antara Dinkes Kabupaten Malang dengan RSSA
Malang ada hasilnya. Sehingga pasien Jamkesda bisa berobat lagi ke RSSA.
Apalagi dalam pertemuan di Komisi B, Hari Sasongko, Ketua DPRD Kabupaten Malang
sudah menyatakan bahwa Pemkab Malang sudah punya komitmen untuk membayar
hutangnya.
Menurut informasi yang diperoleh Surya, ada sebanyak 68 pasien gagal ginjal yang
selalu melakukan cuci darah di RSSA dengan kartu Jamkesda dan SPM (Surat
Pernyataan Miskin). Selain itu ada
sebanyak 10 orang merupakan pasien CAPD,
dimana mereka melakukan cuci darah sendiri di rumah karena sudah ada alat yang
ditanam ditubuh mereka meski airnya dari
RSSA. Mengalihkan kegiatan cuci darah ke RS swasta karena kemampuan alat dan
tenaga medis di RSUD Kanjuruhan sangat terbatas. Sebab hanya ada enam alat dan
sudah dipenuhi dua shift.
Willem P Salamena, Kepala DPPKA Kabupaten Malang menyatakan
Pemkab Malang sudah memikirkan solusi darurat sambil mencari jalan untuk
membayar piutan Jamkesda. Harapannya agar warga yang masuk Jamkesda tetap bisa
berobat. “Pemkab berkomitmen membayar.
Nanti kita bicarakan lagi di PAK (perubahan anggaran keuangan) APBD dalam waktu
dekat,” tutur Willem usai pertemuan. Katanya, karena dari hitungan PAK hanya
tersisa Rp 816 juta, maka ada rencana pengadaan-pengadaan yang tidak krusial di
SKPD bisa didrop asal ada kesepakatan dengan DPRD. Dengan begitu, uangnya bisa
untuk membayar cicilan piutang Jamkesda. Menurutnya, jumlah piutang Jamkesda
Kabupaten Malang sebanyak Rp 28 miliar. Sementara `nggaran yang ada di APBD
hanya Rp 3,9 miliar. vie
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jamkesda : Rp 7,8
Miliar
APBD Kab Malang: Rp
3,9 M
Dana sharing Pemprov Jatim Rp 3,9 M
Kuota Jamkesda Kab Malang: 11.000 jiwa
Banyak permintaan SPM (Surat Pernyataan Miskin) melonjak
jadi 14.000 jiwa
Kuota Jamkesmas Kabupaten
Malang: 563.155 jiwa
Berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar