SMPN 1 Pakis Tawari Jalur Khusus Bayar Rp 2 Juta
MALANG-SMPN 1 Pakis,Kabupaten Malang menawari jalur khusus pada
orangtua calon siswa yang gradenya dibawah NUN terendah yang diterima di
SMPN itu, yaitu 23,90. Caranya, usai
pengumuman penerimaan siswa baru pada 30 Juni 2012 lalu, calon wali murid
ditelpon oleh salah satu guru setempat untuk mengikuti jalur khusus itu tapi
dengan membayar Rp 2 juta. Diah Tri
Kusumatuti, warga Desa Mangliawan RT 7/RW 3, Kecamatan Pakis yang anaknya tidak
diterima di sekolah itu karena hanya memiliki NUN 23,15 kemudian ditelpon oleh
seorang guru di sekolah itu, Pak Anis pada Selasa malam lalu
“Saya diundang datang ke sekolah pada 4 Juli pukul 11.00 WIB,
tapi tidak boleh membawa orang lain selain anak saya,” tutur Tutik, panggilan
akrabnya ketika ditemui di rumahnya. Kamis (5/7).Menurutnya, ia menerima
tawaran itu karena anaknya, Eliana
Vhelen Puspitasari ingin bersekolah di SMPN 1 Pakis. Ia juga menyadari NUN anaknya rendah,
sehingga tidak keberatan demi anaknya untuk membayar Rp 2 juta. Ia datang ke
sekolah itu dengan membayar Rp 1 juta dengan janji akan memberikan sisa
angsurannya dalam waktu satu bulan. Tapi anehnya, uang Rp 1 juta yang
disetorkan kepada pihak sekolah, Tutik hanya menerima kuitansi dengan tulisan
Rp 455.000 untuk pembayaran seragam.
Kuitansi itu atas nama usaha penyedia bahan seragam sekolah
dan ditandatangani oleh Susilowati yang menurut informasi adalah guru di SMPN
tersebut. Agus Mulyono, kakak Tutik yang
ikut mengantar adiknya ke SMPN tersebut dengan menunggu di luar sekolah merasa heran dengan bukti kuitansi itu. “Saya
hanya takut bukti pembayaran adik saya itu yang Rp 1 juta tidak diakui sekolah.
Sebab yang ditulis hanya Rp 455.000,” tutur Agus terpisah. Karena tak puas
dengan transparasi itu, ia menanyakan kepada sekolah dan ditemui Herminto,
Wakil Kepala SMPN 1 Pakis yang juga Ketua Pantiia Pelaksana PPDB SMPN 1 Pakis.
“Tapi katanya, ia tidak berkompeten menjelaskan hal itu kepada saya,” tutur
Agus.
Setelah ia mengklarifikasi soal transparasi soal kuitansi
itu, hasilnya, anak Ny Tutik tidak diterima di sekolah itu. Bukti kuitansi
seragam dan formulir daftar ulang juga langsung diminta sekolah. Uang yang sudah dibayarkan juga dikembalikan
lagi. “Katanya, mereka tidak mau berusan dengan saya lagi,” ceritanya dengan
wajah sedih. Anak Ny Tutik merasa shock ditolak di sekolah itu karena
kasus tersebut. Dampaknya, Eliana sempat
tidak mau sekolah lagi, tapi kemudian akhirnya mau didaftarkan sekolah ke SMP
swasta di Kota Malang. Meski begitu, Agus merasa sewot dengan kebijakan sekolah
tersebut. Ia bahkan mendatangi ruang Kadindik, Edi Suhartono untuk memberitahu
masalah itu dan mendapat penjelasan itu adalah kebijakan sekolah.
Menurut Agus, ulah
guru-guru seperti itu harus ditindak tegas agar tidak ditiru oleh sekolah lain.
Ia menyayangkan sikap orangtua lainnya yang diam saja hanya diberi kuitansi
tanda pembayaran tidak sesuai dengan nilai yang dibayarkan mereka hanya agar
anaknya tetap bersekolah di tempat itu. Terpisah, Herminto, Ketua Pelaksana
PPDB SMPN 1 Pakis ketika diklarifikasi di sekolah itu membenarkan adanya jalur khusus itu di
sekolahnya dengan membayar Rp 2 juta. “Jalur
ini merupakan kebijakan sekolah untuk pengadaan sarana dan prasarana untuk
kegiatan staf sekolah. Sebab hal itu tidak boleh discover oleh dana BOS.
Melakukan tarikan lewat komite juga sulit,” terang Herminto. Ia mencontohkan, untuk pengadaan peralatan
seperti membeli komputer/laptop jika menggunakan dana BOS, maksimal hanya dua
unit. Padahal SMPN 1 Pakis memiliki tujuh staf, sehingga butuh empat atau lima
komputer dll.
Menurut Herminto, ada 20-an anak yang masuk dalam jalur
khusus namun secara global dimasukkan dalam pagu regular SMPN itu. Sehingga
total ada 288 siswa yang diterima untuk mengisi sembilan kelas. Tiap kelas ada
32 siswa. Sekolah melakukan nego dengan orangtua yang NUN- anaknya dipilih berdasarkan
rangking dibawah grade NUN yang diterima di sekolah itu. Orangtua yang setuju
dengan membayar Rp 2 juta itu sebagai bentuk kontribusi pada sekolah karena
telah memasukkan siswa dengan NUN rendah ke SMPN 1 Pakis. Untuk masalah itu, ia
sudah berpesan pada orangtua calon siswa untuk tidak membicarakan secara
terbuka dengan orang lain. Sehingga hal itu menjadi komitmen antara orangtua
dan sekolah.
Yang dihafal Herminto, ada satu orang dengan NUN 23,85 yang
dipanggil sekolah, kemudian NUN 23,81 satu orang, NUN 23,70 satu orang dan
sejumlah NUN dibawahnya yang tidak ia ingat lagi. Total ada 20 anak dibawah NUN
23,90 yang diterima lewat jalur khusus itu. Jalur khusus ini sudah dilakukan
sejak dua tahun lalu di SMPN ini untuk melengkapi sarana prasarana sekolah,
sepert membeli mesin fotokopi, LCD dll.
Soal kuitansi yang hanya ditulis untuk seragam sekolah sebesar Rp
455.000 karena pihaknya tidak ingin kuitansi lainnya dimanfaatkan pihak lain
untuk menekan sekolah. “Panitia tidak mengeluarkan kuitansi lainnya,” tegasnya.
Rencana sekolah, setelah kegiatan PPDB selesai, pihaknya akan mengumpulkan para
wali murid jalur khusus untuk menunjukkan wujud barang hasil urunan para siswa
itu.
Soal keengganan pihaknya menjelaskan soal kuitansi itu
kepada Agus, katanya, karena komitmen awal sekolah hanya dengan Ny Tutik. “Bu
Tutik yang nego dengan kami. Kalau sejak awal sudah bicara komitmen, jika
orangtua tidak memberikan kepercayaan kepada kami di sekolah, berarti orangtua
tidak percaya pada sekolah,” kilahnya.
Diakui Herminto, jalur khusus kalau sesuai aturan tidak ada ada dan
tidak ada izin dari Dinas Pendidikan Kabupaten Malang karena masuk dalam pagu
regular sekolah itu. Sylvianita widyawati
Komentar
Posting Komentar