Penggabungan Cukai Rokok Resahkan PR


MALANG-Pabrik rokok di Malang Raya resah menjelang diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No  191/PMK.04/2010 pada 23 November 2012 nanti. Pemicu keresahan itu adalah adanya pasal tambahan (pasal 21a) yang  menyebutkan adanya penggabungan nilai cukai rokok bagi pengusaha pabrik yang memiliki hubungan dengan perusahaan lain. Sebab, besaran cukai rokok dari dua perusahaan itu bisa menjadi lebih besar.
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Malang  (Gaperoma), Johny SH, menjelaskan, pasal 21a itu akan memberatkan pabrik rokok. Pasal 21a secara rinci berbunyi, bagi pengusaha pabrik yang memiliki hubungan istimewa dengan pengusaha pabrik lain dari sisi bahan baku, permodalan dan manajemen, maka produksi pabrik akan dihitung satu kesatuan dengan golongan pabrik pengusaha pabrik. Sehingga ada penggabungan nilai cukai rokok.
Selama ini, cukai rokok dihitung oleh masing-masing perusahaan rokok (PR) berdasarkan golongan pengusaha rokok dengan harga jual rokok.  Ia menjelaskan, misalkan PR A memproduksi 200 juta batang/tahun. Lantas pemilik PR A memiliki keterkaitan dengan PR B  yang juga memproduksi rokok 200 juta batang/tahun, maka berdasar aturan baru itu, secara otomatis cukai yang dihitung adalah jumlah total sebesar 400 juta batang per tahun. Itupun berdasar nilai cukai yang terbesar antara PR A dan PR B.
“Sehingga sebuah PR yang semula masuk golongan III (produksi maksimal 300 juta batang/tahun), akhirnya masuk golongan II (produksi lebih dari 300 juta batang/tahun),” tutur Johny ditemui di kantornya, PR Gangsar Kota Malang, Senin (2/7).  
Karena golongannya menjadi besar/naik, otomatis nilai pita cukai menjadi lebih mahal. “Dampaknya nanti adalah ketidakmampuan pabrik rokok menjual produknya,” tutur Johnny.  Sebab bila biasanya pabrik menjual  rokok dengan harga murah jika mengacu pada produksi sendiri, jadi  terpaksa dijual dengan harga lebih mahal karena mengikuti ‘kelas’ PR aliansinya. Dampak ikutan yang juga dikhawatirkan adalah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK)  karena perusahaan tidak mampu bersaing di pasar. 
Karena masalah ini, beberapa waktu lalu, Gaperoma beraudiensi dengan Bupati Malang, Rendra Kresna.  “Saya harap, PMK ini tidak diberlakukan dulu dan kami minta dikaji lebih dalam terutama soal akibatnya,” tuturnya. Ditambahkan, anggota Gaperoma sebanyak 27 pabrik rokok termasuk aliansinya merasa keberatan dengan PMK tersebut.
Djaka Ritamtama, Kadisnaker dan Transmigrasi Kabupaten Malang menyatakan yang menjadi kekhawatiran pihaknya adalah  dampak pada para pekerjanya seperti ancaman PHK.
Sebab, Malang Raya, khususnya Kabupaten Malang adalah basis pabrik rokok, baik berskala kecil maupun besar sehingga menyumbang cukai cukup besar bagi pemerintah. “Jumlah pekerja pabrik rokok di Kabupaten Malang mencapai 34.000 orang dari jumlah pabrik yang beroperasi sebanyak 97 buah,”  tutur Djaka.  Selain pekerja pabrik rokok, efek domino dari eksistensi pabrik rokok itu cukup banyak, seperti tukang ojek, MPU, para penjual dll. Sehingga pihaknya mengkhawatirkan makin besarnya pengangguran.  “Pada 2011 saja, dari jumlah angkatan kerja antara 50.000-60.000 orang, sebanyak 4,1 persen adalah menganggur,” urainya.  Ia  menilai, terkadang PMK sering membingungkan daerah. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan akan memverifikasi ulang pabrik-pabrik rokok di Indonesia. Verifikasi ulang itu bertujuan untuk mengantisipasi pemberlakukan aturan penggabungan cukai rokok yang akan berlaku efektif 23 November 2012. vie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini