Tak Jadi Cuci Darah di RS Swasta, Pasien Gagal Ginjal Kecewa


MALANG-Sejumlah pasien  Jamkesda yang menderita gagal ginjal yang sudah datang ke RSUD Kanjuruhan Kepanjen untuk mendapat penanganan melaksanakan cuci darah di RS swasta harus menelan kekecewaan. Sebab kenyataannya hingga Kamis siang (5/7), mereka tidak mendapat penanganan apa-apa.  Sehingga mereka merasa dipingpong lagi. “Saya sudah datang di RSUD sejak pukul 05.30 WIB, tapi ternyata bapak saya tidak mendapat penanganan apa-apa,” tutur Wiwin, anak Subandi, pemegang Jamkesda asal Bululawang.  Ketika di RSSA, Subandi mengikuti jadwal cuci darah pada Senin-Kamis.
Ia sampai kasihan melihat ayahnya. Sehingga ia merasa, kebijakan membawa ke RS swasta sebagaimana hasil rapat yang diumumkan di ruang Komisi B DPRD Kabupaten Malang, tidak sesuai janji semula. Informasi yang didapat Surya¸ para pasien yang biasa cuci darah pada Jumat dan Sabtu juga tidak mendapat kejelasan jadwal. Cuci darah.  “Rabu kemarin (4/7) itu saya merasa senang karena ada penanganan untuk pasien gagal ginjal untuk Pak Anang dan Noval dengan dibawa ke RS Wafa Husada Kepanjen.  Ternyata ketika datang saya dan bapak datang pada Kamis di RSUD, ternyata  tidak ada penanganan sama sekali,” urainya.
Karena tak ada penanganan, para pasien gagal ginjal yang ditemani keluarganya akhirnya mutung dan kembali ke rumah mereka pada Kamis siang. “Padahal tadi ada yang sudah bolak balik dari Desa Jeru, Kecamatan Tumpang karena merasa ada peluang cuci darah. Ternyata tidak ada tindakan apa-apa,” ceritanya. Ia berharap, ada transparasi komunikasi dengan para pasien Jamkesda dari pemerintah sehingga tidak merasa terobang-ambingkan dengan memberikan penjelasan yang benar. Apalagi informasi yang ia dapatkan, kemampuan di RS Wafa juga terbatas untuk dua orang. Sementara di RSUD Kanjuruhan sendiri juga sudah padat jadwalnya. Wiwin juga para pasien gagal ginjal lainnya berharap ada kepastian pengobatan mereka, apalagi sudah ada staf puskesmas yang sudah mendatangi rumah pasien.
“Saya tidak tahu untuk apa. Mungkin untuk kegiatan survei . Saya berharap, data ayah saya bisa masuk Jamkesmas sehingga kelanjutan pengobatannya jelas,” tutur Wiwin yang sampai rela tidak bekerja karena harus riwa-riwi mengurusi pengobatan ayahnya itu.  Dr Hadi Puspita, Wakil Direktur Adminitrasi dan Keuangan RSUD Kanjuruhan menyatakan RS-nya memang memiliki keterbatasan alat untuk menangani pasien gagal ginjal limpahan dari RSSA Malang.  Tapi menurutnya, sejak kemarin ada 17 orang yang dirawat inap di RSUD dan sudah dua orang menjalani cuci darah di RS Wafa.  “Sehingga yang menjalani rawat inap tinggal 15 orang. Mereka kami screening dengan hasil pemeriksaan lab. Hasilnya yang terburuk, maka akan dicuci darah,” tutur dr Hadi Puspita.
Katanya, para pasien yang sudah datang ke RSUD tidak tertangani karena masih belum ada jadwalnya. Tapi menurut dia, para pasien sudah didatai dan pihaknya akan mengabari masing-masing dari mereka terkait jadwalnya. “Sehingga nanti yang dikirim ke RS Wafa dan RSSA dengan anggaran Pemkab Malang berpatokan pada hasil laboratorium. Salah satu patokannya  hasil lab adalah jika keratinnya tinggi,” tuturnya. Menurutnya, di RSUD sudah ada 39 pasien gagal ginjal yang ditangani. Sebanyak 33 adalah pasien dari SPM (surat pernyataan miskin) dan sisanya pasien Jamkesmas dan dilayani oleh empat perawat yang bersertifikat hemodialisa (HD) . Mereka melayani pasien HD sejak pukul 06.00-16.00 WIB. “Bisa jumlah pasien HD ditambah ke RSUD, asal ada yang meninggal dunia, ditinggal jadwalnya atau pindah ke tempat lain,” tuturnya.  Sementara kemampuan di RS Wafa yang menjadi rujukan pasien Jamkesda dengan dua mesin hanya untuk empat orang. Soal ikatan kerjasama baru dengan RSSA, katanya, pada prinsipnya, RSSA sudah siap menerima, tapi masih menunggu pembicaraan antara Pemkab Malang-RSSA terkait regulasi pelaksanaannya.
Tim dari Pemkab Malang untuk membicarakan masalah itu dengan RSSA yaitu dari Kadinkes Kabupaten Malang, Direktur RSUD Kanjuruhan, Bupati Malang dan DPRD.  Namun  Mursyidah, Kadinkes Kabupaten Malang  enggan menjelaskan soal perkembangan pembicaraan Pemkab Malang dengan RSSA.  “Bukan kewenangan saya. Yang jelas, pasien Jamkesda sedang diverifikasi kembali. “Saya sudah meminta kepada kepala puskesmas untuk memverifikasi ulang pasien Jamkesda,” ungkap Mursyidah ketika bertemu di Pemkab Malang.  Hal ini karena keterbatasan anggaran Pemkab Malang. Sehingga pemerintah perlu memprioritaskan mana-mana yang perlu dibantu. Sebab pasien miskin sudah tercover dalam Jamkesmas.
“ Sehingga apakah mereka (pasien Jamkesda) miskin beneran atau sadikin (sakit  menjadi miskin),” katanya tentang alasan melakukan verifikasi pasien Jamkesda.  Menurut Mursyidah, jika dari hasil verifikasi mereka memang benar-benar miskin, maka pihaknya akan menyampaikan itu ke Bupati Malang dan akan mengusulkan agar anggarannya dinaikkan.  Soal menghentikan SPM (Surat Pernyataan Miskin), katanya bukan menjadi kewenangan dinkes. “Yang jelas, kalau dari verifikasi di lapangan ada SPM yang tidak sesuai, maka bisa dicabut karena tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah,” katanya. Aturannya masih mengacu pada 14 kriteria miskin dari BPS. “Tapi sekarang yang mengajukan SPM sudah tidak banyak lagi,” tuturnya.
Tapi ia tidak mau lagi menyebutkan berapa SPM yang ditandatangani per harinya. Yang jelas, Pemkab Malang sudah memberlakukan pengetatan verifikasi dengan melibatkan bidan desa dan PLKB. Dari hasil pemotretan kondisi warga, jika memang benar mskin, baru ditandatangani oleh kepala desa. Menurut Mursyidah, dari 11.000 jiwa pemegang kuota Jamkesda, hingga 23 Mei 2012, pemakai anggaran Jamkesda sudah mencapai 14.000 jiwa. “Kalau sama keluarganya bisa mencapai 53.000 jiwa,” ungkapnya. vie


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pejabat Pemkab Malang Terlibat Pembunuhan Janda (1)

Ke Makam Troloyo Mojokerto

Meraup Untung Dari Si Mini